Senin, 28 Januari 2013

How To Love - Part 14

Re-post 
...:: How To Love ::... 
Part 14

Story by @BieberLSIndo


***


- Justin's POV -

Justin sebegini cemas memikirkan kesadaran orang lain. Ia begitu peduli. Dan sekarang perasaan kalut itu seakan membunuhnya perlahan. Justin tak pernah tahu bahwa menunggu seseorang untuk membuka mata bisa terkonversi menjadi penantian panjang yang seolah meledekinya namun tak kunjung datang juga.
Pemuda itu menghentikan kakinya yang sejak tadi berjalan mengitari ruangan kesana-kemari tak karu-karuan. Justin menghela nafas lalu memutuskan menarik bangku ke sebelah ranjang pasien dimana seorang gadis berwajah manis sedang tergeletak di atasnya sekarang.
Ia beranjak duduk di bangku tadi, lalu menopangkan dagu ke kisi-kisi besi ranjang, menatapi wajah pias Selena yang kini membuatnya ketar-ketir setangah mati. Karena Justin tadi membuka ruang rawat VIP, pemuda itu baru menyadari bahwa ruangan ini terlalu sepi. Telinganya tak mendengar bunyi apa-apa selain suara tetesan infuse dan berbagai pikiran yang berkejaran di otaknya sendiri.
Justin berdiri lagi, lalu menendang kursi yang tadi ia duduki. Ia tak tahan tidak melakukan apa-apa selain menunggu dalam kesunyian yang mencekamnya seperti ini. Pemuda itu mulai mondar-mandir sambil berusaha menyibukkan benaknya sendiri. Pikirannya berloncatan dari satu hal ke hal lain, yang tidak saling berkaitan. Tiba-tiba ada satu kelebatan yang menohoknya. Ia merasa seperti melupakan sesuatu, sesuatu yang harusnya begitu krusial. Tapi apa? Belum sempat menggali ingatan, Justin sudah dikejutkan oleh suara erangan pelan, yang ditangkap telinganya. Pemuda itu melangkah agak tergopoh kearah ranjang pasien. Gadis berambut gelombang disana ternyata baru membuka matanya dan mengerjap pelan.
“Hei,” sapa Justin singkat, tiba-tiba bingung mau berkata apa.
Selena terkesiap lalu menoleh ke arah Justin, nampaknya baru menyadari ia tidak sendiri.
“Hei,” balasnya tak kalah singkat, dan dengan ragu tersenyum kecil.
Justin merutuki diri sendiri, kenapa dia harus segrogi ini sih. Pemuda itu menarik nafas dalam-dalam lalu ikut menyunggingkan senyum.
“You..” Justin ragu lagi
“Are you fine?” Tanya Justin akhirnya.
Selena mengangguk kecil.
“I heard you mom.. Emm..” maksud Justin ingin mengucapkan, namun entah kenapa ia tak mampu menemukan susunan kalimat yang tepat utnuk mengungkapkannya. Ia memang tak pernah pandai merangkai kata, kecuali untuk saat-saat tertentu. Hei, saat saat tertentu kapan itu? Justin terdiam sebentar, merasakan perasaan tertohok itu lagi. Apa sebenarnya yang ia lupakan begitu tiba-tiba.
Selena mendesah sekilas, merasa ingin menangis lagi ketika Justin menyinggung hal tadi. Mengingat keinginan memiliki sodara kecilnya kalap menghilang begitu saja.
Selena mengerjap sekali, merasakan setets air mata mengalir pelan dari sudut matanya dan terkesiap saat menyadari perjalanan air mata itu terhenti sebelum sempat menyentuh bantal yang menumpu kepalanya. Justin, ternyata, baru saja menyeka air mata itu dari ekor matanya.
“Don't cry...” ucap Justin pelan, menghela nafas dan melepas ibu jarinya dari wajah Selena
“Cos that makes me sad is when i see a girl crying and i cant do anything to help make them feel better" ujar Justin.
Selena menggerakkan tangannya sendiri, menahan calon-calon cairan bening yang sudah berkumpul di pelupuk matanya untuk tidak berjatuhan.
Dari kecil, Justin memang suka panik sendiri kalau melihat orang menangis, apalagi seorang perempuan.
Gadis itu menarik nafas sekali, lalu mengumpulkan tenaga untuk mematakan senyum kecil.
Justin ikut tersenyum saat memandangi senyuman Selena Tanpa ampun, euphoria itu tiba-tiba menyergapnya lagi. Walau dengan kondisi tidak begitu tepat seperti ini, Justin masih dapat merasakan kegembiraan menjalari hatinya. Karena gadis di hadapannya inilah yang sekarang mengisi hati dan pikirannya mungkin menggeser peringkat utama sosok lain yg menyayanginya.
Justin menelusuri bingkai wajah Selena pelan dengan telunjuknya, seakan masih tidak percaya. Dengan berbagai emosi yang dirasanya, pemuda tampan itu berkata
“Where have you been? You hase gone for two days”
Selena terdiam, memejamkan mata sekilas.
"Hem.. It means..." Ujar Selena yg tiba tiba disanggah Justin.
Justin melepaskan telunjuknya dari wajah Selena lalu bertanya.
"It means... I care about you, I worry..."
“Sorry” ujar Selena sambil menggigit bibir, entah merasa bersalah pada siapa.
Justin tersenyum tipis namun tiba tiba mengernyit menatapi Selena. Sekilas saja, perasaan sepertinya ia kehilangan sesuatu itu menohoknya lagi. Justin terhenyak sesaat. Apa sih yang dilupakan otaknya? Dan kenapa hal ini tampaknya begitu mengganggu?
“Justin?” Selena menyentuh lengan Justin pelan dengan jarinya.
“Hemm?” Justin mengalihkan pandangannya kearah Selena tersenyum pelan
“You shell take a rest, Sel” Tukas Justin sambil menarik bagku yang tadi ditendangnya tanpa perasaan dan duduk disana.
"Till you open your eyes I will stay here, beside you" ucap Justin tajam.
Justin mengapit sebelah jemari Selena dengan kedua telapaknya sendiri, lalu mendesah. Pemuda itu tersenyum memperhatikan Selena mulai memasuki tidur lelapnya. Kalau memang otaknya tak bisa melacak apa yang terlupa, mungkin hal itu tidak sepenting yang ia kira.
Namun disana, ditempat yg lain Justin mungkin tak sadar, bahwa hal yang baru saja diabaikannya itu ada begitu dekat dengannya. Tersembunyi dalam salah satu dari dua pasang bola mata yang kini berkilat di luar jendela ruang yang sama. Masing-masing pemiliknya sedang berbaris dengan interval jarak serupa, memandangi hal yang berbeda. Shara, gadis berambut panjang yang ternyata perwujudan hal tidak sekrusil lagi bagi Justin sekarang sedang mengintip drama yg berlakon didalam salah satu kamar dihadapannya, sedangkan di belakangnya ada seorang pemuda lain berdiri dalam jangkauan jarak tak seberapa di balik punggung Shara, melihat sepasang mata bersorot tak mengerti milik gadis itu menembus hingga ke balik kaca kecil di pintu kamar pasien dimana Justin & Selena berada.
Gadis bermata nanar di luar itu tetap tak menyadari, saat pemuda bermata besar di belakangnya menatapi bahunya yang lunglai seketika dengan rasa bersalah terhadap diri Shara.

***

- Shara's POV -

Masih ditempat yang sama, Rumah Sakit dan hari yang sama. Dalam sekejap, Alfredo mengerjap matanya sekali saat melihat seorang gadis berparas manis baru saja berjalan mundur dengan detapan kaki seirama dan tatapan kosong dari hadapannya. Alfredo merasa tidak percaya bahwa gadis berambut panjang yang kini berjalan lurus tanpa nyawa bagai zombie itu sedang mengidap salah satunya.
“Shar ..” Alfredo mencoba memanggil gadis yang sama, yang sedang berjalan melewatinya seakan tak sadar ada orang lain di ruangan itu.
Karena Shara tidak menyahut, Alfredo berjalan mendekati gadis itu sambil memanggil lagi dengan suara lebih keras “Shara..”
Shara berjengit aneh sambil menoleh ke arah Alfredo
“Ya?” Ujarnya tanpa intonasi, sekan tidak terkejut sama sekali.
Alfredo mengernyit sendiri, bingung mendapati gadis di hadapannya seperti robot tak ber-emosi
“Are you okey?” tanyanya sambil menyentuh bahu Shara.
Shara menunduk, menggeleng seklai lalu mengangkat wajah lagi dan tersenyum ganjil
“I am..” Jawab Shara.
“Oh,” Alfredo mengangguk sendiri lalu melanjutkan pertanyaannya
"Don't you want to entry the room? Meet Justin and Selena?"
Shara tercekat sesaat, lalu terdiam agak lama sebelum akhirnya menyahut
"I have met them" jawab gadis itu berbohong.
Alfredo seperti merasa sudah salah bertanya, ia meringis sendiri lalu melepas tangannya dari bahu Shara
“Okey then I will entry the room” ujar laki-laki berbadan besar itu, tersenyum tipis sambil menunjuk sebuah ruangan.
Alfredo baru saja berjalan ketika pertanyaan mendadak Shara seakan menjegalnya.
"Alfredo, do you know about emm..."
Alfredo tertegun sesaat, bahkan belum sempat berbalik dari posisinya yang kini masih membelakangi sang penanya. Karena Alfredo jelas tahu apa yang akan dimaksud Shara. “What Shar?” jawab Alfredo, memutar tubuhnya sambil.
Shara mendesah, lalu menggeleng sendiri
“Em.. Nevermind, forget it.. Emm... I.. I go outside okey” tombak Shara katanya linglung, lalu mulai berjalan melewati Alfredo menuju pintu utama Rumah Sakit.
Sepeninggal Shara, Alfredo menarik nafas berat sendiri. sejujurnya, Alfredo sudah menganggap Shara seperti keluarga sendiri. Dan kehampaan di mata gadis itu tadi, tanpa sadar membuatnya ikut tak enak hati. Alfredo merutuki Justin, memang sudah mengira, sejak pertama, bahwa pemuda tampan itu akan membagi hatinya. Kalau tidak, untuk apa Justin repot-repot bersembunyi dibalik punggung Shara.
Alfredo mengangkat kepalanya lalu berlari kecil mengejar Shara.
"SHAR!" Alfredo meredam keras ucapannya saat menemukan sosok yg dituju tak jauh dari pintu lobby.
Shara membalikan tubuhnya, mengangkat alis dan menatap Alfredo di balik sorot matanya.
"Huh... You shell go with me okey?" Ujar Alfredo lalu menari pergelangan Shara.
"Eh... What... Alfredo..." Sanggah Shara namun Alfredo tak kunjung menghentikan langkah lalu Shara membiarkan Alfredo menggerakkan langkah kakinya entah kemana. Gadis itu begitu kalutnya hingga tak punya sedikitpun dorongan untuk bertanya. Ternyata, rasa pahit pil-pil kenangan itu tak mau lepas dari ujung kulitnya. Dan semakin Shara mencoba menepisnya, lapisan itu malah mengacaukan sistem otaknya.
Alfredo sendiri tak tahu kenapa. Sejak melihat kegalauan Sharaa di depan pintu ruang rawat Selena tadi ia ikut terpana dan tak tahu harus berbuat apa. Setelah lepas dari ketidaksadaran sekaligus rasa bersalahnya, Alfredo baru menyadari gadis itu sudah kebingungan sendiri.
Alfredo, mau tak mau merasa bertanggungjawab atas simalakama yang diberikannya secara tak langsung pada Shara. Ia tahu, gadis itu pasti tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dan ia yang tertuntut untuk menjabarkan segalanya, dengan semua keterpaksaan yang ada.
Shara akhirnya mengangkat wajah saat langkahnya berhenti disebuah taman.
Shara tidak berniat mengangkat kepala, benaknya digelantungi pusaran pikiran aneh yang membuatnya hanyai inign mengikuti kaki-kaki Alfredo. Terserahlah pemuda itu mau kemana atau mau apa, Shara tidak mau berusaha mengerti. Shara memainkan jari-jari tangannya, masih bersikap tak mau peduli. Sedari tadi, ia berusaha untuk tidak memikirkan apa-apa. Takut kalau-kalau pemandangan yang dilihatnya tadi muncul lagi dan Shara benar-benar ingin berpura-pura tak tahu satu hal pun.
Alfredo berjalan ke depan Shara.
“Shar,” ucap Alfredo, berusaha mendapat perhatian gadis itu.
Shara memejamkan mata sekali lalu mengangkat wajah dan menatap Alfredo
"Ya?" tanyanya begitu lemah.
“I know. It makes you confused, it makes you hurt” ujar Alfredo.
“I'm also confused at first... There are some things here that shouldn't we try to understand, because stuff that means nothing for us, in addition to them (aku juga bingung pada awalnya... Ada beberapa hal disini yang memang seharusnya ga kita coba untuk mengerti, karena hal-hal itu tidak ada artinya buat kita, selain untuk mereka)"
Shara mengerutkan kening, tidak tahu dan sesungguhnya tidak mau tahu kemana arah pembicaraan Alfredo. Ia tak mau mengerti. Lebih baik lagi, jika ia berusaha menyangkali dirinya sendiri.
“Justin and Selena, clearly there is something betweet them, Certain I should not be entitled to all of this. And the problem is, you have entered this too far, either you want or don't want to know, you have to know.. although I think you don't want to understand, (Justin dan Selena jelas ada sesuatu di antara mereka. Harusnya aku ga berhak certain semua ini. Dan masalahnya adalah, kamu sudah masuk terlalu jauh.. mau tidak mau kamu harus tau.. meski kayaknya kamu sekarang tidak mau untuk mengerti)” Alfredo menarik nafas saat Shara menunduk lagi lalu melanjutkan.
“I have one request, Shar. Just One. For this time, let Selena cheers with the presence of Justin. I do not want to see Selena's sad because this incident. And Justin is the one who can make Selena's happy, could you help Selena, Shar? Please? (Aku punya satu permohonan, Shar. Satu aja. Untuk kali ini, ijinkan Selena terhibur dengan keberadaan Justin. Aku tidak mau melihat Selena sedih karena kejadian ini. Dan Justin lah yang bisa membuat Selena senang, tolong bantu Selena ya Shar?)" ucapan Alfredo.
Shara menarik nafas. Tidak tahu sebenarnya apa maksud Alfredo. Betulkah ada sesuatu antara Justin dan Selena?
“If you're a silent, I think you accept this okey?” ujar Alfredo dengan nada sedikit memohon.
Alfredo lalu meronggoh kantongnya, dan melihat sebuah pesan yg mendarat ke handphonenya.
"And Shar.. Justin has known Selena before you met him I know you'll understand..." Alfredo menjeda perkataannya
"Cmon back to the hospital, Scooter Wilson and other have arrived" lanjutnya.
Shara mengangguk lemah.
Alfredo tahu Shara sedikit terperangah setelah mendengar petunjuk terakhirnya. Alfredo tidak begitu peduli. Ia berjalan mendahuli Shara, tahu bahwa sejak tadi gadis itu sedang mencoba membohongi diri dan menutupi luka hatinya.

***

Lorong panjang, perempuan-perempuan dengan seragam putihnya, wangi obat-obatan menimbulkan perasaan tak menyenangkan. Menyanyikan sejumput hawa ratapan, kesepian. Dan pada akhirnya, kesendirian.
Shara bergidik sendiri lalu mendesah. Ada dua hal yang membuat gadis itu sesungguhnya enggan berada di tempat ini. Kalau bukan untuk masalah kepantasan, ia pun tak mau datang. Gadis itu terus menunduk, bahkan hingga ujung belakang sepatu hitam mengilap yang diikutinya sedari tadi berhenti tiba-tiba.
"Shar, cmon" ajak Alfredo memasuki ruangan lain.
Shara menghela nafas, memandang entah kearah ruang perawatan siapa yang lapang namun dibanjiri beberapa orang yg melingkari pinggiran kasur tempat seorang wanita itu berada. Oh, ruang rawat ibunda Selena. Batinnya.
Tiba-tiba Wilson menghampiri Shara, membawa gadi itu ke ujung kasur pasien.
"Shar"
Shara melirik pemuda disampingnya, Wilson sedang berada disampingnya. Ia terdiam prihatin melihat penampakan wajah Shara yang sepertinya terlalu putus asa, sesuatau yang diluar kuasanya. Ia mendesah, menepuk puncak kepala Shara yang masih memainkan jarinya sendiri lalu entah kenapa ia tergerak untuk menarik tangan gadis itu dan membiarkan gadis manis itu masih membisu mendapati jemarinya tergenggam tanpa seuntai pun kata.
Shara memandangi wajah didepannya, Justin dan Selena. Ia bungkam, mendapati alasan kedua berdiri tak jauh dari sana. Menghela udara ketika tak bisa merasakan desiran apa-apa. Mungkin ia sudah mati rasa.
Tanpa sadar, gadis itu mencengkram genggaman tangannya kuat-kuat, merasakan nafasnya tercekat. Disana, sepasang hati yang membunuh milik Shara sendiri. Justin dan Selena. Bersisian dan menggobrol hingga menimbulkan tawa kecil.
Wilson kembali mengalihkan pandangan pada gadis kalut di dekatnya lalu spontan berkata,
"Shar? Are you oke?"
Sesuatu yang tak perlu ditanya sebenarnya. Karena jawaban yang begitu jelas terpeta pada wajah gamang disana. Jawaban yang kali ini, lagi-lagi ditampik Shara dengan sifat sok tegarnya.
Gadis itu menggeleng, menatap ayahnya
"I'm okey" sahut Shara, tersenyum lirih lalu membuang pandangan ke arah lukisan yg tertempel didinding di dekatnya berada. Kasihan sekali. Ia berdiri dalam sepi. Di tempat ini. Entah untuk berapa musim penghujan dan kemarau yang telah terlewati. Bertahan sendiri. Gadis rapuh ini. Kenapa harus dipaksanya untuk sadar dan mengerti berulang kali. Padahal ini kisah miliknya.
Tanpa bicara, Wilson menarik Shara menapak lebih dekat pada ranjang pasien. Berhenti di ujung salah satu sap terdepan barisan penjenguk.
Meski Shara sudah mempersiapkan diri untuk ronde selanjutnya. Ia tahu setelah ini ada yang harus ia papah lagi, ada yang harus ia punguti kepingan perasaannya kembali. Dan bagaimanapun eksekusinya nanti, dialah yang harus mengambil lakon menjadi penyelamat, dari perang hati yang belum pasti kapan usainya ini.
Teramat dekat dengan wanita yg lemah itu adalah Selena,
Selena terlihat memejamkan mata kuat-kuat, tak sanggup lebih lama menyaksikan Maminya yang bergetar begitu hebat karena kehilangan seorang anak yg akan dilahirkannya, ketika tiba-tiba wjahnya yang mulai dibanjiri air mata dibenamkan dengan lembut ke dada seseorang. Justin mengusap-usap punggung Selena yang tak bisa berhenti menggeletar.
“Sst .. sst ..” bisiknya menenangkan. Tak ada yang lebih penting dari membuat gadis ini tertawa lagi. Ikrarnya pada diri sendiri.
Justin tak tahu apa yang akan dilakukannya secara spontan setelah ini, akan membuat kedua gadis miliknya terpana dengan alasan berbeda. Pemuda itu melangkah mundur beberapa senti, membiarkan udara sedikit menyekatnya dengan gadis yang tadi di dekapnya. Ia memegangi sebelah lengan Selena, lalu mengangkat dagu tajam gadis itu, membawa kedua mata cokelat tua disana menatap miliknya sendiri.
“I don't want to see you crying in front of me” tuntutnya lembut, mendekatkan wajahnya lalu mengecup dahi Selena, pelupuk basah mata Selena yang menutup di saat yang bersamaan dan Justin menarik gadis itu dalam dekapannya lagi.
Di sisi lain, Shara merasa garvitasi mengkhianatinya. Memaku tubuhnya dengan sengaja untuk tetap berdiri di tempat yang sama. Lantas, memerintah kepalanya untuk terangkat di saat yang salah. Memaksanya menyaksikan episodelain dari seri ‘Kehancuran Hati’ baginya. Potongan drama yang lagi-lagi membuatnya ingin ditelan magma. Reka adegan yang kini diperagakan Justin untuk Selena, bukan untuknya. Shara mengerjap lalu menyadari bendungan butiran kristalnya dirembes matanya lagi.
Shara mengangkat wajah lalu melihat dua siluet itu dari kejauhan. Ia mendesah. Tak mengerti siapa yang harus disalahkan dalam hal ini. Walau korban terparahnya sangat jelas diperankan oleh Shara, oleh dirinya sendiri.
Shara melihat Selena dalam rengkuhan lelakinya mengangkat wajah dan kilatan mata gadis itu tertuju ke arahnya, mungkin lebih tepatnya pada Shara. Pikir gadis itu.
Selena memang sedang berhenti terisak lalu memutuskan mengedarkan pandangan sewaktu akhirnya selaput kabur matanya menangkap sosok Shara tanpa sengaja. Gadis itu mengunci fokusnya disana, beberapa lama terdiam untuk memperhatikan ‘rival’ yang baru dinominasikannya secara tak sengaja. Selena tahu Shara tengah menangis. Tapi anehnya, ia tak begitu merasa bersalah.
Saat Selena terisak sekali sesudahnya, Justin baru menyadari bahwa Selena tengah serius menatapi sesuatu.
"What happens, Sel?” tanyanya pelan, menjauhkan Selena sesaat dari tubuhnya lalu berusaha mengikuti pandangan gadis itu. Selena tergeragap.
Shara bergegas menarik diri untuk bersembunyi, mengadu punggung dibalik ayahnya, saat kali ini ia memecahkan isyarat di saat yang tepat. Dengan reflek, ia menutupi dirinya sendiri agar Justin tidak bisa melihatnya. Karena Shara tak mau membiarkan Justin menyaksikan bahwa Shara menangisi diri Justin, entah kenapa.
Namun sebenarnya Shara tak perlu begitu sibuk menyembunyikan diri, karena sebelumnya, setelah sedikit tergeragap Selena sudah mencegah apa yang tak diinginkannya agar jangan terjadi, Selena tak ingin Justin melihat Shara. Selena mendorong pipi Justin begitu tiba-tiba, hingga pencair tembaga itu melelehkan cokelat kepunyaannya. Dorongan dengan kode tak terbaca agar pemuda itu tidak menoleh, tidak melihat Shara berada diruangan yg sama.
“Nevermind” katanya pelan, berlakon begitu meyakinkan.
Justin mengangguk, meraih jemari Selena yang masih menempel di pipinya lalu membawanya turun dan menggenggamnya.
"Keep my promise, I will make you smile, al-ways" Ujar Justin, menyaput tulang pipi Selena yang mulai mengering dengan ibu jari tangannya yang lain.
Tiba-tiba segalanya menjadi begitu jelas. Justin tak menyadari bahwa gadis itu, Shara, masih menyaksikannya.

***

Di tepi kursi panjang didepan ruangan itu, Shara terpekur. Memegangi jantungnya sendiri, seakan takut organ krusial itu akan meledak lantas jatuh berserak. Setelah mengetahui sebegitu pentingnya posisi Selena, ia tak mampu lagi menyangkali sakit hatinya lagi. Kini ia hanya bisa berharap, perih ini akan menghilang bukannya melesak makin dalam.
Walau jelas-jelas tak mau mengerti, dalam benak Shara semua yang terjadi hari ini sudah menyambung rantainya sendiri. Menyatukan setiap kata dalam potongan kisah. Membuatnya tak bisa bernafas, bahkan hanya untuk sekedar mendesah.
Shara terperanjat, Kelebatan bayangan tentang dirinya dan Justin mencambuki hatinya. akhirnya kenangan yg menari itu kini berhasil menjebol apa yang dibendung Shara sedari tadi. Setitik air mata merembes tanggulnya, karena sesak itu tak mampu lagi ditampung rongga dadanya.
Bukankah segalanya begitu jelas ? Justin kenal Selena bahkan sebelum nama Shara sempat terfikir untuk dituliskan dalam kitab hidup pemuda itu.
Shara mendekap dadanya, entah untuk apa. Mungkin untuk memaksa sesak di jantungnya agar menghilang seketika. Dia tidak mengira akan ada perasaan sedalam itu antara Justin dan Selena. Shara menyesali kenapa dia harus hadir sebagai selingan dan jatuh telalu jauh dalam kilatan mata pencair tembaga itu. Kini, saat kedua tokoh utama dalam cerita telah bersatu lagi. Apa yang diharapnya?
Dan lagi-lagi airmata, kelompok bening yang selalu mengekori jejak pendahulunya. Dengan fokus pandangan mulai mengabur, Shara terhenyak, merasakan kenangan mulai menguburnya dalam kepahitan tak tertanggungkan. Justin, Masihkah ada utnuk merengkuhnya ?
Shara tidak mengerti lagi. Bukankah dia sudah mempersiapkan diri ? Lalu kenapa hatinya mesti sesakit ini ? Dan ternyata usaha membohongi diri sendiri tafi berakibat sefatal ini. Saat Shara segalanya berputar di kepala Shara, merasuknya hingga hampir gila. Semua yang pernah terjadi, dijejalkan lagi padanya saat ini. Setiap kenangan, ejekan, rengkuhan, keharuman hingga tampikan membaut gadis itu terperosok makin dalam.
Shara memukuli ulu hatinya sendiri. Tidak mengerti kenapa ia harus menyayangi Justin sedalam ini. Sudah, berhenti. Berhenti. Ia mengusap sungai kecil yang menganak di pipinya, memekik dalam hati agar kelanjar air matanya lebih baik tak usah berfungsi. Ia hanya mau ada Justin disini. Mendekapnya lagi. Bukan Selena.
Entah Shara sedang bermimpi atau apa, karena tiba-tiba ia merasakan seseorang mengurung tubuhnya. Gadis itu sendiri tak tahu, dalam pelukan siapa tangisnya sedang pecah sekarang. Wangi ini... Shara tersedak sesaat. Dengan sisa kelemahan menempel di pelupuk matanya. Gadis itu mencoba untuk diam lalu berhenti menangis. Dan apa yang didengarnya, membuat Shara terperanjat tak menyangka.
"Love of my life you hurt me,
You broken my heart and now you leave me.
Love of my life cant you see,
Bring it back, bring it back"
Shara mengangkat kepala, melihat rahang Justin bergerak-gerak mengulangi senandung itu untuknya.
"Justin?" Shara terperanjat saat mendapati wajah lelaki tampan itu disana.


***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar