Senin, 28 Januari 2013

How To Love - Part 17

Re-post 
...:: How To Love ::... 
Part 17

Story by @BieberLSIndo


***


Pada hakikat nya cinta hanya membutuh kasih sayang yang tulus, kejujuran dan kesetiaan pada satu cinta.

***

Di tepi tempat tidurnya, Shara terpekur. Memegangi jantungnya sendiri, seakan takut organ krusial itu akan meledak lantas jatuh berserak. Setelah mengetahui sebegitu pentingnya posisi Selena, ia tak mampu lagi menyangkali sakit hatinya lagi. Kini ia hanya bisa berharap, perih ini akan menghilang bukannya melesak makin dalam. Walau jelas-jelas tak mau mengerti, dalam benak Shara semua yang terjadi hari ini sudah menyambung rantainya sendiri. Menyatukan setiap kata dalam potongan kisah. Membuatnya tak bisa bernafas, bahkan hanya untuk sekedar mendesah. Plester ketidakmau-mengertiannya tadi ternyata tidak berfungsi. Malah membuat lukanya bertambah parah, yg kini bisa membuat hatinya bernanah. Entah kenapa, kumpulan galeri foto dilembar menu handphonenya tadi menarik perhatian gadis itu. Disertai gemuruh yang tak tenang juga dalam dadanya, Shara meraihnya lalu menslide beberapa foto yg terpampang dilayar handphonenya, Harusnya, Shara tidak heran saat melihat apa yang ia dapat. Jelas, ini semua foto kenangannya dengan pemuda yg mungkin sudah lupa dengan semua kisah dialbum foto ini.
Shara terperanjat, baru sadar siapa pemuda di foto ini. Justin. Tentu saja. Siapa lagi ?
Shara meneliti satu persatu setiap lembar foto yg bergantian satu per satu di tangannya, bersiap menghadapi muntahan peluru kenyataan lagi. Setitik air mata merembes tanggulnya, karena sesak itu tak mampu lagi ditampung rongga dadanya.
Bukankah segalanya begitu jelas? Justin mencintai Selena, bahkan sebelum nama Shara sempat terfikir untuk dituliskan dalam kitab hidup pemuda itu. Shara mendekap handphonenya saat foto dirinya dan Justin berada disebuah pantai ke dadanya, entah untuk apa. Mungkin untuk memaksa sesak di jantungnya agar menghilang seketika. Dia tidak mengira ada perasaan sedalam itu anatara Justin dan Selena. Shara menyesali kenapa dia harus hadir sebagai selingan dan jatuh telalu jauh dalam kilatan mata pencair tembaga itu. Kini, saat kedua tokoh utama dalam cerita telah bersatu lagi. Apa yang diharapnya?
Dan lagi-lagi airmata, kelompok bening yang selalu mengekori jejak pendahulunya ikut terembers. Jangan begini, batin Shara sendiri. Setetes jatuh, yang lain pasti mengikuti, jangan...
Dengan fokus pandangan mulai mengabur, Shara menangkap sesuatu berkilat dalam slide photo albumnya. Ternyata kilatan itu adalah sebuah foto yang memantulkan sebuah benda berbulu putih yang sedang duduk manis di dekat dirinya. Justin-bearnya.
Shara terhenyak, merasakan kenangan mulai menguburnya dalam kepahitan tak tertanggungkan. Justin yang pernah berusaha kelewat keras untuknya itu, masihkah ada disana? Masihkah ada utnuk merengkuhnya?
Shara tidak mengerti lagi. Bukankah dia sudah mempersiapkan diri? Lalu kenapa hatinya mesti sesakit ini? Saat Shara dipaksa untuk mengerti, akumulasi kebenaran yang ia lesak terlalu kuat akan menohoknya kembali hingga ia tak mampu merasakan apa-apa lagi. Segalanya berputar di kepala Shara, merasuknya hingga hampir gila. Semua yang pernah terjadi, dijejalkan lagi padanya saat ini. Setiap kenangan, ejekan, rengkuhan, keharuman hingga tampikan membaut gadis itu terperosok makin dalam. Shara memukuli ulu hatinya sendiri. Tidak mengerti kenapa ia harus menyayangi Justin sedalam ini. Sudah, berhenti. Berhenti. Ia mengusap sungai kecil yang menganak di pipinya, memekik dalam hati agar kelanjar air matanya lebih baik tak usah berfungsi. Ia hanya mau ada Justin disini. Mendekapnya lagi. Bukan Selena.
Mungkin Justin, pemuda yang sedang menyesak hati Shara itu, tak tahu bahwa apa yang pernah ia pinta telah terjadi malam ini. Harapan yang pernah Justin panjatkan pada suatu malam berhujan dikereta gantung. Akhirnya, Shara menangis untuknya. Dan bahkan ia tak berada disini untuk melihat keinginannya sendiri terwujud.
Tak lama perasaan surut pula. Shara mendesah saat mendapati keheningan bergaung keras pada kamarnya. Tergoyak hati ingin melihat wajah pemuda beralokasi tampan yg mungkin saat ini sedang mengarungi mimpinya. Shara beranjak keluar kamarnya, saat sisi lift telah tampak dua meter di hadapannya, gadis itu memutuskan berbalik lagi. Dan dengan langkah ragu, ia berjalan mendekati salah satu pintu kamar yang terletak di ujung lorong. Ia memutar kenop pintu lalu melongok,
"Jus...tin?" panggilnya pelan dengan sarat kecemasan. Shara menghela nafas lega saat menemukan pemuda yang dicarinya tengah tertidur pulas dengan nafas teratur.
Gadis berwajah tirus itu menggigit bibir, lalu memutuskan masuk, menutup pintu dan berjalan mendekati tempat tidur kekasihnya.
"Hhhh" nafas Shara tercekat saat melihat pemuda itu. Tertidur sambil tersenyum manis seakan sedang bermimpi sesuatu hal yg sangat menyenangkan. Shara tersenyum miris lalu berlutut di samping tempat tidur. Ia mengusap tangan halus Justin entah untuk apa sambil menghela nafas lagi.
Ia tidak menyangka perjalanan cintanya harus membuat dirinya sendiri menegar padahal ini sangat membuatnya merapuh. Kepergian sosok pemuda ini ternyata betul-betul membuat Shara seakan kehilangan separuh nafasnya.
Tak lama, Shara menatap Justin yang masih tertidur.
"Sleep tight, babe..." bisiknya pelan, lalu mengecup pipi Justin yang sempat menggeliat sekilas. Setelah itu, Shara berusaha tersenyum. Karena ia tahu, paling tidak harus ada yang cukup tegar untuk dirinya. Cukup tegar untuk menunjukkan bahwa hidup harusnya tidak lantas berhenti setelah kepergian yang memang menelangsakan hati ini.
Shara bangkit berdiri lalu mengambil langkah panjang menuju luar kamar, lalu bergegas bergerak ke arah kamarnya.

***

- Selena's POV -

Bahkan sebelum sayap fajar membentang, gadis itu telah terjaga dari tidurnya. Ia menurunkan selimutnya, mengerjap sekali lalu bangkit dan duduk bersandar di kepala ranjang. Untuk alasan yang tak kasatmata, ia menghela udara dan tersenyum cerah dengan perasaan senang yang membuncah. Mengingat mimpi-mimpi panjangnya yang terasa nyata.
Shara menghembuskan nafas, lalu bangun dari tempat tidur dan berjalan pelan menuju jendela besar yang terletak di sudut kamarnya. Ia menyibak tirai gading besar disana lantas tersenyum pula pada bias keemasan yang menerpa kaca dan memantul dari sepasang mata coklat tua miliknya. Ah, matahari. Bukankah setiap pagi hari adalah sebuah keajaiban baru yang patut disyukuri?
Ia menghirup udara hingga memenuhi rongga paru-parunya lalu berbalik dan bersenandung pelan sambil menyiapkan diri untuk berangkat mengikuti sebuah konser Justin.
Selesai berbilas, gadis berdagu lancip itu mengenakan pakaian santainya, Lalu tak lama menarik bangku dan duduk untuk mematut diri di hadapan kaca rias, mengambil sisir untuk merapikan rambut dan bersolek natural.
Setelah sekali lagi mengecek kerapihan pakaiannya, gadis itu menyambar Anya Hindmarch dan ponselnya lantas berjalan meninggalkan kamar saat sebuah ketukan dipintu mengalihkannya.
Senyum otomatis terpulas pada wajah manis Selena saat melihat seorang pemuda tampan berdiri tegap dihadapan pintunya.
"Good morning, Sleep well, princess?" Sapa lembut Justin yg membuat gadis itu tersenyum saat mendapati sebuah sapaan manis singkat yang menyejukkan hati.
"Morning, price. Yes, dreamed about you" balas Selena.
Justin. Pemuda inilah yang menjadi alasan bagi Selena untuk memulai hari. Untuk menguatkan diri. Pemuda yang tanpa sengaja dimaksudkan dan sudah menasbihkan diri harus membuatnya tersenyum lagi.
"Are you ready?" Ucap Justin yg langsung mengamitkan tangannya untuk digandeng Selena.
Gadis itu menarik sebuah senyum lagi saat Justin menepuk lengannya. Ia menahan nafas lalu melirik ke arah ranger rover Justin, tergerak untuk menanyakan sesuatu
"Em.. Shar.."
Justin mengangguk cepat sebelum Selena selesai melontar pertanyaan, seakan ucapan itu mengganggunya,
"Never mind... Imagine there's nobody" kata pemuda itu sambil mendorong lembut bahu Selena agar berjalan mendahuluinya.
Gadis itu mengulum bibir. Menyadari dan menyerapi kata per kata dari kalimat singkat Justin tadi. Mungkin ia sebenarnya tak perlu repot-repot mencemaskan Shara. Ketidakacuhan Justin yang begitu jelas, membuat Selena diam-diam menghela nafas lega. Takkan ada yang mengganggu mereka, bahkan Shara.
Buru buru ia enyahkan beban pikiran yang masih bergelantungan di benaknya. Mengacuhkan tuntutan 'moral' yang terelu dan terasa terlalu mengganggu. Tak ada yang boleh membuat pagi ceria ini terkontaminasi. Ia harus belajar bersikap tak peduli.
Selena melangkah masuk dan duduk di jok depan, lalu menarik nafas panjang sambil mengalihkan pandangan dan tersenyum pada Justin yang menyusul masuk.
Pemuda itu mulai menggerakkan tuas gigi saat ia menoleh ke arah Selena,
"Eh, Sel, I have.." ujar Justin sambil mengangkat alis, membuat gadis berdagu lancip itu mengerutkan dahi.
Justin merogoh rogoh dasbor mobilnyanya. Ia tersenyum tipis saat jemarinya mengapit sebuah jepit mungil beraksen pita.
Justin mengacungkan sebuah jepitan beraksen pita berwarna merah muda ke hadapan Selena. Justin menyusupkan jumputan rambut gadis itu yang lagi-lagi berkeliaran, Justin mengangkat poni Selena ke atas, lalu menahannya disana. Ia memagut mata gadis itu, pemuda itu, tersenyum pelan lalu menyematkan jepitan besar yang dibelinya untuk menahan poni Selena, agar diam disana sementara.
Selena pun tersenyum manis pada Justin saat selesai memakaikan jepitan itu lalu Selena melihat refleksi dirinya dari tuas kaca spion.
Justin kembali melayangkan tangan ke puncak kepala Selena lalu mengetuk jepit kecil yang menahan poni gadis itu, tersenyum tertahan.
"You look beautiful and Its more beautiful than..." Justin menggantung kalimatnya, mendelik ke arah belakang sebentar menangkan mata Shara yg sekarang sedang menelan ludah saat Justin mencoba membandingkan jepitannya dengan jepitan pemberian dari Chaz.
Pemuda itu menatap Selena lagi, lalu tersenyum sebentar. Ia melepas tangannya dari puncak kepala gadis itu lalu mulai menggerakkan setir.
Selena mengernyit sebentar lalu memutuskan mengangkat bahu sendiri melihat keanehan pemuda di sebelahnya. Tak lama, ia tergerak untuk melirik Shara dari kaca depan yang menggantung di langit-langit mobil. Menyadari gadis berambut lurus di belakang sana tengah membuang pandangan ke luar jendela. Seakan pikirannya melayang entah ke mana.
Tapi Selena tahu pasti bahwa Shara tengah berusaha keras berpura-pura. Atau menulikan telinga. Tentu saja. Karena gadis berwajah tirus ini sendiri pun pernah melewati fase seperti itu.
Selena mengulum bibirnya lagi. Sejujurnya, ia tidak begitu peduli. Lagi-lagi direpetisinya pembenaran itu dalam hati. Tidak akan ada yang salah dalam cinta, Kan?

***

Pemuda yang tengah naik daun dalam masa popularitasnya kini sedang melantunkan suara merdu dari pita tenggorokannya, melangkah dengan giring-giring beberapa penari latar di belakangnya, serumpunan manusia kini mendampingi dengan menabuh alat alat musik dibalik beberapa interior properti disetiap sudut panggung dan kilauan lampu yang menggema dekup meriah. Rupanya, Malam ini konser Justin Bieber di Hyde Park, London sudah digelar.
Shara dan beberapa kru lain sedang menatapi pemuda itu di sisi panggung, dengan energi yang membahanam Shara terus menerus menonton pemuda, tak terbesit untuk berteriak memanggil nama Justin sekencangnya, sekerasnya sambil meloncat loncat seperti dahulu.
Sedangkan, sosok yang sedari tadi menjadi objek bahasan, telah mengintai mereka dengan tatapan matanya diatas panggung.
Shara tersenyum, miris saat tradisi OLLG yang ikut mengingatkan dirinya saat menjadi OLLG di Indonesia. Akan kah semua kembali? Shara tersenyum miris.

***

Setelah memakan waktu kurang lebih 2jam, konser Justin pun berakhir. Tak ayal Shara langsung kembali ke belakang panggung, berjalan menunduk hingga tak sadar dirinya menubruk seseorang.
"So..sory" ujar Shara sambil menjulurkan tangannya.
"never mind" jawabnya singkat.
Shara terbelalak saat dirinya menangkap juru mata itu, ternyata dia baru saja menabrak Selena.
Selena yg terjatuh dengan perlahan bagun lalu membersikan titik titik pakaian yg mungkin tersirat noda. Tiba tiba...
"Sel? What happened?"
Shara dan Selena melirik ke arah sumber suara, Justin. Justin tengah berjalan kearah mereka lalu melirik Shara dan Selena bergantian. Justin tersenyum lalu merengkuh pinggang Selena dan Selena menyampirkan tanganya kebelakang leher Justin.
Sontak kejadian ini membuat Shara mematung, ia berdoa agar semua organ tubuhnya mati, agar matanya buta, agar semua pikirannya hilang.
"Are you tired?"
"I am..."
"This.. Ur drink..."
Shara seketika terpaku saat matanya menatap apa yang sedang dilakukan pasangan di depannyanya. Tuhan... Jika kau ingin mengambil nyawaku, ambillah sekarang, Doa Shara dalam hatinya.
Tak lama, Justin yang merasa diperhatikan menoleh pula. Masih melingkarkan tangannya dipinggul Shara, pemuda itu tanpa sengaja menatap tepat di manik mata Shara lalu ikut mematung saat sebuah perasaan aneh menohoknya. Kilatan dua mata bening polos itu seakan sedang mendakwanya.
Shar meneguk ludah,
"So..so..sorry.." ujarnya sambil menunduk.
Keduanya pun langsung melepas rengkuhannya dan memberikan Shara sebuah ruang untuk melewati mereka. Shara lalu bergegas menundukan wajah tanpa berniat melirik sedikit pun lagi ke arah Justin. Gadis itu menarik udara dan menghembuskanmya lamat-lamat, lantas mengulangi prosesi itu beberapa kali. Berusaha menetralkan pikiran. Menyesali mengapa pula dirinya harus ditakdirkan melihat peristiwa romantis tadi dua-kali.

***

- Justin's POV -

Picture perfect memories
Scattered all around the floor
Reaching for the phone 'cause
I can't fight it anymore

Setelah wangi gadis yg ditampiknya, Justin tanpa sadar masih memperhatikan gerak-gerik Shara begitu lekat hingga tubuh tegap Shara hilang dibalik pintu.
Justin tak tahu apa beda mimpi, memori dan fatamorgana. Karena sepertinya semua hal yang ia sebut tadi sedang mengacaukan pikiran pemuda itu bersamaan. Ia tak mengerti apa mimpi bisa sepadat memori, atau apa memori bisa semenggoda fatamorgana atau apa fatamorgana malah menjadi sesuatu yang teringat bukannya terlihat. Karena sesungguhnya bayangan gadis itu mengganggunya. Melayang-melayang seperti kabut di lekukan otaknya. Apa yang pemuda itu anggap sebagai bunga tidur malam tadi, ternyata tak bisa tak diindahkannya. Bayangan itu. Gadisnya.
Justin berdeham kecil, lalu membiarkan matanya menelusuri permukaan dinding yang sama hingga fokusnya kini menangkap gerakan wajah sosok lainnya. Pemuda itu menatapi potongan wajah tirus Selena yang sebagian tertutup tirai rambut ikalnya. Ia menghembuskan nafas panjang, berusaha membenahi benaknya. Berupaya mengatur siaran yang seharusnya menetap pada frekuensi yang tak berubah. Frekuensi Selena.

And I wonder if I
Ever cross your mind
For me it happens all the time

"Justin.. Its.." Selena menoleh ke arah Justin lantas terdiam saat melihat pemuda itu memasang ekspresi tajam sambil bergerak pelan mendekatinya.
"Sel..."
Selena tersenyum bingung, jengah saat mendapati tatapan Justin seakan hendak menelannya bulat-bulat. Selena menahan nafas saat pemuda itu tiba-tiba menggerakkan tangan di depan dahinya.
Justin menyeka anak-anak rambut yang berkeliaran di luar jepit poni Selena lalu menelaah profil wajah gadis di hadapannya dengan seksama. Pemuda itu menelan ludah, ketika jemarinya tiba di sudut mata Selena.
Ia terkesiap saat dalam penglihatannya, bola mata coklat tua disana berubah menjadi kilatan bening yang tadi mendakwanya. Rambut ikal Selena seketika memanjang lurus tiba-tiba, sedang dagu tirusnya mulai menumpul dan melembut perlahan. Harum yang melayang dan terendap dalam ingatan Justin sejak ‘mimpi’ kemarin itu menguar tanpa permisi. Karena tanpa sebab, dalam pantulan pencair tembaganya, bukan Selena yang berada di hadapannya melainkan Shara.
"Justin?" suara renyah penuh kebingungan milik Selena menyentak Justin seketika. Pemuda itu mengerjap lantas meluluhlantakkan visualisasi transformasi wajah yang terjadi begitu mendadak tadi.

It's a quarter after one
I'm all alone
And I need you now
Said I wouldn't call
But I've lost all control
And I need you now
And I don't know how
I can do without
I just need you now

Justin terperanjat, secara reflek melepas jemarinya dari wajah Selena yang sedang mengernyit. Pemuda itu memijat tulang hidungnya tanpa sadar, mendadak kepalanya disergap kepeningan luar biasa. Karena ia menyadari hal ini harusnya tak terjadi.

"I.. I go outside.. Okey"
"Are you sick?" Tanya Selena seakan merevisi.
Justin menggeleng, tersenyum pelan menutupi hal aneh yang selintas dirasanya pada gadis ini. Ia tersenyum lalu menepuk puncak kepala Selena pelan dan berjalan menuju pintu keluar ruangan itu.
"Justin?" panggil Selena pelan pada pemuda yang sedang berjalan memunggunginya.
"Hmm?" jawab Justin singkat sambil membalikkan badan.
"Don’t ever leave me, do you?" tuntut Selena cemas, entah kenapa terbeban untuk bertanya seperti itu.
Justin terdiam sebentar lalu tersenyum tipis.
"I.... never do that” katanya menenangkan.
Selena mengangguk pelan sambil menggembungkan sebelah pipinya.

Another shot of whiskey
Can't stop looking at the door
Wishing you'd come sweeping
In the way you did before

Justin berjalan sambil memijat sebelah keningnya yang berdenyut-denyut. Ia memandang lurus ke arah jalanan di hadapannya. Lalu tanpa diperintah, jantung pemuda itu bertalu semakin vital seiring inci demi inci yang ditempuh kakinya. Saat kornea matanya membawa kerumunan kru nampak di depan mata, alam bawah sadar Justin bergegas menuntut apa yang harus didapatnya sekarang juga. Harum dalam ‘mimpi’ itu.
"Do you see Shara?"
"Don't..."
"Where's Shar?"
"I haven't seen"
"Wilsoooon... Do you know where Shara is?"
"I think she's with you..."
Justin menjenggut kepalan rambutnya. Kenapa semua orang tidak ada yg mengetahui keberadaan Shara. Justin menghela nafas panjang berlari hingga berhenti tepat di depan pintu utama.
Akhirnya, keinginan kuat yang susah payah ditekannya mulai menggelegak dan meluber keluar. Menetesi tiap langkahnya untuk mencari. Justin melangkah pelan melewati pelataran parkir, insting gila itu mengilhaminya untuk melacak ke tempat dimana gadis itu seharusnya berada.

And I wonder if I
Ever cross your mind
For me it happens all the time

Justin seperti bermimpi dalam keadaan terjaga. Bergerak layaknya orang yang berjalan dalam tidur. Sesuatu memicunya untuk berjalan mendekati gadis yang memunggunginya di sebuah taman.
Rambut Shara yang terkuncir asal, bergoyang pelan, seakan memandu Justin untuk melangkah ke arahnya. Ketika mendekati Shara, pemuda itu memberi isyarat diam-diam menyisakan dirinya dan Shara. Harum yang sejak malam tadi membayanginya makin bergemuruh. Wangi campuran kayu manis dan hydrangea yang memabukkan.
"I wake up to your sunset...It’s drivin m..." saat membalik badan dan mendapati siapa yang sedang mematung di belakangnya, Shara terperanjat.

It's a quarter after one
I'm a little drunk
And I need you now
Said I wouldn't call
But I've lost all control
And I need you now
And I don't know how
I can do without
I just need you now

Satat gadis itu mengangkat wajah dan terpana, Justin seakan baru menyadarinya. Entah apa yang membuat gadis itu tampak begitu mempesona. Mungkin sepasang mata beningnya yang kini membelalak lebar, mungkin hidung bangirnya yang mengalir sempurna dengan dua alis terpecah di atas mata, mungkin bibir mungilnya yang kini terbuka beberapa senti atau mungkin juga karena anak-anak rambut yang direkatkan keringat pada bingkai rahang lembutnya.
Kesederhanaan yang biasa dan luar biasa di saat bersamaan. Kecantikan yang tidak disengaja. Justin terpaku saat memperhatikan sebulir keringat menuruni dagu dan leher jenjang gadis itu. Seakan ia tak pernah punya cukup waktu untuk mengagumi gadis itu sebelum ini. Dan Justin membiarkan gadis itu menyihirnya, mengabaikan detak-detak terlewat tanpa suara, membiarkan logikanya bungkam dan alam bawah sadarnya berbicara.

Whoa, whoa
Guess I'd rather hurt
Than feel nothing at all

Saat Shara mulai bergerak gelisah, berniat merubah posisi, pemuda itu meneguk ludah.
"Ssssh...stay" perintahnya pada Shara.
"Just a minute" kata Justin tanpa sadar mengulang kata penggagal keputusan Shara malam itu. Justin berjalan mendekat hingga berbuah jarak beberapa senti ke depan Shara, Justin membiarkan aroma gadis itu merasuk tulangnya dan pemuda itu pun menahan nafas dan mulai menggerakkan tangannya untuk merengkuh wajah Shara.

It's a quarter after one
I'm all alone
And I need you now
And I said I wouldn't call
But I'm a little drunk
And I need you now

Drrt .. Drrt ..
Justin mendengus seketika saat getaran ponselnya membuat pemuda itu harus kembali menurunkan tangan.

From : Selena

Where r u now? Someone's looking at you, kinda miss :p

Pemuda itu menatapi layar ponselnya, lalu memandang ke arah Shara. Ia tertohok ketika kesadaran menghantamnya. Sang euphoria baru saja berkata, bahwa secara tidak langsung gadis itu telah mengganggunya.
Shara masih menahan nafas, tidak mengerti kegilaan apa saja yang sedang terjadi. Kenapa Justin menjadi berubah tiba-tiba, seperti berkepribadian ganda. Kadang begitu, kadang begini. Tadi pagi menampiknya dan kini menghampirinya.
Gadis itu mengernyit makin heran saat melihat Justin menyambar selembar sapu tangan berwarna coklat dari saku belakang celananya.
Pemuda itu menghembuskan nafas pelan. Seharusnya, gadis ini tak boleh terlihat begitu cantik di hadapannya. Tak boleh menghantuinya. Tak boleh membuat Selena terdepak dari batok kepalanya.

And I don't know how
I can do without
I just need you now
I just need you now

Setelah itu, Justin bergerak mengulurkan tangan untuk menyeka wajah penuh keringat milik Shara. Ia mengikuti lekuk demi lekuk wajah Shara dengan pelan, Ia menghapus pula bayangan gadis yang bahkan masih meracuni logikanya meski sudah sedekat ini.
Ketika selesai, Shara merasa sebuah rengkuhan, ia menampik diri Justin memeluknya perlahan.
Shara semakin bingung sewaktu Justin memandangnya dalam sekali lagi lantas bergegas pergi tanpa satu pun tambahan kata. Tapi tak bisa dipungkiri, ada bagian hati gadis itu yang berkobar liar.
Tiga kata ajaib dari Justin itu, tiga kata serupa dengan ujaran yang menjadi pematah niatannya kala itu seakan menutup semua sayatan yang tertoreh menganga. Walau gadis itu tak mengerti. Meski tak lagi terbuka, sayatan itu toh tak bisa menyembuhkan dirinya sendiri.
Kamuflase ini, izin Shara untuk membiarkan dirinya tersakiti lagi dan lagi akan membuat semua guratan menumpuk menjadi luka bernanah yang satu saat takkan mampu lagi terobati.

I just need you now
Oh baby, I need you now
(Need You Now – Lady Antebellum)


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar