Re-post
...:: How To Love ::...
Part 9
Story by @BieberLSIndo
***
- Justin's POV -
Bintang bintang yang menari dikelabunya itu adalah saksi satu satunya.
ketika jendela mulai tertutup dan angin perlahan menjauh. hanya ada
Justin, Shara dan malam. Malam akan semakin larut, Justin duduk dlm
persinggahannya dg hati yg kalut, bingung mengapa sesosok lelaki yang
dulu pernah membayangi Shara kini datang? Tapi Justin akan merawat putih
dan harum kasih yang Shara beri. Dia benamkan dalam relung hatinya.
Sampai sang waktu menghentikannya.
“Ryan? How could?” Tiga kata itu meluncur otomatis dari bibir Justin.
Pemuda itu mengernyitkan dahi sambil merutuk dalam hati. Mereka mau
pulang kok ga bilang-bilang.
Ryan tersenyum singkat sejenak. Ngapain dua orang ini malam-malam di pinggir kolam?
Dari sisi mata Ryan, Shara kini sudah banyak berubah dari yang
dijumpainya di bandara terakhir kali. Rambut gadis itu sudah memanjang
dan wajahnya pun sudah terbentuk menjadi terlihat lebih dewasa.
Entah kenapa, karena sebuah dorongan kuat, Ryan melangkah pelan ke arah
gadis yang masih menatapinya lekat-lekat lalu mengulurkan tangan untuk
membantu gadis itu berdiri. Tak sadar, bahwa Justin melotot melihat
perlakuan Ryan pada Shara. Ia pun mendapat sebuah guratan aneh yang
dirasanya pernah terlihat di mata gadis itu.
Ryan tersenyum saat Shara menyambut bantuannya. Yang ia tidak tahu,
Shara menikmati kehangatan yang menelusup ke jemarinya saat tangan kokoh
Ryan menggenggamnya.
Justin mengangkat kakinya dari air, berdiri sendiri karena tidak ada
yang membantunya bangun. Mengenaskan. Ia memperhatikan wajah Ryan lalu
wajah Shara, dan kedua tangan mereka yang masih bertautan. Justin
berdecak dalam hati lalu berdehem keras.
Ryan tersenyum lalu melepaskan tangan Shara.
Seakan menjawab pertanyaan Justin, tiba-tiba sebuah suara berat menyapa dari belakang.
“Halo”
Dan justin betul-betul terpana menyaksikan sosok 2 lelaki dengan tubuh
makin berisi dan berkumis tipis, seorang perempuan yang selalu menjadi
bidadari hatinya dan lelaki yang tinggi juga kurus putih itu dibelakang
berdiri dibelakang mereka.
Sementara itu mereka semua tersenyum lalu memperhatikan Justin dan Shara yang masih tercengang akan kedatangan mereka.
"Hai dude!" Ujar Scooter yang mendekat ke arah Justin.
Justin meraih pergelangan Scooter sebagai tanda penyambutan dan Shara berlari ke arah ayahnya.
"Dadyyyy" ujar Shara sambil memeluk badan yang sudah sangat dirindukannya.
"Hay pattie" ujar Shara sambil memeluk Pattie.
"Hay sweety, how are you?"
"Really fine" ujar Shara tanpa melepas pelukan Pattie.
Shara benar-benar merindukan pelukan Pattie, karna menurut Shara, Pattie sudah menjadi ibunya saat ini.
"Hey hey hey, enough" ujar Justin sambil mencekal bahu Shara untuk melepas pelukan Pattie.
"Iiih Justin" ujar Shara.
"You hug my mom longer than you hug me" ujar Justin.
"Soooo it means you guys have a relationship?" Ujar Wilson memasuki percakapan tanpa permisi.
"Oh jadi anak Daddy udah punya pacar" ujar wilson sambil menggelitik kecil perut gadis satu-satunya.
"Nooo, don't believe what Justin said" ujar Shara sambil tertawa geli yang membuat ronggaan tawa pecah dari setiap orang.
"Okey okey come in, we can talk inside" ujar Scooter sambil berjalan
memasuki rumah diikuti Pattie dan Wilson, dan disalah satu sisi
tertinggal Ryan, Justin dan Shara.
“I just want to say hallo...” kata Ryan seakan memberikan penjelasan pada Justin.
"Haaay dude" ujar Justin bersusaha menutupi selaput dihatinya.
Ryan tersenyum lalu berjabat sahabat seperti biasa.
“Okey, I wanna go room, Nice to meet you again guys...” katanya lalu melemparkan senyum lagi dan beranjak.
Justin mencibir lalu baru sadar Shara masih diam terbengong-bengong
melihat kepergian Ryam. Ia berusaha mengusir kecemasan mendadak yang
melandanya.
“Hey!” katanya sambil menowel Shara.
Shara sedikit terperanjat lalu buru-buru membenahi ekspresinya.
“Ha? Emm.. ha.. I'm sleepy” ujar Shara acuh tak acuh.
Justin mengangkat alis
“Sleepy? Really? It's not about Ryan?”
Shara mengernyit,
“Iiiih what do you mean? You're just jealous” sindir gadis itu.
Justin mengulum bibirnya lalu tiba-tiba menangkap ide iseng yang beterbangan di benaknya.
“Really? Sleepy?”
Shara menoleh ke arah Justin.
“Yesss!!!”
“Oke, you have to take a medicine. Now, Close your eyes"
“What?"
"Close your eyes, babyyyy" perintah Justin lagi.
“Ck..” decak Shara lalu menutup matanya. Justin ternyata menggandengnya berbalik ke arah kolam renang.
Justin mendekatkan wajahnya ke wajah Shara lalu mendaratkan kecupan kilat di bibir gadis itu.
“That's a medicine for sleepy (itu obat ngantuknya)"
“JUSTIIIIN IH” Shara membelalakan matanya lalu memukuli lengan Justin secara pelan.
Justin menjauhkan diri dari pukulan gadisnya sambil tertawa-tawa
“Look? You are not sleepy again”
Shara meraba bibirnya.
“Wooo” katanya lalu manyun dan terdiam.
“Huaaah. Wanna go my room, wanna join?" Ujar Justin.
Shara berpikir sejenak. Merasakan pergolakan batin di hatinya lalu memutuskan
“No, I'm sleepy. wanna go sleeping” Kata Shara, menafikkan hatinya yang meronta minta bertemu sosok lain itu lagi.
Justin mengerutkan alis saat Shara malah berjalan mendahuluinya sambil berjalan bingung. Ada apa sih dengan gadis itu?
***
Justin memasuki kamar Ryan tanpa permisi. Ia menyapukan pandangan lalu
mendapati sosok itu sedang duduk di sofa ruang tamu kamar, menekuni
macbooknya.
Justin memutar bola matanya lalu menutup pintu lalu berjalan mendekati sofa yang diduduki Ryan.
Justin menghempaskan tubuhnya di samping Ryan lalu merentangkan tangannya di kepala sofa.
Ryan menatap Justin penuh arti.
“What were you and shara doing when I arrived?” Tukas Ryan.
Justin melotot yang langsung ditanggapi dengan semburan tawa oleh Ryan.
“So? You and Shara...”
Justin memasang tampang malu.
“Dude.. Shara is more beautiful than past, isn't she?” Ujar Ryan lagi
menaik-turunkan kedua alisnya iseng sambil menutup macbooknya.
“You mean? She is mine. Don't disturb her” ujar Justin agak galak.
Lagi-lagi Ryan tertawa menanggapi gelagat kecemburuan Justin yang
terlihat kekanakan.
"Haha! I sleep first, night dude" ujar Ryan lalu bersampir kekasurnya.
***
Kegelisahan itu menghantui dan mengendap dalam hati. Rasa sayang yang terlalu besar kini berubah menjadi takut kehilangan.
Sejujurnya, kepulangan Ryan membuahkan dua perkara dalam benak Justin.
Perkara-perkara kegalauan yang muncul setelah ia berpikir cukup jauh.
Lega dan cemas. Lega karena ternyata ia kangen pada sosok sahabatnya
yang terkadang kelewat perhatian itu. Dan cemas, kalau-kalau kepulangan
Ryan akan membuat hati Shara bersemai lagi. Tidak mudah melupakan
waktu-waktu sulit gadis itu beberapa saat lamanya setelah keperegian
Ryan dulu. Toh juga, Justin tak pernah tahu dan tak pernah sampai sejauh
itu berpikir soal dimana benih perasaan Shara untuk Ryan itu terpendam
sekarang.
Benarkah benih itu sudah hilang tersaput angin atau hanya mengendap di
tanah dan tertimpa akar-akar lain? Kalau yang kedua itu benar, bagaimana
kalau kepulangan Ryan memupuki benih itu dengan air dan sinar matahari
yang cukup? Hingga benih itu kembali bertunas dan menyulur liar
menerobos hal lain yang menutupinya selama ini?
Justin takkan pernah tahu dan karena itu kini otaknya masih sibuk berpikir.
***
Justin meneguk air dalam botolnya dengan rakus. Pemikiran ini
menimbulkan efek kelelahan dan kehausan yang luar biasa seperti yang
dirasakannya kini. Belum lagi, embusan angin malam yang bukannya
menyejukkan malah membuat sekujur tulangnya ngilu.
Justin tau Ryan menyambut baik kedatangan gadis-gadis. Gadis-gadis yang
memandangi sahabatnya dengan tatapan penuh pemujaan. Tapi nampaknya
mereka semua kelewat lelah. Karena pada dasarnya Ryan bersikap manis
kepada semua orang, bukan hanya kaum hawa.
Justin sedang melangkahkan kakinya menyusuri lorong sebuah kamar. Ia bru
tiba beberapa menit yang lalu dan memutuskan mencari penyejuknya. Shar.
Perlahan, Justin membuka pintu kamar Shara. Gadisnya sedang tidur memunggungi pintu. Ia mengenakan piyama putihnya.
Dalam keremangan, Justin berjalan mendekati gadis itu. Ia berdiri di
depan Shara yang tertidur manis lalu tersenyum. Penyejuknya adalah Shara
dengan keadaan seperti ini, tidak sadar. Karena kalau Shara terjaga,
repetan mulutnya kadang-kadang malah membuat Justin kesal sendiri.
Justin menarik bangku di pojokan lalu meletakkannya di depan Shara. Ia
duduk dan memperhatikan Shara, memperhatikan setiap sudut wajah gadis
itu, layaknya orang buta yang baru melihat matahari terbit pertama kali.
Tiba-tiba pikiran-pikiran cemas itu kembali berkecamuk di benaknya.
Bagaimana kalau suatu saat nanti Shara menyadari benih lain itu sudah
tumbuh menerobos tanah yang digemburnya ?
Justin mendesah pelan. Ia berdiri lalu menarik selimut di bagian bawah
ranjang hingga melapisi tubuh Shara. Ia mengusap rambut Shara dan
menarikan telunjuknya di dahi, ujung hidung dan sudut bibir gadis itu,
lalu mengelus pipi gadisnya berkali-kali. Dorongan untuk tidak mau
kehilangan Gadis-nya. Gadis yang sudah diperjuangkannya mati-matian.
Justin berbisik ditelinga Shara.
“Shar, I just want you to know that I love you and miss you and think
about you everyday. I'll live with you. Love you tonight. Whenever you
are lost I'll be there for you. Never let you go." Ujar Justin.
Setelah itu Justin mengusap rambut Shara lagi lalu kembali duduk dan
memandangi gadis itu lama sekali. Menyusupkan sedikit kedamaian dalam
otaknya yang sedang riuh dengan cara ini ternyata menyenangkan juga. Tak
berapa lama, Justin memutuskan untuk berdiri dan beranjak ke kamarnya
sendiri.
"Good night my love..You keep me smiling when I want to cry, I love you Shar" ujar Justin sambil mencium kening Shara.
Ia beranjak tanpa tahu, saat ia menutup pintu, Shara membuka matanya dan mendengar semua ucapan Justin.
Shara membuka mata, saat mentari terjaga, inginnya diam, tapi tidak
mungkin diam, pikiran Sharapun berlari, tanpa tujuan, ingin berteriak
keras,menembus batas tapi dirnya ikut Dalam hatinya Shara ikut berdoa.
“Aku juga berharap tidak akan ada yang berubah, I love you too Justin” ujar gadis itu.
Lalu Shara mencoba menutup matanya lagi. Berusaha membohongi dirinya
sendiri soal perubahan hatinya itu dalam mimpi. Berusaha mengenyahkan
getar-getar lain yang bertalu terlalu keras di jantungnya.
***
Dengan cermat cerdik cekatan, sebuah benda yang melayang dari ufuk timur
itu sudah datang menyambut pagi ini namun belum bertugas menyebarkan
sinar-sinarnya.
Pagi-pagi buta ini Shara mengambil langkah panjang menuju lantai dasar
sambil bersenandung pelan. Dia sudah rapih namun santai karena hari ini
hari pertama liburan musim panas disekolahnya. Dan pagi ini, ia sudah
terbangun untuk merangkak ke arah dapur. Ternyata pagi yang buta ini
ayam-ayam belum berhasil membangunkan masyarakat di kediaman rumah ini,
walau masih hening dan sepi Shara dengan santainya menjejakkan kakinya
di lorong dapur lalu mendongak sedikit saat dirinya sudah berada didepan
sebuah pintu pantry dari jati tersebut.
Burger. Shara memutuskan membuat sepotong Burger untuk Justin. Mungkin
sederhana dan tidak seberapa. Tapi, sejujurnya cuma ini menu sarapan
yang bisa dibuatnya dan tidak perlu menimbulkan grasa-grusu berisik saat
prosesnya.
pagi pagi buta di pantry, sambil membawa bahan bahan yang sudah ia
siapkan di sebuah kotak bekal besar, Shara berusaha tidak menimbulkan
suara.
Perlahan ia mulai menggoreng daging asap yang dibawanya si atas wajan.
Bunyi berdesis dan letupan minyak membuat pikirannya teralih. Dan ia
cukup senang akan hal itu.
Sementara Shara sudah hampir menyelesaikan sajian hidangan yang
dibuatnya dengan cara menghias bagian atas burger dengan sambal, menulis
huruf huruf yang pasti akan membuat Justin tertawa ketika melihatnya.
***
- Justin's POV -
Justin sedang mengrefleksikan dirinya dari sinar pantul cermin yang kini
menumbuhi dirinya yang gagah dan menawan dengan busana kaos biru
ditutup jaket jins celana panjang hitam sepatu supra abu dan sedikit
sentuhan kupluk untuk menutupi tatanan rambutnya. Setelah siap Justin
berjalan meninggalkan ruang bernaungnya dan beranjak menuju lantai
bawah.
Saat melangkah didepan sebuah pintu coklat besar Justin berhenti
menatapi pintu itu, perlahan ia membuka pedal pintu yang sedikit demi
sedikit berdecit, saat pintu itu menghadirkan tatanan kamar yang rapi
dan bersih Justin mengedarkan pandanganya, berusaha menemukan sosok
perempuannya disana, namun tak ada pula manusia catik berparas oriental
itu.
"Shar?"
"Shar?"
"Shara??" Namun tidak ada jawaban yang didapatnya, Justin menghela nafas
pelan lalu kembali menutup pintu tersebut berharap dia akan menemui
sosok gadisnya sebelum pergi melakukan beberapa interview hari ini.
***
"Hai Justin, are you ready?" Ujar Scooter sambil menepuk bahu Justin.
"Yes but... Where's Shara? I haven't seen her" ujar Justin.
"I saw while she was going to pantry" sahut Kenny dari sisi yang berbeda.
"Oke then, I will meet her first" ujar Justin lalu berjalan gontai ke arah Pantry.
Justin melewati undakan lorong dapur, bergegas ke pintu dan mengintip
dari celahnya. Pintu pantry tertutup dan ia memang mendengar bunyi
sedikit berisik dari sana. Justin mengerutkan kening sejenak, terdengar
bising beberapa dentingan bunyi orang sedang berlakon didalamnya, siapa
kah disana? Benarkah Shara? Sedang apa?
Tanpa banyak pikir, Ia mendaratkan tangannya di kenop pintu, lalu memutarnya ke bawah.
Tepat saat itu juga Justin mendengar langkah berat dari dalam mendekat ke arah pintu.
"Who's ther.. Jus? Hallo" ujar sosok perempuan yang masih setia dengan
piyama bergambar robotnya itu yang keluar dari pantry melembutkan
suaranya saat melihat siapa yang ada didepannya.
"Hai babe, what are you doing?" kata Justin pelan membalas sapaan Shara sambil memberi ekspresi yang sedikit heran.
Dengan sigap, Shara menutup pintu di belakangnya lalu tersenyum pada Justin.
"Aaaah you're going now, aren't you?" Tanya Shara agak grogi.
"Yes... Why? Its the reason why I meet you here" ujar Justin.
"No.. Huh my plan fails!" Terutuk Shara pelan.
"Ha? Sorry?" Ujar Justin saat merasakan ada yang aneh, lalu dia mengangkat bahu sendiri.
"Shar?" kata Justin pelan. Shara di depannya masih diam, matanya berkedip sekali menandakan kehidupan.
Justin yang memandanginya menghela nafas lalu
memanggil lebih keras
"Shar?"
"Hemm?" Shara agak terkejut mendengar namanya dipanggil. Ia buru buru menatap Justin dengan mata sayu.
Justin cuma tersenyum.
"are you really here? or am I talking to a shadow?"
Justin menggerak-gerakkan sebelah tangannya iseng ke depan wajah Shara, seakan mau meyakinkan bahwa
Shara benar benar di depannya. Ini akhirnya membuat Shara tertawa kecil.
Justin menghela nafas lega diam-diam.
Justin menghentikan tangannya yang bergerak, ia kemudian menatap Shara lekat-lekat.
"Here... I made it for your breakfast" ujar Shara tersenyum sambil
menyodorkan sebuah tempat bekal ke arah Justin yang sedari tadi ia
sembunyikan dibalik punggungnya.
Justin hanya memainkan alisnya, sambil meraih kotak bekal itu.
"You? Made it?" Ujar Justin kelak ingin membuka kotak belak tersebut.
"Nooo! Don't open here, open when you're gone" ujar Shara menahan tutupan bekal agar tidak dibuka dihadapannya.
"Thank you babe" Kata Justin, tersenyum.
Justin tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Shara dan berkata pelan.
"Happy holiday, Shawty..."
Ujar Justin berbisik ditelinga Shara lalu mencium antara tukas rahang dan telinga Shara.
Shara tersenyum dan memegangi tangan Justin yang masih menjawil pipinya.
Justin melepas tangannya dari pipi Shara, namun masih membawa jemari gadis itu dalam genggamannya.
Shara tersenyum lagi, meremas pelan tangan Justin lalu melepasnya.
"Just go.. You have some interview, don't you?" Ujar Shara sambil mendorong punggung Justin.
Justin mengangguk lalu berkata.
"Byeee don't miss me" ucapnya lalu dengan sergah mencium bibir Shara cepat.
Shara tersenyum lalu mengantar Justin hingga depan rumah.
***
"What is it?" tanya Kenny saat melihat Justin membuka sebuah bekal di paha Justin.
Justin hanya mengangkat bahu lalu membuka tutup kotak yang disodorkan
Shara tadi dan mendapati sepotong Burger dengan coretan nama JUSTIN♥ di
atasnya. Ia tersenyum cerah, memutar kepalanya ke arah Kenny dan
berkata,
"Shara made it for me, she will be the best wife, won't she?" Ujar Justin terkekeh ke arah Kenny.
"You mean you will purpose Shara, dude?" Jawab Kenny.
"Not yet but soon" Justin tersenyum, memutuskan menaruh kotak bekal itu
di dashboard dan memakannya nanti, dia lebih memilih menghubungi pelita
hatinya terlebih dahulu.
To: My Shara
Shar? Thanks for making a breakfast. That's sweet honey :)
From: My Shara
Really? Thanks.. But I think I didn't give a sugar in hamburger so how could you said it's sweet? -_-
Justin tertawa membaca balasan dari Shara, rasanya sekarang ia ingin menjawil pipi Shara karna gemas.
To: My Shara
Not because a sugar but because who made hamburger is the sweetest thing lol. Oke than Love you.
See you tonight :)
From: My Shara
I love you too. Enjoy your day :)
Setelah membaca pesan terakhir Justin langsung mematikan hpnya dan berniat mencicipi hamburgernya.
***
- Shara's POV -
Shara menyambut sisa petang yang berkawan siang tak berharapan, Shara
kini berkawan sepi, tidur bergontai dikamarnya sendiri, menikmati beku
malam dengan asap-asap rindu yang menghangatkan tanpa sosok Justin.
Shara kini berteman lagu-lagu mendawai dari ipodnya, buku-buku novel
yang bergeletakan disekitarnya, dan angin malam yang menusuk
tulang-tulang persendian dari balkon kamarnya.
Tak lama Shara terdiam, telinganya mendengar bunyi-bunyi samar dari luar kamarnya.
Shara mengerutkan kening, Justin? Sudahkan ia pulang?
Shara menuruni undakan, bergegas ke pintu dan mengintip dari celahnya.
ia memang mendengar bunyi sedikit berisik dari sana. Shara pun langsung
berlari ke arah pintu kamar Justin dan membukanya tanpa daling daling
permisi.
"Justin?" Panggil Shara namun yang didapatinya kini bukan sosok Justin
dengan rambut coklatnya, melainkan sosok pemuda lain disebrangnya.
Shara mematung menatapi lelaki di hadapannya.
Shara belum melihat Ryan lagi sejak pertemuan singkat mereka kemarin malam.
Ryan sedang mencari sesuatu dibalik laci kamarnya dibalut polo shirt dan celana pendek hitam yang terkesan santai.
"Shar? Come in" ujar Ryan yang sedang membongkah sesuatu dari sebuah laci sambil tersenyum sarkatis.
"Hai.." Jawab Shara.
Tiba-tiba...
"Bruk!"
"Aaaaw" seru Ryan kesakitan saat ujung pelipis matanya membentrokan ujung laci kayu yang mahal harganya.
"Ryan.." Ujar Shara langsung mendekat ke arah Ryan, dengan jeli Shara
meraba ada memar keunguan di ujung pelipis matnya dan di bawah mata
teduh pemuda itu.
Ryan sedang meringis memegangi wajahnya, saat mendengar suara lirih yang cukup akrab di telinganya.
"Wait..." Ujar Shara lalu pergi mengambil beberapa peralatan di pantry untuk mengobati bercak memar di wajah Ryan.
Setelah lengkap semua, Shara membawa baskom es dan handuk kompres kembali ke kamar yang Ryan tempati.
Shara meletakkan baki yang dibawanya ke meja di hadapan Ryan. Karena
jantung dan tangannya bergetar, baki yang ditaruhnya sedikit terbanting,
menimbulkan pekik nyaring dan menyebabkan beberapa es batu di dalamnya
berloncatan.
Ryan tertawa renyah lalu meringis sedikit saat memarnya bercenut-cenut.
Tiba-tiba tubuhnya terasa panas-dingin, mendapati perasaan bersalah yang
bergelut di hatinya.
Dia adalah gadis Justin dan tidak seharusnya berdebar-debar karena
pemuda lain. Shara mendesah pelan, sayangnya tidak cukup pelan karena
Ryan mendengar helaan nafas kalut gadis di dekatnya.
Shara menarik nafas panjang, berniat mengumpulkan oksigen
sebanyak-banyaknya. Seakan kalau tidak begitu, fungsi otak dan
kesadarannya akan dikacaukan oleh zat-zat memikat yang ditimbulkan Ryan.
Shara pun duduk perlahan di dekat Ryan, sambil merapal kalimat di
otaknya yang kira-kira berisi peringatan bahwa ia berstatus gadisnya
Justin.
Ryan membenahi posisinya hingga menghadap Shara lalu memajukan sisi kanan wajahnya yang memar.
Ryan lalu menutup sebelah matanya, membiarkan Shara membasuh memar di bawah matanya.
Shara memeras kompres di tangannya dan mulai mengompres bagian bawah
mata Ryan, agar pekerjaannya menjadi lebih mudah,tanpa sadar ia menaruh
telunjuk tangannya yang lain di dagu Ryan dan menariknya mendekat.
Shara merasakan embusan napas Ryan di tangannya, lalu menyadari
rapalannya buyar. Ryan yang masih menutup matanya tentu tidak tahu,
bahwa Shara sedang membasuh memarnya sambil menikmati setiap sudut wajah
pemuda itu, setiap sudut wajah yang membuatnya terdiam dalam
penyangkalan tentang statusnya.
Ryan membuka matanya karena Shara sudah menurunkan tangan tampaknya gadis itu sudah selesai mengompresi bagian itu.
Shara sedang mengangkat tangannya lagi untuk membasuh tulang pipi Ryan,
tepat saat tangan pemuda itu menyambar tangannya hingga terhenti di
udara. Entah untuk apa.
Shara baru menyadari kini wajah Ryan kian dekat dengan wajahnya.
Genggaman dan hembusan nafas Ryan memompa darahnya untuk berlarian
memasuki jantung kecilnya yang berdebam-debum tak karuan. Sesaat Shara
seperti terbawa ke alam tidak nyata. Ia mengankat sebelah tangannya yang
lain, hendak merengkuh wajah Ryan.
"Cklek.."
"Ryan.. I..." Justin menghentikan ucapannya. Seakan-akan melupakan niat
awalnya untuk mengucapkan seuntai kata. Ia terpana melihat adgean mimpi
buruknya menjelma jadi kenyataan. Posisi Ryan dan Shara terlalu dekat,
wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Tangan Ryan sedang menahan
satu tangan Shara sementara gadisnya sendiri sedang melayang di dekat
pipi Ryan.
Sekarang Justin tahu apa arti guratan aneh di mata Shara kemarin. Benih itu sudah menemukan mataharinya yang dulu.
"Justin!" Ucap Shara saat melihat Justin berusaha akan pergi dari balik pintu.
Justin mendelik tajam ke arah mata Shara sebentar lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan pencium ketidak harmonisan itu.
"Justin wait..." Shara langsung beranjak lari ke arah Justin dan mencoba menahan pergelangan Justin yang kokoh.
"Listen to me first..." Ujar Shara.
"I am not in the mood, get off! Don't meet me now!" Ujar Justin tanpa membalikan tubuh notabenanya.
"No.."
"I SAID GET OFF!" Penggah Justin sambil menarik pergelangan tangannya keras dan meninggalkan Shara sendiri.
Shara menunduk, bersandar didinding sambil menatap punggung itu menjauh
pergi, baru saja pagi ini dirinya merasa bahwa tak akan sebongkah
masalah akan merusak hubungannya. tapi nyatanya? Kecemburuan telah
merasuk dalam tubuh Justin.
"Tuhan.... jangan biarkan kesalah pahaman membuat kita jadi menjauh bahkan terpisah" Pinta Shara dalam hati kecilnya.
***
Pagi, melarutkan embun dengan doa-doa, merengkuh jiwa ke perhelatan
rindu bersama semesta dan cahaya. Mata dan hari kini mengintai sekujur
insan di balik pelupuk gundukan benda putih seperti kapas. benda kuning
itu mengintip cemas, mengendap penuh hati-hati saat memonitori tubuh
gadis yang sedang duduk melamunkan diri dibalkon kamarnya.
Semenjak kejadian pahit itu, Shara sudah kembali kediamannya, semenjak
kejadian itu dia tak pernah mendapatkan kabar berita dari diri Justin
sendiri, semenjak kejadian itu sudah puluhan sms dan telfon yang Shara
lontaran benar-benar Justin tolak. Ini sudah hari ke tiga semenjak
kejadian itu.
Disisi lain sosok lelaki itu, sosok yang menjadi objek utama Shara kini
mencoba diam, menghindar dan menjadi munafik. Jalan yang dipikirnya
paling baik untuk dirinya dan Shara.
Justin memutuskan membuang jauh jauh perasaannya.
Ia selalu berpura-pura tuli setiap saat telfon tersambung di
handphonenya itu dari Shara, ia selalu berpura-pura buta setiap saat
dirinya membaca genangan pesan masuk dari Shara dan ia menjelma menjadi
tembok bisu untuk Shara saat ia harus bertatap muka dengan gadis itu.
Tiap kali dirinya melihat Shara, ia selalu mengendap-endap dan menyurvei
keadaan terlebih dulu. Kadang ia harus bersembunyi di balik pilar atau
tembok jika tiba-tiba Shara muncul. Gerak-geriknya persis buronan yang
sedang dikejar polisi. Justin berasumsi terlalu dini sendiri, semakin
jarangnya ia melihat gadis itu maka hatinya akan berhenti menjerit-jerit
kesakitan.
Ia mendiamkan hatinya dari segala macam bunyi berlebihan yang selama ini
menyulitkan. Ia menghindar dari kedua objek yang membuatnya seperti
ini, Shara dan Ryan, karena mereka itu yang menjadi sosok Justin menjadi
munafik dengan bertingkah sebagai artis yang sedang menjalankan tour
besarnya, kembali dijalan penuh keglamouran dan penuh kilasan lampu
kamera dan menganggap dirinya tak pernah punya kisah apa-apa dengan
dunia pribadinya.
Ia memilih mengalihkan perasaannya dengan bekerja sekeras-kerasnya,
menjalankan tour, interview dan banyak menghabiskan waktu di studio agar
kejadian itu benar-benar pergi dari ubun-ubunnya, benar-benar kalap
dimakan waktu. Justin tidak mau memikirkan Shara atau Ryan sekalian pun.
Ia tahu dia egois, tapi menurutna inilah jalan satu-satunya. Hati ini,
Organ kecil ini betul-betul merepotkan dirinya.
***
- Justin's POV -
Siang itu. Matahari masih ditempatnya, berpijak tanpa lelah menuruni
segontai cahaya panas tak berlekas dan harusnya Justin menyimpan
egoisnya sebentar, biarkan nafasnya berhembus lirih.
Justin sedang duduk dibackstage sebuah gedung tempat dirinya akan mengadakan sebuah acara.
Tinggal hitungan menit, Justin akan bernyanyi disebuah acara reality
show. Tiba-tiba saat dirinya sedang membenamkan pelanya disenderan sofa,
dirinya merasakan getar yg bermuasal dari iphonenya.
Justin merogoh kantong celananya lalu mengeluarkan ponselnya.
From: My Shara
Justin, can we meet? I need to talk with you. Please...
Justin mendesah, meletakkan ponselnya lagi ke kantungnya, berlakon seakan tidak pernah membaca pesan sejenis itu.
Pesan seperti tadi sudah ribuan kali diterimanya.
Teriakan namanya sudah beratus kali ia hiraukan dan perpuluh-puluh kali
ketukan di pintu kamarnya diiringi pekikan nyaring dan ancaman dobrakan
sudah ratusan kali diacuhkannya. Tidakkah Shara sadar? Selama Shara
belum bisa menata hatinya, ia akan terus menyakiti Justin.
Sementara Ryan bertindak lebih bijaksana dengan mengikuti jalan yang dipilih Justin dan tidak berusaha ikut campur.
***
- Shara's POV -
Shara meringis. Ia merana setiap kali harus terus menderita perasaan
bersalah tiap mencium segala hal yang berkaitan dengan nama 'Justin'
yang membuatnya merasa makin jahat terhadap Justin. Entah apa kabarnya
tempramen cowok itu.
Berjam-jam didepan tv sudah membuat Shara muak dan bosa. Derita lain
bagi Shara adalah hadirnya sejumlah gadis cantik dari kalangan artis
lain dan fans-fansnya selama beberapa hari ini menjadi sudut pandang
yang mendongakan hati Shara.
Dengan keretakan hubungan Justin-Shara yang kini beredar dibeberapa
gossip layar kaca dan TTWW di Twitter, banyak sekali gadis yang beraksi
dan banyak loakan acuh ditimpati untuk membuat Justin menjauh dari
Shara.
Tapi biasanya Shara melihat Justin hanya diam atau membisu saat beberapa paparazi memintai Justin untuk diwawancara.
"Dad? Mau kemana?" Tanya Shara.
"Ke Vanity Fair Hall, Justin akan tampil disana" ujar Wilson.
"A..aku.... Boleh ikut?" Ungkapan kecil hati Shara yang rindu sosok Justin kini akhirnya berkuak.
"Absolutely yes, I know Justin will be happy" ujar Wilson.
"Cepat" ujarnya lagi.
Shara mengangguk, menghela nafas mencoba mencerna kata kata ayahnya, yup Shara harap Justin akan senang dengan kedatangannya.
***
- Justin's POV -
Setelah melakukan interview tentang tour besarnya, sekarang saatnya
Justin untuk tampil menghibur para fansnya di Vanity Fair Hall. Justin
sedang berusaha melatih pita suaranya di sudut lorong backstage saat
seseorang menjawil bahunya dari belakang. Dengan sigap Justin langsung
memutar tubuhnya sembilan puluh derajat.
"Wha.." Ujar Justin terhenti sontak melihat perempuan yang menahan saat
ia berjalan, gadis ini... Dengan dress selutut berwarna pale tak
bermontif yg telihat santai, cardigan putih dan rambut yang diurai.
Cantik dan sangat membuat aliran darahnya mencepat karna wangi tubuh
yang dirindukannya.
"Justin?" Ucap Shara sedikit engos-engosan karna saat sampai Shara
langsung mencari Justin yang pasti berkeliaran dibelakang panggung.
Justin mendengus, berniat membalikkan badannya lagi. Sayangnya sebelum
niatan itu terpenuhi, Shara menahan dan menarik salah satu tangannya,
hingga Justin harus tetap berdiri menghadap Shara.
Justin memalingkan wajahnya, megacuhkan Shara yang berkata tertahan.
"Justin.. please.. I just"
"Justin! 5 more minutes left" ujar Kenny keras dari ujung lorong.
Justin bergegas menarik tangannya dengan kasar lalu kembali berjalan ke
arah Kenny tanpa memperdulikan Shara. Ia menghela nafas, berusaha
mengusir kehangatan tangan kokoh Shara di pergelangannya. Sungguh,
perempuan itu sudah berusaha terlalu keras untuk menjelaskan apa yang
terjadi. Justin menyadari Shara betul-betul menyayanginya.
***
- Shara's POV -
Shara menghela nafas, memutuskan kembali untuk menunggu Justin diruang
ganti tepat dibelakang Stage. Ia mengangkat wajahnya, saat beberapa kali
melihat sosok Justin kembali tengah berkeringat dan bergegas mengganti
bajunya lalu melewatinya dan pergi ke atas stage lagi tanpa berpaling
kearahnya.
Shara berusaha menahan air matanya yang hampir merebak. Hari ini ia harus bisa menjelaskan pada Justin.
***
Tapat pukul 9 malam, konser Justin rupanya sudah berakhir. Shara
mengintai tubuh Justin yang sedari tadi dikawal beberapa bodyguard
menuju ruang gantinya. Dengan lirikan di pelupuk matanya Shara melihat
Justin masuk ke ruangan itu. Sendiri. Dengan sigap Shara langsung
mengekori Justin sampai didepan pintu yang bertulisan 'Justin's Room'.
Dengan tubuh yang mengetar Shara mendongak pelan, membuka celah dari
pintu sampai dirinya meresapi dingin semburan air conditioner dari dalam
ruangan. Shara menangkap tubuh Justin yang sedang berdiri didepan
cermin. Dengan cepat Shara langsung masuk keruangan yang sama dan
menutup pintu itu rapat-rapat.
"Justin?” nada panggil dengan aksen yg halus.
Justin melihat dari cermin yang menangkap tubuh Shara. Ia mendesah tak
kentara, suara itu toh masih bereaksi pada aliran darahnya yang kini
berkejaran yg membuat Ia bergegas menuju ke luar ruangan. Justin baru
akan melangkah kearah pintu, saat tangan Shara mencekalnya, memaksanya
menatap mata Shara yang berkilat tajam.
"Please...." Pinta Shara.
Justin mengalihkan pandangan ke lantai, lalu perlahan melepas lengannya dari cekalan Shara, menyusupkan serpihan beling hatinya.
Tanpa memandang lapisan bening pencair tembaga itu lagi, Justin kembali
kearah cerminnya dan berusaha mengalihkan pikiran dengan bermain alat
komukasinya.
"We need to talk” ujar Shara.
Justin bisa menangkap suara Shara yang terdengar agak putus asa dari belakangnya, ia masih berdiri di tempat yang sama.
Yang menyahuti Shara hanya kebisuan.
Shara menatap punggung Justin dengan lelah.
"Justin" Shara tak bisa menutupi suaranya yang mulai bergetar karena frustasi.
“It hurts me.” Ujar Shara lirih.
Seketika Justin menghentikan permainan jari di iphone lalu menatap mata Shara lewat cermin yg dipantulkan.
"I don't ask you to say, I just want you to hear what I say"
Justin bisa mendengar bunyi samar dari ketukan langkah Shara yang mulai
mendekatinya dari belakang, dan Shara sedang menatapnya tajam.
"I just want you to know.. I never used to have this feeling for any
boy. Actually, for everything. Me and Ryan never have any relationship. I
just love you. Just. Love. You”
Shara berhenti bicara, berusaha memberi Justin waktu memikirkan ucapannya, membangun atmosfir bahwa ia tidak sedang main-main.
"Do you know what I did when you saw me with Ryan?" Shara melanjutkan,
seakan bertanya sendiri. Sementara Justin berpura tak acuh padahal juga
ingin tahu apa yang dilakukan Shara.
"I was helping Ryan cos his forehand was blonded.. Either you believe in
me or not its all up to you.. I just want to give you to think all over
again... If you still believe in me and.. Love me you can meet me
tomorrow night at park as usual" Shara berjalan mendekati Justin lagi,
berhenti hanya beberapa inci di belakang punggung pemuda itu. Kedua
tangannya terulur sejauhh jarak yang ada, lalu mengusap pelan sepanjang
lengan Justin, yang berusaha memberontak pelan.
"You can't act like I'm not here... If you can feel this" ucap Shara pelan.
Justin mendesah dan berhenti bergerak. Berusaha mengebalkan kulitnya yang mulai menghangat.
Shara masih menggenggam kedua telapak tangan Justin yang sekaku papan.
"Just so you know .. I will never let you .. or this relationship go.
Whatever it takes" ujar Shara sambil melingkarkan tanganya diperut
Justin, mendekap erat tubuh kekasihnya.
Masih dengan lakon yg sama.
Shara berkata dari balik punggung Justin.
"Or whatever your answer is... I know you miss my hug and I know you miss...."
Shara berhenti bernafas menengkan kepalanya lalu mencium tegak belakang leher Justin dengan lembut.
"You miss my kiss..." Ujar Shara cepat yg langsung melepas pelukannya
berbalik badan dan berjalan cepat meninggalkan ruangan itu.
Diposisi yang sama Justin berkaca, menatapi punggung gadisnya menghilang dibalik daun pintu lalu berkata,
"Yeah.... I miss you so much, Shar"
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar