Sabtu, 26 Januari 2013

How To Love - Part 10

Re-post 
...:: How To Love ::... 
Part 10

Story by @BieberLSIndo


***


- Shara POV -

Shara terus berlari, menginjakan tepi bumi dengan gerham, setiap langkah cepatnya ia gulirkan dengan setiap tetesan mahal dari pelupuk matanya.
Kemana rindu ini harus diterpa? jika sang badai tak lagi menampirnya, kemana kasih ini harus berlabuh? Jika sang dermaga tak lagi ingin menjemputnya.
"Bruk!"
"Hey hey Shar? What's up?" Ucap Seseorang yang sekarang membekap wajah Shara didalam dadanya dengan timbuan tangan yang melingkar mengusap rambut dan punggung Shara.
Shara membiarkan air matanya kini membasahi kaos berbahan lembut sejenis sutera, tanpa ingin sejenak tau siapa yang sedang menjadi sandaran sedihnya.
"Its about Justin, isn't it?"
Shara menggeram, mencoba memberhentikan isak sungai air mata di pipinya, perlahan ia mencoba bangun dan meratapi wajah yang sedari tadi menenangkan keangkuhan rasa laranya.
"R... Ryan?" Ucap Shara ragu sambil menghapus sisa genangan air dipelupuh matanya.
"That's okey... Fortunately, you cried in my shoulder not anyone who doesn't know you" ujar Ryan.
Shara mengangguk, benar juga kata Ryan, untung dia bertemu Ryan bukan bertemu orang lain.
"Wanna come with me?" Ujar Ryan sambil menyodorkan telapak tangannya pada Shara.
Shara masih diam, mengerjap matanya beberapa kali.
"Cmon... You need somebody to hear your story" ujar Ryan mendekatkan telapak tanganya lagi pada Shara.
"Ha...em... Yes" ujar ragu Shara terlontar sambil mengampit telapak tangan Ryan.
Ryan tersenyum lalu berjalan menjinjing pergelangan Shara menuju belakang gedung.

***

Shara sedang menatap bulan yang mengucap sebait doa, melihat bintang yang bersyair tentang cinta dengan kelipnya meruntuhi derita. Sungguh indah Tuhan merancangnya. Tapi tidak untuk dasar hatinya. Hampir sepuluh menit sudah Shara membuang percuma hanya dengan menutup mulutnya rapat rapat menatap langit hitam yang disinggahi beberapa sekelebat bayangan sosok Justin, pemuda yang benar-benar ia rindukan.
"Shar?" Panggil sosok yang baru datang dari balik punggungnya.
Shara mendengak, mendapati lelaki yang bernama Ryan.
Ryan menyinggung senyum sambil menyodorkan sebuah kaleng minuman penambah energi yang cocok sekali untuk kerlingan tubuh Shara yang sedang lemas.
"You... Need it, take it" ujar Ryan.
Shara mengambil nafas mencoba menahannya namun nafas itu bergulir lagi dengan perlahan.
"Thanks" ujar Shara sambil mengambil botol kaleng ditangan Ryan.
Shara menenguk sedikit demi sedikit minuman yang terkecap rasa aneka buah.
"Ehm..." Ryan membersihkan tenggorokannya salah tingkah, memandangi langit secara angkuh karena ia menolak untuk menatap Shara.
Ryan menghela nafas, akhirnya melihat ke arah manusia lain di dekatnya.
"What are you thinking of?" Ujar Ryan.
Shara mengangkat alis.
"Justin?" Ujar Ryan sambil mencoba melirik dongkak ke arah Shara.
"Ha?"
"I know you're thinking about him" ujar Ryan memutar bola matanya.
"Whatever, its not my problem" ujar Ryan memandang Shara lekat-lekat.
"I just want to say, don't ever you make Justin hurts"
Shara makin tidak mengerti arah pembicaraan ini, ia mengangkat bahu.
"You're late" ujar Shara pasrah.
"I have been hurting him" ujar Shara dengan nada dramatis hingga Ryan tercekat.
"Tell me now" ujar Ryan.
Shara menghela nafas, mencoba mengaturnya lalu tak segan bicara pada Ryan, mereka berdua kini duduk berdampingan seperti kawan lama yang saling bercerita soal kabar dan kisah cinta.
"So? Justin never wants to talk with you? Hemm something's like he tries to go away, doesn't he?" Tanya Ryan.
Shara menghela nafas dan mengganguk kecil.
"I know... Its all because of me too... But I have been knowing Justin since he was a kid, I know how he got and never got caring and loving, justin's drought love. He rarely gives and receives rare items (aku tahu, ini sebab ku juga, tapi aku kenal Justin dari kecil tau gimana dia ga pernah dapet dan ga pernah percaya dan perhatian. Justin itu kekeringan cinta. Dia jarang memberi dan menerima barang langka itu)" ujar Ryan.
"Consciously or unconsciously, when you stand in front of him. He gave love to you. All of them. Until the bottom of his heart did he gave for you (Sadar atau tidak sadar, saat kamu berdiri di depan dia. Dia memberi cinta itu ke kamu. Semuanya. Sampai dasar hatinya pun dia kasih untuk kamu)" ujar Ryan.
"I know he will come tomorrow believe in me don't be sad again... I know he loves you so much" ujar Ryan sambil berdiri lalu melangkah ke depan Shara yang sedang mengangkat wajah untuk menatapnya.
"I will go, I think you need to be here alone" ujar Ryan mengedikkan bahunya untuk terakhir kali lalu mulai berjalan menjauh, membelakangi Shara yang kini berteriak tertahan.
"Ryan..... Thanks"
Ryan tetap berjalan sambil mengangkat dagunya sambil tersenyum.
"Anytime"
Ryan berbalik lalu berjalan lagi.
Shara tertawa pelan seiring pemandangan punggung Ryan yang menjauh, keheningan mulai bersahutan dengan tiupan angin yang menebal.
Shara menengadah saat dilihatnya puluhan bintang hilang ikut terbang bersama embusan itu.

***

Next day...

- Justin's POV -

Awan berlomba menaungi semesta. Warna kemerahan terselip antara-nya, seolah berbisik malam segera tiba tapi jawaban itu belum juga tercairkan oleh es dalam otaknya.
Justin yang sedari tadi terdiam menatapi televisinya berteman sepi dan sunyi.
Shara, Shara, Shara sudah beribu-ribu kali pikiran itu menyauti panggilan otaknya, namun sosok itu lagi-lagi tak juga berwujud asli, tak lagi datang untuk dipeluk, diranggah dan disandarkan.
"Justin? Why do you still stay here?"
Segumpal kata kata itu kini hadir dibalik pintu kamarnya.
Justin menaikan alisnya, tidak mengerti apa yang dibicarakan Ryan.
"You...."
"You shouldn't be here!! You should meet Shara" ujar Ryan
"How.... How could you know?" Tanya Justin sarkatis.
Ryan berjalan mendekat ke arah Justin senatap bodoh ke arah wajah Justin sambil melipat kedua tanganya simpul di dada.
"Have you ever watched 'If Only Jenifer Love Hewitt' movie?" Ujar Ryan.
Justin mengangkat bahunya bingung.
"Huuuh, this film is so awesome, its about yeah sad ending of the relationship cos the boy never wants to take second choice to come back with his girl, to the point... Do you want to be the next who feels as that boy? Break up because of you never want to take second choice?" ujar Ryan.
Justin tersentak, menyadari pertanyaan retoris yang dilontarkan Ryan, berusaha menangkap apa hubungannya film tadi dengan pertanyaan yang serasa menyindirnya.
Justin memberanikan diri untuk menatap mata Ryan.
Rupanya, hati Justin itu telah menemukan jawaban.
Ryan memandang langit sore yang menggelap dari jendela besar dan terkesiap pelan, seakan melupakan sesuatu
"Already night? So where's she? Is she waiting for her price charming? I hope it will be like a cinderella story, happy ending"
Justin mengerti sekarang. Karena alasan aneh dan samar inilah, Justin memutuskan untuk mulai berlari menuju tempat singgahan perempuan itu.

***

Kelabatan bayangan itu memburu di otaknya, melucuti nafasnya hingga tersengal. Untuk alasan yang kabur dan samar, ia tak mementingkan apapun selain terus berlari, mengejar. Kebenaran bahwa ternyata hatinya sudah terikat dan terbawa oleh harum memabukkan sebuah rengkuhan. Dekapan yang tampaknya ia takkan pernah sanggup kehilangan.
Matanya menelanjangi taman ditengah kota Los Angeles malam itu. Tuhan, semoga semuanya belum terlambat.
Justin menarik nafas, Garis bawah matanya kini melintang sejajar dengan rumput-rumput yang diinjaknya. Ia mengerjap sekali lalu memicingkan mata, namun yang ditangkap fokusnya hanyalah guratan suasana yang sepi dan mencekram.
"You're coming.." Kehangatan suara baritone itu menelusup ke dalam telinga lalu hatinya. Justin membalik badannya dan terdiam memandangi Shara yang sedang berdiri dibelakangnya. Entah darimana dan kapan gadis itu muncul.
Justin mengangguk samar dan tiba-tiba tak tahu harus berbuat apa. Padahal tadi banyak sekali yang ingin dikatakannya, ditanyakannya dan dilakukannya pada sosok gadis cantik di hadapannya. Semua itu seperti tertelan oleh atmosfir aneh yang terbangun baru saja.
Shara berjalan melewati Justin dan mengambil posisi disebuah kursi taman.
Justin pun mengikut dan mengambil posisi yang ada sedikit berjarak.
Shara menghela nafas panjang, lalu memegang dadanya sendiri. Ia tidak mau organ kecil di dalam sana berubah lagi. Karena mungkin, jika kali ini muncul satu karat kembali, hatinya itu takkan pernah pulih dan terobati.
Cukup lama indera pendengaran gadis itu ditulikan kekalutannya sendiri, hingga saat ia berbalil ia tak percaya apa yang dilihat matanya.
Pemuda yang disayanginya sepenuh hati itu tengah merunduk, Shara mulai mengerti. Ia segera menyiapkan hatinya untuk mendengar sebuah jawaban.
"Falling in love is like jumping off a tall building, your brain tells you it's not a good idea but your heart tells you, you can fly" Justin berbicara pelan.
Shara memperhatikan Justin tanpa ragu. Harum pemuda itu membuat Shara ingin memeluknya kuat-kuat. Tapi gadis itu hanya terus mematung.
Justin menarik jemari Shara membimbingnya ke dadanya dan Ia sendiri mulai bersimpuh di depan Shara. Tak lama Justin mendengakan kepalanya melirik Shara sambil mendekati telinga gadis itu, Shara bisa mendengar pemuda itu berbisik lirih sambil terus menggenggam dan membelai tangannya.
"Now I understand... I'll take it, if you just take my hand There's no turning back...I couldn't stay away from you.. I.....love you so much" ujar Justin sambil mencium pipi Shara.
Shara tersenyum, akhirnya dia bisa kembali merasakan ciuman pipi yang menghangatkan seluruh tubuhnya.
"Thanks" ucap Shara pelan.
Justin mengangkat wajahnya.
"For?"
"For loving me"
Justin tersenyum,
"Your welcome" ujar Justin.
Justi berpindah duduk kesamping Shara merapatkan sambil membawa tangan Shara dalam jemarinya, Lagi-lagi Justin memandanginya dengan tatapan maut itu. Membuatnya pembuluhnya berdesir pelan, tiupan angin yang membawa daun daun terbang bersamanya, menyisakan kegelapan yang berdesau di sekeliling Justin dan Shara.
Shara bisa merasakan Justin tiba-tiba mempersempit jarak antara mereka, membuat Shara sedikit rikuh. Jantungnya berdebar hebat saat Justin melayangkan tangannya mendarat di dekat tengkuknya.
Shara kini bisa menangkap kilatan cahaya bulan yang terpantul dari mata Justin yang hanya berjarak beberapa centi darinya.
Ia menahan nafas saat Justin sedikit berjingkat dari posisi duduknya, semakin mendekat hingga tangan pemuda itu naik ke dekat kepalanya, Beberapa helai rambut yang menutupi wajah Shara kini disampirkan ke satu arah dan mengecup bibir cepat.
"Like you said, I missed your kiss" ucap Justin tersenyum simpul dan berhasil membuat pipi Shara memerah.
"Your cheeks are red" kata Justin menjawil pipi Shara gemas.
"No no no, don't look at me look at the star" ujar Shara sambil mencoba menutup wajah Justin terkekeh.
"Hahaha no..."
"Why?"
"Cos you're my star" ucap Justin.
"Isssh gombal" ujar Shara.
"What?"
"Nope hahaha lucky you don't understand" ucap Shara sambil tertawa.
Justin menggelosor menjauh, pemuda itu manyun melihat Shara tertawa terbahak-bahak hingga memukuli bangku taman.
"Sorrry" ucap Shara sambil bermanja di pergelangan Justin.
Justin tersenyum lalu mengacak poni gadisnya lalu menyenderkan kepalanya di kepala Shara

Justin menatap Shara yang tertidur di jok sebelahnya, mengusap pipinya lalu memperhatikan kalender di depannya. Sebentar lagi... Mungkin ia harus secepatnya berguru pada Pattie.

***

Shara merasa tak percaya bahwa ternyata ia telah memenangkan hati kekasihnya lagi. Shara memejamkan mata kembali, menghirup udara kuat-kuat dan merasakan setiap sel tubuhnya berteriak-teriak bahwa ia menyanyangi Justin setengah mati.

***

Monday, June 20th 2011

- Shara's POV -

"Shar, bangun"
Shara mengerjap matanya dua kali, meraba tatapan terawang dari balik pupil matanya. "Pesawat udah mau landing" ujar sang ayah yang berada di sebelahnya.
Shara mengangguk dan melihat pemandangan yang bergemuruh sangat cantik dari balik jendela pesawat terbang yang ditumpanginya.
Ini sudah hari ke 5 saat kejadian kembalinya Justin dalam pelukannya, dan hari ke 5 ini pun Justin tengah melakukan tour albumnya. Sesering mungkin Justin mengabari kabar dan kondisinya saat waktu luang dan untung saja hari ini Wilson mengajak Shara untuk pergi kesebuah negara yang sangat dicita-citakan Shara dalam rangka mengisi liburan sekolahnya.

***

Wilson menatapi layar lampu lalu lintas di depannya, ikut menghitung mundur angka-angka berwarna merah menyala itu dalam hati. Seraya mengetuk jendela mobil tidak sabar, Wilson melirik jam Fosil di pergelangan tangannya, Setelah angka-angka di depan sana bergradasi menjadi warna hijau, supir mobil itu segera melajukan mobilnya. Mobil itu mengilap itu menyalip lincah di antara kendaraan lain yang bergerak lebih lambat.
Wilson melirik ke anak gadisnya yang sedang menunduk dengan bahu yang terkulai lemah dan memutar mutar handphonenya sedari tadi. Wajah gadis itu seakan-akan menunjukkan bahwa ia sedang menanggung dosa seluruh umat manusia di pundaknya.
"Shar?" Dehem Wilson.
"Ya?" Jawab Shara singkat, sepintas melirik ke arah Wilson seakan baru menyadari kehadirannya.
Wilson menatapi gadis di sebelahnya lekat-lekat dan menyadari ada yang berbeda disana. Efek ini terlihat bukan karena pulasan tipis make-up Shara yang sudah tidak terselamatkan dari keringat hingga membuat anak anak rambut menempel dan membentuk bingkai di tulang rahang gadis itu. Tapi karena ada raut arogan yang tak dijumpainya.
"Kamu kenapa? Bukannya kamu seneng kita udah sampe di Paris? Ini kan negara yang paling pengen kamu kunjungi?" Tanya Wilson.
"Aku seneng ko dad...banget... Tapi ada yg kurang" Kata Shara sambil menarik salah satu ujung bibirnya ke atas.
"Terus? Justin? Are you missing him?"
"Ih... Engga..." Ucap Shara malu sambil mengantuk dan menyenderkan kepalanya di jendela kaca mobil yang sedang melaju dikeramaian kota paris siang itu.

***

Seraya langit berucap dengan efeknya, bedebah betapa manjanya angin-angin yang ingin selalu membangunkannya dari tidur kalap yang nyenyak ini.
Shara tidak mengingatnya secara jelas. Dia tidak tahu apakah itu mimpi atau kenyataan. Seingatnya, ia tertidur di mobil volvo abu yang membawanya dari Orly Airport, karena kantuk yang tak tertahankan, Shara membiarkan Seseorang membopongnya. Dan ia jatuh tertidur sampai sekarang karena kelelahan karena berjam-jam di dalam pesawat.
Shara membuka matanya lalu mengerjap-ngerjap. Ia melihat lampu pernik yang cantik di atasnya dan mengerutkan kening, lalu mendapati sebuah jam digital di dekatnya. 5.22PM? ah, masa sih ia tidur selama itu ?
Pertanyaan lain yang berputar di kepalanya sedari tadi. Dimana ia sekarang? Shara bangun dari posisinya lalu duduk bersandar ke kepala ranjang. Ia memandang sekelilingnya, ia mendapati sebuah cermin besar bergaya kuno berwarna cream di seberangnya. Di sudut lain, ada dua buah sofa dan meja kecil bernuansa senada. Wallpaper dan lantai marmer yang berwarna creamy white semakin menguatkan nuansa klasik kamar ini.
Shara menoleh ke samping, mendapati sesuatu di atas nakas samping ranjangnya. Sebuah nampan berisi segelas susu, sebongkah garlic bread, sepucuk kartu dan setangkai mawar berwarna puith juga. Shara tertawa kecil, ini adalah salah satu perlakukan hangat Justin beberapa waktu lalu kepadanya. Benarkah ada Justin?
Shara meraih dan menaruh nampan itu di pangkuannya. Ia menyusupkan beberapa anak rambut ke belakang telinganya. Sambil menyesap susunya. Shara mengambil kartu di nampannya yang ternyata cukup berat. Shara membukanya dan mendapati sebuah kartu bertulis tangan.

“Even with your pillow face, you’re still the most beautiful girl I’ve ever met .. Love you, sleepyhead :)”

Shara tersenyum kecil lalu mendapati tulisan kecil yang berada di ujung kartu.

“meet me @ the kitchen if you already woke up :)”

Sebenarnya ini siapa? Mana mungkin ayahnya melakukan dia bah Juliet...

***

Shara mengintip dari celah pintu ‘kamar’nya yang terbuka. Takut, ia sedang dikerjai atau apa. Yang menyambutnya adalah sebuah ruang besar dengan kaca transparan yang menggantikan fungsi dinding di dua sudut di seberangnya. Di tengah ruangan, ada sebuah karpet besar dan TV Plasma 42” yang tertanam ke tembok.
Shara mengedarkan pandangan lagi. Ada dua kamar lain di sebelah kamarnya dan diantara kamar Shara dengan salah satu kamar terdapat sebuah pintu besar yang terbuka sedikit. Pintu itu menuju ruangan yang menjorok keluar. Mungkin, balkon.
Shara berjingkat pelan keluar. Tampaknya dapur yang dimaksud tidak di lantai ini. Shara pun melangkahi tangga menuju ke bawah. Shara mengintip dari celah tralis tangga. Dan apa yang dilihatnya, mau tak mau membuatnya tertawa kecil.
Tangga di bagian bawah ini terhubung langsung dengan dapur yang juga bernuansa putih klasik.
Seseorang dengan postur tubuh yang sangat ia kenal tengah mencacah entah apa dengan diiringi suara berdesis dari panci dibelakangnya.
"Excuse me...."
Lelaki itu menoleh ke arah Shara.
"JUSTIIIIIIIN!" Teriak Shara yang membuat dirinya menubruk memeluk tubuh Justin.
"Hey baby" ujar Justin sambil mengelus rambut Shara.
"What are you doing here? You said you're in Japan?" Ujar Shara heran.
"Just kidding.. I want to make a surprise" ujar Justin tersenyum.
"Where is my daddy?"
"Hotel..."
"We?"
"Another place, just both of us" ujar Justin lalu mencium pipi Shara.
Shara tersenyum, senang sekali dirinya dapat bertemu Justin, liburan bareng Justin pula.
"Are you cooking?" Tanya Shara.
“Don't laugh!” kata Justin sambil tersenyum
Shara menuju ke meja dapur tempat Justin mencacah. Meja dapur ini bentuknya seperti meja bar. Setinggi pinggang di bagian belakang dan setinggi dada di bagian depan. "Can I help you?"
Justin menggeleng dan mencegah.
"No .. no .. no .. Today, I serves you, princess..." kata Justin sambil mengedipkan sebelah matanya. Shara tertawa lalu memilih untuk duduk di bangku tinggi yang berjejer di bagian depan meja dapur.
"Oke, Chef" ucap Shara jahil
"So? What's food for our dinner?"
Justin menuntaskan cacahan daging di hadapannya, lalu beralih memotong timun.
“Just a simple set. French Salad, Cream of Potato, Neapolitan Tagliate…”
"Hah?" Shara bertanya bingung
Justin menjawil hidung Shara dan tersenyum manis.
Shara menghembuskan nafas dan tersenyum, memperhatikan Justin yang sedang memotong timun dengan serius lalu berbalik ke belakang untuk mematikan panci airnya yang berdesisi. Manisnya Justin.
Justin sudah selesai dengan paprikanya, dia berbalik utnuk mencuci tangan lalu mengambil sebuah kotak karton dari rak dapur, menuang isinya dan mengadonnya dengan air.
"Wanna taste?" Justin mencolek adonan putih itu dengan telunjuknya saat Shara mengangguk mau. Namun, alih-alih menyodorkannya ke mulut Shara. Justin mencolekkannya ke ujung hidung Shara lalu tertawa.
"JUSTIIIIN" teriak Shara lalu mengejar Justin ke belakang meja dapur, mengambil alih adonan pancake itu lalu mencoret-coret muka Justin, yang akhirnya pasrah dan tertawa-tawa

***

"Are you done?" Shara mengetuk pintunya dari dalam dengan gemas. Setengah jam yang lalu, Justin memintanya masuk ke kamarnya sendiri, menyuruhnya mengenakan dress ungu yang katanya tersampir di ranjang lalu tiba-tiba menguncinya dari luar.
Shara akhirnya memutuskan kembali dan duduk di pinggiran ranjangnya. Ia melirik ke arah jam digital dan mendapatkan angka 7.02PM disana. Lama-lama Shara bisa tertidur lagi nih, menunggu Justin memanggilnya.
Shara merapikan ujung dress-nya. Dress selutut ini benar-benar indah, terdapat lipatan gombray, atasnya berbentu tube dress atau semacam kemben dengan bagian depan yang tertutup dan punggungnya terbuka sedikit membentuk ‘V’ tirus memanjang hingga ke bagian bawah punggungnya.
Shara jadi bingung, untuk apa sih ia berpakaian begini? lalu untuk apa pula Justin membawanya kemari!
Pikiran Shara terpecah bunyi pelan dari luar. Samar, namun ia masih bisa mendengarnya. mungkin Justin sudah membuka kamarnya. Shara berjalan ke arah cermin besar itu untuk mematut dirinya, lalu memutuskan menguncir setengah rambutnya. Saat ia merapikan rambutnya, tiba-tiba lampu kamarnya meredup dan ia diselimuti kegelapan.
“Aaahhh ..” Shara mendesah, mengeluh karena ia tidak suka dikerjai sperti ini. Bener-bener Justin ini. Lihat sampai ketemu diluar. Shara meraba pinggiran cermin, berusaha mencari jalan keluar. Kepalanya hampir saja menabrak pintu. Tangannya mencari-cari kenop pintu lalu setelah menemukannya, ia memutarnya ke bawah.
Sebuah pemandangan indah menyapanya, jauh dari bayangannya. Lilin-lilin kecil dan kelopak-kelopak mawar putih di dua sisi membentuk sebuah jalan kecil mengarah ke balkon yang tadi dilihatnya sekilas. Shara tersenyum seraya menggelengkan kepala, tidak menyangka Justin seromantis ini, walau harus membuatnya jengkel terlebih dulu.
Shara mendesah pelan, dan membiarkan cahaya menuntunnya hingga menuju balkon. Shara membuka pintu balkon dan angin menyambutnya pelan. Balkon menampilkan pemandangan yang lebih memukau. Bukan hanya karena ratusan lilin dan mawar putih lain yang menghiasi lantai dan meja panjang putih disana saja yang membuatnya takjub. Langit malam kala itu hitam cerah, Shara bisa melihat kerlip bintang lemah diatas sana dan balkon menampilkan sosok gagah menara terromantis di dunia, Eiffel menjulang sebagai latarnya.
Shara mengedarkan pandangan lagi. Ada sebuah bangku kosong di ujung meja panjang itu. Di ujung satunya, alih-alih melihat Justin, ia malah melihat sebuah boneka beruang putih berukuran, mungkin, setengah tinggi badannya. Astaga, kejutan apa lagi sih ini?
"May I lead you to your seat, please mademoiselle ?” Tiba-tiba Justin muncul dari belakangnya. Dengan kemeja ungu dipadu jas charles and keith, vest dan dasi kupu-kupu hitam serta kain putih kecil yang melilit pinggangnya. Justin membawa sebuah nampan perak tertutup di atas batas telinga kanannya. Persis seperti Waiter di restoran ternama.
Shara tersenyum kecil, mengikuti drama kecil Justin.
"Yes, you may" katanya. Membiarkan Justin menggiringnya menuju kursinya yang kosong di seberang boneka besar itu.
Justin mengambil serbet yang terletak di depan Shara, membuka lalu menyampirkannya di pangkuan Shara.
Justin berdehem
"So... Some foods for dinner tonight are..." Justin menaruh nampan perak yang dibawanya ke meja di hadapan Shara, lalu membuka tutupnya
“French Salad dan Cream of Potato..”
Shara tertawa
“No Surprise ..” ucapnya. Shara mencoba saladnya dengan garpu lalu memukul lengan Justin yang sedari tadi berdiri tegap di sampingnya.
"Why do you not sit?" Ujar Shara gemas.
Justin memutar bola matanya lalu berbisik pada Shara.
"I'm your servant”
Shara mengangguk, seakan baru mengerti.
"So who wants to eat dinner with me?"
Justin menunjuk boneka besar di seberang mereka.
"There's... Named Justin Drew Bieber"
Shara mengangguk-ngangguk lalu berbisik pelan pada Justin.
"He isn't more handsome than you" ucap Shara polos, membuat Justin mau tak mau gemas dan mencubit sebelah pipi Shara.
Shara menyeruput Cream of Potatonya.
"Delicious"
Justin berdehem lalu memberatkan suaranya "Mrs Shara has to know French Salad was using fresh vegetables are coated by a choice of French dressing Hellman's best in the world. And Cream of Potato is the result of the most delicious concoction of brand Campbells (Perlu nona ketahui, French Salad tadi menggunakan sayur-sayur segar pilihan yang dilapisi oleh Hellman’s French dressing terbaik di dunia. Dan Cream of Potato ini merupakan hasil racikan terlezat dari merk Campbells)”
"Oke... I don't understand hahha" ujar Shara tertawa.
Justin mengambil nampan yang sudah tandas isinya itu lalu menghilang sebentar dan kembali dengan nampan perak bertutup lainnya.
"This is Neapolitan Tagliate” Justin meletakkan nampan itu di hadapan Shara.
"I know what it is" kata Shara, sambil mengerling lucu.
"Yes?” Tanya Justin menahan tawa.
"Its pasta" ujar Shara.
"That's right" Justin mengangguk
“Uuuuh ..” Shara tidak tahan untuk tidak mencubit lengan Justin dan Justin tersenyum.
""For this maincourse, we use the best of Barilla Tagliate Egg, with a mixture of Campbells Prego Spaghetti sauce and Barilla Pesto Genovese All Con Basilico Fresco (Untuk maincourse ini, kami menggunakan Egg Tagliate terbaik dari Barilla, dengan campuran saus Campbells Prego Spaghetti dan Barilla Pesto All Genovese Con Basilico Fresco)” kata Justin akhirnya
"Oke oke" ujar Shara sambil mencomot Tagliate-nya.
Shara memutar bola mata ke arah Justin lalu menyodorkan segarpu Tagliate pada Justin.
"Here.. aaaaa" Justin melahap Tagliate suapan Shara.
Justin tersenyum lalu mengelap ujung bibirnya dengan tissue.
Setelah itu, Justin menunggu Shara menghabiskan Tagliatenya lalu mengambil nampan kosong itu dan menggantinya dengan nampan lain.
"Dessert..Buttermilk Pancake” Justin mempertahankan akting dan posisi tubuh tegapnya.
Shara memutar bola matanya lagi lalu bertekun dengan pancake-nya yang enak itu. Mungkin, Justin bisa membuka pancake house seperti dimana-mana itu. Saat Shara menoleh untuk menyampaikan pikiran isengnya itu, Shara baru menyadari Justin sudah tidak ada di sebelahnya. Justin muncul dari pintu. Sudah melepas kain putihnya. Jadi hanya Justin dengan kemeja ungu, dasi dan celana hitamnya. Shara berdiri dari kursinya, meletakkan serbetnya di meja, tidak menuntaskan dessert-nya.
Shara tersenyum kecil pada Justin yang berjalan mendekatinya, sedang berakting dengan peran lain lagi. Jadi dirinya sendiri, sepertinya.
"Are you the real of Justin Drew Bieber?" Tanya Shara serius, melangkah mendekati Justin.
"Yes, there is...” Justin menunjuk boneka besar di ujung lalu berkata pelan,
"My twins" ujarnya.
Shara mengangguk mengerti. Kini ia berdiri diam, hingga jaraknya hanya beberapa inci dengan Justin. Justin mengulurkan tangannya sambil membungkuk pada Shara, lalu lamat-lamat Shara mendengar sebuah lagu yang terpasang dari dalam ruangan. Sebuah lagu milik Justin, Never Let You Go.

They say that hate has been sent
So let loose the talk of love
Before they outlaw the kiss
Baby, give me one last hug

Justin menatap Shara, masih dalam posisinya
“Can I have this dance, mademoiselle ?”.
Shara tertawa dan menggeleng,
"I don’t dance..” kata Shara.
"Hmm, too bad" Justin mengangkat bahu lalu tiba-tiba meraih lengan Shara tanpa persetujuan si empunya dan membawa Shara ke pelukannya.
"Aaaaah" Shara mengerang kalah, membiarkan Justin membawanya melangkah, berdansa.

There’s a dream that I’ve been chasing
Want so badly for it to be reality
And when you hold my hand then I understand
That it’s meant to be ’cause, baby, when you’re with me

It’s like an angel came by and took me to heaven
Like you took me to heaven, girl
‘Cause when I stare in your eyes it couldn’t be better
I don’t want you to go, oh no, so

Let the music blast, we gon’ do our dance
Bring the doubters on, they don’t matter at all
‘Cause this life’s too long and this love’s too strong
So baby, know for sure that I’ll never let you go

Justin tersenyum lalu mengangkat sebelah lengan Shara ke atas, memutar gadis itu lalu menangkap Shara dengan sebelah tangannya. ke dalam dekapannya lagi.
Justin membiarkan mereka berdua dalam posisi ini lalu menatap Shara dalam-dalam.

I got my favorite girl
Not feeling no pain, no fear
Don’t have a care in the world
Why would I when you are here?

There’s a moment I’ve been chasing
And I finally caught it out on this floor
Baby, there’s no hesitation, no reservation
By taking a chance and more, oh no, because

It’s like an angel came by and took me to heaven
Like you took me to heaven, girl
‘Cause when I stare in your eyes, it couldn’t be better
I don’t want you to go, oh no, so

Let the music blast, we gon’ do our dance
Bring the doubters on, they don’t matter at all
‘Cause this life’s too long and this love’s too strong
So baby, know for sure that I’ll never let you go

It’s like an angel came by and took me to heaven
Like you took me to heaven, girl
‘Cause when I stare in your eyes, it couldn’t be better
I don’t want you to go, oh no, so

Shara merasakan sel-sel tubuhnya menggeletar dan jantungnya memburu. Justin mendekatkan wajahnya, membelai pipi Shara sekilas, membuat persendian gadis itu sekarang lumer.
Shara bisa merasakan nafas Justin berhembus hangat di wajahnya. Jarak merka kini tinggal beberapa centi. Perlahan Justin menempelkan bibirnya di tekuk leher Shara, nenjelajari tekuk perempuannya dengan sejajar dan dengan perlahan ia mencium leher Shara dengan lembut hingga Shara menutup matanya saat Justin mengecup hangat bibirnya dalam menit.

Take my hand, let’s just dance
Watch my feet, follow me
Don’t be scared, girl, I’m here
If you didn’t know, this is love

“I love you ..” Ucap Justin membenarkan posisi mereka berdua. Shara membuka matanya dan berkata
“I know, I love you too” dan mereka berdansa sepanjang sisa lagu itu.

Let the music blast, we gon’ do our dance
Bring the doubters on, they don’t matter at all, oh baby
‘Cause this life’s too long and this love’s too strong
So baby, know for sure that I’ll never let you go

So don’t fear, don’t you worry ’bout a thing
I am here, right here, I’ll never let you go
Don’t shed a tear whenever you need me
I’ll be here, I’ll never let you go

Oh no, oh no, oh
I’ll never let you go
Oh no, oh no, oh
I’ll never let you go

***

Shara menatap pemandangan kerlip lampu-lampu kota Paris malam itu, ia menatap manara yang menjulang gagah depannya, Eiffel, sangat romantis malam ini bisa berdansa dan menjamu sedikit candle light dinner yang Justin siapkan dan Eiffel yang menjadi saksinya. Shara membiarkan angin meniupi wajahnya lalu menghela nafas. Waktu hampir menunjukkan pukul dua belas malam, tapi Shara belum bisa tidur. Shara berdiri di balkon yang kini sudah bebas dari segala pernik makan malam tadi. Shara mengusap lengannya sendiri, mencoba memberi kehangatan pada tubuhnya lalu tersenyum kecil. Mengingat hari ini, yang terasa begitu indah dan tidak nyata. Apakah ini mimpi? Bolehkah dia tidak dibangunkan?
Shara mendesah pelan.
"Hei.." suara Justin terdengar dari belakangnya.
"Hai" jawab Shara.
Justin tersenyum lalu menyelubungi Shara dengan kain besar yang dibawanya, mencoba menutupi udara malam yang dingin kedalam saraf motorik dan sensorik kulit Shara.
Justin merangkul Shara dan mengusap lengan gadis itu.
"Why don't sleep?" Tanya Justin dan Shara bersamaan lalu tertawa.
“Insomnia ..” jawab mereka berdua lagi.
Justin tersenyum, begitu pun Shara.
"Today, you gave me too many gifts, this surprise, dinner, a big teddy bear, can you give me the reason? Why?"
Justin tertawa kecil lalu melepas rangkulannya, memutar tubuh Shara ke hadapannya.
"Close your eyes, please?" Shara yang bingung menurut saja.
Dan tak berapa lama, Justin berbisik lagi.
"Open please?"
Justin menyodorkan sebuah buket besar dari mawar putih yang masih kuncup ke hadapan Shara. Tak terhitung berapa banyaknya mawar cantik ini.
“Do you know why I give this roses?"
Shara menggeleng.
"It's because of I can't count how much I love you like this roses, but..” Shara menatap Justin yang sedari tadi bertanya dan menjawab sendiri, Shara mengangkat bahu.
"Love is like roses, it's beautiful but it has thorns that can hurt you.. So be careful and.." Justin menatap Shara
"Happy Anniversary..." bisiknya lalu mencium pipi Shara yang kini ternganga.
"Sorry... I.."
"Ssst.. I know' ucap Justin sambil menyimpan jarinya di bibir Shara.
"Happy anniversary too, Thanks ..” kata Shara tersenyum lalu memeluk Justin berfikir betapa baiknya Justin.
Justin membalas pelukan Shara lagi, lalu melepas pelukannya dan memutar tubuh gadis itu, mengarah ke depan lagi membiarkan Shara menyenderkan kepalanya didadanya dan dia merangkul pinggang Shara. Mereka menghabiskan malam itu dengan memperhatikan keindahan langit malam dan sebutir bintang yang tersisa di sana.


***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar