Re-post
...:: How To Love ::...
Part 14
Story by @BieberLSIndo
***
- Justin's POV -
Justin sebegini cemas memikirkan kesadaran orang lain. Ia begitu peduli.
Dan sekarang perasaan kalut itu seakan membunuhnya perlahan. Justin tak
pernah tahu bahwa menunggu seseorang untuk membuka mata bisa
terkonversi menjadi penantian panjang yang seolah meledekinya namun tak
kunjung datang juga.
Pemuda itu menghentikan kakinya yang sejak tadi berjalan mengitari
ruangan kesana-kemari tak karu-karuan. Justin menghela nafas lalu
memutuskan menarik bangku ke sebelah ranjang pasien dimana seorang gadis
berwajah manis sedang tergeletak di atasnya sekarang.
Ia beranjak duduk di bangku tadi, lalu menopangkan dagu ke kisi-kisi
besi ranjang, menatapi wajah pias Selena yang kini membuatnya
ketar-ketir setangah mati. Karena Justin tadi membuka ruang rawat VIP,
pemuda itu baru menyadari bahwa ruangan ini terlalu sepi. Telinganya tak
mendengar bunyi apa-apa selain suara tetesan infuse dan berbagai
pikiran yang berkejaran di otaknya sendiri.
Justin berdiri lagi, lalu menendang kursi yang tadi ia duduki. Ia tak
tahan tidak melakukan apa-apa selain menunggu dalam kesunyian yang
mencekamnya seperti ini. Pemuda itu mulai mondar-mandir sambil berusaha
menyibukkan benaknya sendiri. Pikirannya berloncatan dari satu hal ke
hal lain, yang tidak saling berkaitan. Tiba-tiba ada satu kelebatan yang
menohoknya. Ia merasa seperti melupakan sesuatu, sesuatu yang harusnya
begitu krusial. Tapi apa? Belum sempat menggali ingatan, Justin sudah
dikejutkan oleh suara erangan pelan, yang ditangkap telinganya. Pemuda
itu melangkah agak tergopoh kearah ranjang pasien. Gadis berambut
gelombang disana ternyata baru membuka matanya dan mengerjap pelan.
“Hei,” sapa Justin singkat, tiba-tiba bingung mau berkata apa.
Selena terkesiap lalu menoleh ke arah Justin, nampaknya baru menyadari ia tidak sendiri.
“Hei,” balasnya tak kalah singkat, dan dengan ragu tersenyum kecil.
Justin merutuki diri sendiri, kenapa dia harus segrogi ini sih. Pemuda
itu menarik nafas dalam-dalam lalu ikut menyunggingkan senyum.
“You..” Justin ragu lagi
“Are you fine?” Tanya Justin akhirnya.
Selena mengangguk kecil.
“I heard you mom.. Emm..” maksud Justin ingin mengucapkan, namun entah
kenapa ia tak mampu menemukan susunan kalimat yang tepat utnuk
mengungkapkannya. Ia memang tak pernah pandai merangkai kata, kecuali
untuk saat-saat tertentu. Hei, saat saat tertentu kapan itu? Justin
terdiam sebentar, merasakan perasaan tertohok itu lagi. Apa sebenarnya
yang ia lupakan begitu tiba-tiba.
Selena mendesah sekilas, merasa ingin menangis lagi ketika Justin
menyinggung hal tadi. Mengingat keinginan memiliki sodara kecilnya kalap
menghilang begitu saja.
Selena mengerjap sekali, merasakan setets air mata mengalir pelan dari
sudut matanya dan terkesiap saat menyadari perjalanan air mata itu
terhenti sebelum sempat menyentuh bantal yang menumpu kepalanya. Justin,
ternyata, baru saja menyeka air mata itu dari ekor matanya.
“Don't cry...” ucap Justin pelan, menghela nafas dan melepas ibu jarinya dari wajah Selena
“Cos that makes me sad is when i see a girl crying and i cant do anything to help make them feel better" ujar Justin.
Selena menggerakkan tangannya sendiri, menahan calon-calon cairan bening
yang sudah berkumpul di pelupuk matanya untuk tidak berjatuhan.
Dari kecil, Justin memang suka panik sendiri kalau melihat orang menangis, apalagi seorang perempuan.
Gadis itu menarik nafas sekali, lalu mengumpulkan tenaga untuk mematakan senyum kecil.
Justin ikut tersenyum saat memandangi senyuman Selena Tanpa ampun,
euphoria itu tiba-tiba menyergapnya lagi. Walau dengan kondisi tidak
begitu tepat seperti ini, Justin masih dapat merasakan kegembiraan
menjalari hatinya. Karena gadis di hadapannya inilah yang sekarang
mengisi hati dan pikirannya mungkin menggeser peringkat utama sosok lain
yg menyayanginya.
Justin menelusuri bingkai wajah Selena pelan dengan telunjuknya, seakan
masih tidak percaya. Dengan berbagai emosi yang dirasanya, pemuda tampan
itu berkata
“Where have you been? You hase gone for two days”
Selena terdiam, memejamkan mata sekilas.
"Hem.. It means..." Ujar Selena yg tiba tiba disanggah Justin.
Justin melepaskan telunjuknya dari wajah Selena lalu bertanya.
"It means... I care about you, I worry..."
“Sorry” ujar Selena sambil menggigit bibir, entah merasa bersalah pada siapa.
Justin tersenyum tipis namun tiba tiba mengernyit menatapi Selena.
Sekilas saja, perasaan sepertinya ia kehilangan sesuatu itu menohoknya
lagi. Justin terhenyak sesaat. Apa sih yang dilupakan otaknya? Dan
kenapa hal ini tampaknya begitu mengganggu?
“Justin?” Selena menyentuh lengan Justin pelan dengan jarinya.
“Hemm?” Justin mengalihkan pandangannya kearah Selena tersenyum pelan
“You shell take a rest, Sel” Tukas Justin sambil menarik bagku yang tadi ditendangnya tanpa perasaan dan duduk disana.
"Till you open your eyes I will stay here, beside you" ucap Justin tajam.
Justin mengapit sebelah jemari Selena dengan kedua telapaknya sendiri,
lalu mendesah. Pemuda itu tersenyum memperhatikan Selena mulai memasuki
tidur lelapnya. Kalau memang otaknya tak bisa melacak apa yang terlupa,
mungkin hal itu tidak sepenting yang ia kira.
Namun disana, ditempat yg lain Justin mungkin tak sadar, bahwa hal yang
baru saja diabaikannya itu ada begitu dekat dengannya. Tersembunyi dalam
salah satu dari dua pasang bola mata yang kini berkilat di luar jendela
ruang yang sama. Masing-masing pemiliknya sedang berbaris dengan
interval jarak serupa, memandangi hal yang berbeda. Shara, gadis
berambut panjang yang ternyata perwujudan hal tidak sekrusil lagi bagi
Justin sekarang sedang mengintip drama yg berlakon didalam salah satu
kamar dihadapannya, sedangkan di belakangnya ada seorang pemuda lain
berdiri dalam jangkauan jarak tak seberapa di balik punggung Shara,
melihat sepasang mata bersorot tak mengerti milik gadis itu menembus
hingga ke balik kaca kecil di pintu kamar pasien dimana Justin &
Selena berada.
Gadis bermata nanar di luar itu tetap tak menyadari, saat pemuda bermata
besar di belakangnya menatapi bahunya yang lunglai seketika dengan rasa
bersalah terhadap diri Shara.
***
- Shara's POV -
Masih ditempat yang sama, Rumah Sakit dan hari yang sama. Dalam sekejap,
Alfredo mengerjap matanya sekali saat melihat seorang gadis berparas
manis baru saja berjalan mundur dengan detapan kaki seirama dan tatapan
kosong dari hadapannya. Alfredo merasa tidak percaya bahwa gadis
berambut panjang yang kini berjalan lurus tanpa nyawa bagai zombie itu
sedang mengidap salah satunya.
“Shar ..” Alfredo mencoba memanggil gadis yang sama, yang sedang
berjalan melewatinya seakan tak sadar ada orang lain di ruangan itu.
Karena Shara tidak menyahut, Alfredo berjalan mendekati gadis itu sambil memanggil lagi dengan suara lebih keras “Shara..”
Shara berjengit aneh sambil menoleh ke arah Alfredo
“Ya?” Ujarnya tanpa intonasi, sekan tidak terkejut sama sekali.
Alfredo mengernyit sendiri, bingung mendapati gadis di hadapannya seperti robot tak ber-emosi
“Are you okey?” tanyanya sambil menyentuh bahu Shara.
Shara menunduk, menggeleng seklai lalu mengangkat wajah lagi dan tersenyum ganjil
“I am..” Jawab Shara.
“Oh,” Alfredo mengangguk sendiri lalu melanjutkan pertanyaannya
"Don't you want to entry the room? Meet Justin and Selena?"
Shara tercekat sesaat, lalu terdiam agak lama sebelum akhirnya menyahut
"I have met them" jawab gadis itu berbohong.
Alfredo seperti merasa sudah salah bertanya, ia meringis sendiri lalu melepas tangannya dari bahu Shara
“Okey then I will entry the room” ujar laki-laki berbadan besar itu, tersenyum tipis sambil menunjuk sebuah ruangan.
Alfredo baru saja berjalan ketika pertanyaan mendadak Shara seakan menjegalnya.
"Alfredo, do you know about emm..."
Alfredo tertegun sesaat, bahkan belum sempat berbalik dari posisinya
yang kini masih membelakangi sang penanya. Karena Alfredo jelas tahu apa
yang akan dimaksud Shara. “What Shar?” jawab Alfredo, memutar tubuhnya
sambil.
Shara mendesah, lalu menggeleng sendiri
“Em.. Nevermind, forget it.. Emm... I.. I go outside okey” tombak Shara
katanya linglung, lalu mulai berjalan melewati Alfredo menuju pintu
utama Rumah Sakit.
Sepeninggal Shara, Alfredo menarik nafas berat sendiri. sejujurnya,
Alfredo sudah menganggap Shara seperti keluarga sendiri. Dan kehampaan
di mata gadis itu tadi, tanpa sadar membuatnya ikut tak enak hati.
Alfredo merutuki Justin, memang sudah mengira, sejak pertama, bahwa
pemuda tampan itu akan membagi hatinya. Kalau tidak, untuk apa Justin
repot-repot bersembunyi dibalik punggung Shara.
Alfredo mengangkat kepalanya lalu berlari kecil mengejar Shara.
"SHAR!" Alfredo meredam keras ucapannya saat menemukan sosok yg dituju tak jauh dari pintu lobby.
Shara membalikan tubuhnya, mengangkat alis dan menatap Alfredo di balik sorot matanya.
"Huh... You shell go with me okey?" Ujar Alfredo lalu menari pergelangan Shara.
"Eh... What... Alfredo..." Sanggah Shara namun Alfredo tak kunjung
menghentikan langkah lalu Shara membiarkan Alfredo menggerakkan langkah
kakinya entah kemana. Gadis itu begitu kalutnya hingga tak punya
sedikitpun dorongan untuk bertanya. Ternyata, rasa pahit pil-pil
kenangan itu tak mau lepas dari ujung kulitnya. Dan semakin Shara
mencoba menepisnya, lapisan itu malah mengacaukan sistem otaknya.
Alfredo sendiri tak tahu kenapa. Sejak melihat kegalauan Sharaa di depan
pintu ruang rawat Selena tadi ia ikut terpana dan tak tahu harus
berbuat apa. Setelah lepas dari ketidaksadaran sekaligus rasa
bersalahnya, Alfredo baru menyadari gadis itu sudah kebingungan sendiri.
Alfredo, mau tak mau merasa bertanggungjawab atas simalakama yang
diberikannya secara tak langsung pada Shara. Ia tahu, gadis itu pasti
tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dan ia yang tertuntut untuk
menjabarkan segalanya, dengan semua keterpaksaan yang ada.
Shara akhirnya mengangkat wajah saat langkahnya berhenti disebuah taman.
Shara tidak berniat mengangkat kepala, benaknya digelantungi pusaran
pikiran aneh yang membuatnya hanyai inign mengikuti kaki-kaki Alfredo.
Terserahlah pemuda itu mau kemana atau mau apa, Shara tidak mau berusaha
mengerti. Shara memainkan jari-jari tangannya, masih bersikap tak mau
peduli. Sedari tadi, ia berusaha untuk tidak memikirkan apa-apa. Takut
kalau-kalau pemandangan yang dilihatnya tadi muncul lagi dan Shara
benar-benar ingin berpura-pura tak tahu satu hal pun.
Alfredo berjalan ke depan Shara.
“Shar,” ucap Alfredo, berusaha mendapat perhatian gadis itu.
Shara memejamkan mata sekali lalu mengangkat wajah dan menatap Alfredo
"Ya?" tanyanya begitu lemah.
“I know. It makes you confused, it makes you hurt” ujar Alfredo.
“I'm also confused at first... There are some things here that shouldn't
we try to understand, because stuff that means nothing for us, in
addition to them (aku juga bingung pada awalnya... Ada beberapa hal
disini yang memang seharusnya ga kita coba untuk mengerti, karena
hal-hal itu tidak ada artinya buat kita, selain untuk mereka)"
Shara mengerutkan kening, tidak tahu dan sesungguhnya tidak mau tahu
kemana arah pembicaraan Alfredo. Ia tak mau mengerti. Lebih baik lagi,
jika ia berusaha menyangkali dirinya sendiri.
“Justin and Selena, clearly there is something betweet them, Certain I
should not be entitled to all of this. And the problem is, you have
entered this too far, either you want or don't want to know, you have to
know.. although I think you don't want to understand, (Justin dan
Selena jelas ada sesuatu di antara mereka. Harusnya aku ga berhak
certain semua ini. Dan masalahnya adalah, kamu sudah masuk terlalu
jauh.. mau tidak mau kamu harus tau.. meski kayaknya kamu sekarang tidak
mau untuk mengerti)” Alfredo menarik nafas saat Shara menunduk lagi
lalu melanjutkan.
“I have one request, Shar. Just One. For this time, let Selena cheers
with the presence of Justin. I do not want to see Selena's sad because
this incident. And Justin is the one who can make Selena's happy, could
you help Selena, Shar? Please? (Aku punya satu permohonan, Shar. Satu
aja. Untuk kali ini, ijinkan Selena terhibur dengan keberadaan Justin.
Aku tidak mau melihat Selena sedih karena kejadian ini. Dan Justin lah
yang bisa membuat Selena senang, tolong bantu Selena ya Shar?)" ucapan
Alfredo.
Shara menarik nafas. Tidak tahu sebenarnya apa maksud Alfredo. Betulkah ada sesuatu antara Justin dan Selena?
“If you're a silent, I think you accept this okey?” ujar Alfredo dengan nada sedikit memohon.
Alfredo lalu meronggoh kantongnya, dan melihat sebuah pesan yg mendarat ke handphonenya.
"And Shar.. Justin has known Selena before you met him I know you'll understand..." Alfredo menjeda perkataannya
"Cmon back to the hospital, Scooter Wilson and other have arrived" lanjutnya.
Shara mengangguk lemah.
Alfredo tahu Shara sedikit terperangah setelah mendengar petunjuk
terakhirnya. Alfredo tidak begitu peduli. Ia berjalan mendahuli Shara,
tahu bahwa sejak tadi gadis itu sedang mencoba membohongi diri dan
menutupi luka hatinya.
***
Lorong panjang, perempuan-perempuan dengan seragam putihnya, wangi
obat-obatan menimbulkan perasaan tak menyenangkan. Menyanyikan sejumput
hawa ratapan, kesepian. Dan pada akhirnya, kesendirian.
Shara bergidik sendiri lalu mendesah. Ada dua hal yang membuat gadis itu
sesungguhnya enggan berada di tempat ini. Kalau bukan untuk masalah
kepantasan, ia pun tak mau datang. Gadis itu terus menunduk, bahkan
hingga ujung belakang sepatu hitam mengilap yang diikutinya sedari tadi
berhenti tiba-tiba.
"Shar, cmon" ajak Alfredo memasuki ruangan lain.
Shara menghela nafas, memandang entah kearah ruang perawatan siapa yang
lapang namun dibanjiri beberapa orang yg melingkari pinggiran kasur
tempat seorang wanita itu berada. Oh, ruang rawat ibunda Selena.
Batinnya.
Tiba-tiba Wilson menghampiri Shara, membawa gadi itu ke ujung kasur pasien.
"Shar"
Shara melirik pemuda disampingnya, Wilson sedang berada disampingnya. Ia
terdiam prihatin melihat penampakan wajah Shara yang sepertinya terlalu
putus asa, sesuatau yang diluar kuasanya. Ia mendesah, menepuk puncak
kepala Shara yang masih memainkan jarinya sendiri lalu entah kenapa ia
tergerak untuk menarik tangan gadis itu dan membiarkan gadis manis itu
masih membisu mendapati jemarinya tergenggam tanpa seuntai pun kata.
Shara memandangi wajah didepannya, Justin dan Selena. Ia bungkam,
mendapati alasan kedua berdiri tak jauh dari sana. Menghela udara ketika
tak bisa merasakan desiran apa-apa. Mungkin ia sudah mati rasa.
Tanpa sadar, gadis itu mencengkram genggaman tangannya kuat-kuat,
merasakan nafasnya tercekat. Disana, sepasang hati yang membunuh milik
Shara sendiri. Justin dan Selena. Bersisian dan menggobrol hingga
menimbulkan tawa kecil.
Wilson kembali mengalihkan pandangan pada gadis kalut di dekatnya lalu spontan berkata,
"Shar? Are you oke?"
Sesuatu yang tak perlu ditanya sebenarnya. Karena jawaban yang begitu
jelas terpeta pada wajah gamang disana. Jawaban yang kali ini, lagi-lagi
ditampik Shara dengan sifat sok tegarnya.
Gadis itu menggeleng, menatap ayahnya
"I'm okey" sahut Shara, tersenyum lirih lalu membuang pandangan ke arah
lukisan yg tertempel didinding di dekatnya berada. Kasihan sekali. Ia
berdiri dalam sepi. Di tempat ini. Entah untuk berapa musim penghujan
dan kemarau yang telah terlewati. Bertahan sendiri. Gadis rapuh ini.
Kenapa harus dipaksanya untuk sadar dan mengerti berulang kali. Padahal
ini kisah miliknya.
Tanpa bicara, Wilson menarik Shara menapak lebih dekat pada ranjang
pasien. Berhenti di ujung salah satu sap terdepan barisan penjenguk.
Meski Shara sudah mempersiapkan diri untuk ronde selanjutnya. Ia tahu
setelah ini ada yang harus ia papah lagi, ada yang harus ia punguti
kepingan perasaannya kembali. Dan bagaimanapun eksekusinya nanti, dialah
yang harus mengambil lakon menjadi penyelamat, dari perang hati yang
belum pasti kapan usainya ini.
Teramat dekat dengan wanita yg lemah itu adalah Selena,
Selena terlihat memejamkan mata kuat-kuat, tak sanggup lebih lama
menyaksikan Maminya yang bergetar begitu hebat karena kehilangan seorang
anak yg akan dilahirkannya, ketika tiba-tiba wjahnya yang mulai
dibanjiri air mata dibenamkan dengan lembut ke dada seseorang. Justin
mengusap-usap punggung Selena yang tak bisa berhenti menggeletar.
“Sst .. sst ..” bisiknya menenangkan. Tak ada yang lebih penting dari
membuat gadis ini tertawa lagi. Ikrarnya pada diri sendiri.
Justin tak tahu apa yang akan dilakukannya secara spontan setelah ini,
akan membuat kedua gadis miliknya terpana dengan alasan berbeda. Pemuda
itu melangkah mundur beberapa senti, membiarkan udara sedikit
menyekatnya dengan gadis yang tadi di dekapnya. Ia memegangi sebelah
lengan Selena, lalu mengangkat dagu tajam gadis itu, membawa kedua mata
cokelat tua disana menatap miliknya sendiri.
“I don't want to see you crying in front of me” tuntutnya lembut,
mendekatkan wajahnya lalu mengecup dahi Selena, pelupuk basah mata
Selena yang menutup di saat yang bersamaan dan Justin menarik gadis itu
dalam dekapannya lagi.
Di sisi lain, Shara merasa garvitasi mengkhianatinya. Memaku tubuhnya
dengan sengaja untuk tetap berdiri di tempat yang sama. Lantas,
memerintah kepalanya untuk terangkat di saat yang salah. Memaksanya
menyaksikan episodelain dari seri ‘Kehancuran Hati’ baginya. Potongan
drama yang lagi-lagi membuatnya ingin ditelan magma. Reka adegan yang
kini diperagakan Justin untuk Selena, bukan untuknya. Shara mengerjap
lalu menyadari bendungan butiran kristalnya dirembes matanya lagi.
Shara mengangkat wajah lalu melihat dua siluet itu dari kejauhan. Ia
mendesah. Tak mengerti siapa yang harus disalahkan dalam hal ini. Walau
korban terparahnya sangat jelas diperankan oleh Shara, oleh dirinya
sendiri.
Shara melihat Selena dalam rengkuhan lelakinya mengangkat wajah dan
kilatan mata gadis itu tertuju ke arahnya, mungkin lebih tepatnya pada
Shara. Pikir gadis itu.
Selena memang sedang berhenti terisak lalu memutuskan mengedarkan
pandangan sewaktu akhirnya selaput kabur matanya menangkap sosok Shara
tanpa sengaja. Gadis itu mengunci fokusnya disana, beberapa lama terdiam
untuk memperhatikan ‘rival’ yang baru dinominasikannya secara tak
sengaja. Selena tahu Shara tengah menangis. Tapi anehnya, ia tak begitu
merasa bersalah.
Saat Selena terisak sekali sesudahnya, Justin baru menyadari bahwa Selena tengah serius menatapi sesuatu.
"What happens, Sel?” tanyanya pelan, menjauhkan Selena sesaat dari
tubuhnya lalu berusaha mengikuti pandangan gadis itu. Selena tergeragap.
Shara bergegas menarik diri untuk bersembunyi, mengadu punggung dibalik
ayahnya, saat kali ini ia memecahkan isyarat di saat yang tepat. Dengan
reflek, ia menutupi dirinya sendiri agar Justin tidak bisa melihatnya.
Karena Shara tak mau membiarkan Justin menyaksikan bahwa Shara menangisi
diri Justin, entah kenapa.
Namun sebenarnya Shara tak perlu begitu sibuk menyembunyikan diri,
karena sebelumnya, setelah sedikit tergeragap Selena sudah mencegah apa
yang tak diinginkannya agar jangan terjadi, Selena tak ingin Justin
melihat Shara. Selena mendorong pipi Justin begitu tiba-tiba, hingga
pencair tembaga itu melelehkan cokelat kepunyaannya. Dorongan dengan
kode tak terbaca agar pemuda itu tidak menoleh, tidak melihat Shara
berada diruangan yg sama.
“Nevermind” katanya pelan, berlakon begitu meyakinkan.
Justin mengangguk, meraih jemari Selena yang masih menempel di pipinya lalu membawanya turun dan menggenggamnya.
"Keep my promise, I will make you smile, al-ways" Ujar Justin, menyaput
tulang pipi Selena yang mulai mengering dengan ibu jari tangannya yang
lain.
Tiba-tiba segalanya menjadi begitu jelas. Justin tak menyadari bahwa gadis itu, Shara, masih menyaksikannya.
***
Di tepi kursi panjang didepan ruangan itu, Shara terpekur. Memegangi
jantungnya sendiri, seakan takut organ krusial itu akan meledak lantas
jatuh berserak. Setelah mengetahui sebegitu pentingnya posisi Selena, ia
tak mampu lagi menyangkali sakit hatinya lagi. Kini ia hanya bisa
berharap, perih ini akan menghilang bukannya melesak makin dalam.
Walau jelas-jelas tak mau mengerti, dalam benak Shara semua yang terjadi
hari ini sudah menyambung rantainya sendiri. Menyatukan setiap kata
dalam potongan kisah. Membuatnya tak bisa bernafas, bahkan hanya untuk
sekedar mendesah.
Shara terperanjat, Kelebatan bayangan tentang dirinya dan Justin
mencambuki hatinya. akhirnya kenangan yg menari itu kini berhasil
menjebol apa yang dibendung Shara sedari tadi. Setitik air mata merembes
tanggulnya, karena sesak itu tak mampu lagi ditampung rongga dadanya.
Bukankah segalanya begitu jelas ? Justin kenal Selena bahkan sebelum
nama Shara sempat terfikir untuk dituliskan dalam kitab hidup pemuda
itu.
Shara mendekap dadanya, entah untuk apa. Mungkin untuk memaksa sesak di
jantungnya agar menghilang seketika. Dia tidak mengira akan ada perasaan
sedalam itu antara Justin dan Selena. Shara menyesali kenapa dia harus
hadir sebagai selingan dan jatuh telalu jauh dalam kilatan mata pencair
tembaga itu. Kini, saat kedua tokoh utama dalam cerita telah bersatu
lagi. Apa yang diharapnya?
Dan lagi-lagi airmata, kelompok bening yang selalu mengekori jejak
pendahulunya. Dengan fokus pandangan mulai mengabur, Shara terhenyak,
merasakan kenangan mulai menguburnya dalam kepahitan tak tertanggungkan.
Justin, Masihkah ada utnuk merengkuhnya ?
Shara tidak mengerti lagi. Bukankah dia sudah mempersiapkan diri ? Lalu
kenapa hatinya mesti sesakit ini ? Dan ternyata usaha membohongi diri
sendiri tafi berakibat sefatal ini. Saat Shara segalanya berputar di
kepala Shara, merasuknya hingga hampir gila. Semua yang pernah terjadi,
dijejalkan lagi padanya saat ini. Setiap kenangan, ejekan, rengkuhan,
keharuman hingga tampikan membaut gadis itu terperosok makin dalam.
Shara memukuli ulu hatinya sendiri. Tidak mengerti kenapa ia harus
menyayangi Justin sedalam ini. Sudah, berhenti. Berhenti. Ia mengusap
sungai kecil yang menganak di pipinya, memekik dalam hati agar kelanjar
air matanya lebih baik tak usah berfungsi. Ia hanya mau ada Justin
disini. Mendekapnya lagi. Bukan Selena.
Entah Shara sedang bermimpi atau apa, karena tiba-tiba ia merasakan
seseorang mengurung tubuhnya. Gadis itu sendiri tak tahu, dalam pelukan
siapa tangisnya sedang pecah sekarang. Wangi ini... Shara tersedak
sesaat. Dengan sisa kelemahan menempel di pelupuk matanya. Gadis itu
mencoba untuk diam lalu berhenti menangis. Dan apa yang didengarnya,
membuat Shara terperanjat tak menyangka.
"Love of my life you hurt me,
You broken my heart and now you leave me.
Love of my life cant you see,
Bring it back, bring it back"
Shara mengangkat kepala, melihat rahang Justin bergerak-gerak mengulangi senandung itu untuknya.
"Justin?" Shara terperanjat saat mendapati wajah lelaki tampan itu disana.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar