Sabtu, 26 Januari 2013

How To Love - Part 4

Re-post 
...:: How To Love ::... 
Part 4
Story by @BieberLSIndo 


***


Siapa yang tak ingin berkunjung ke salah satu taman bermain terbaik di dunia, Disneyland? Shara berkesempatan untuk berpetualang di Disneyland Theme Park bersama Justin Bieber dan hanya berdua.
Shara memandangi ruas-ruas jalanan kota Los Angeles sambil duduk di atas jok mobil Ranger Rover yang dikendarai Justin disampingnya. Selama perjalan mereka lebih banyak membungkam mulut mereka dan membuang pandangan masing-masing, masih enggan untuk kembali berbincang seperti dahulu.
Perjalanan menuju Disneyland butuh waktu sekitar satu jam perjalanan, agar sampai di Anaheim, Disneyland.
Sekitar empat puluh lima menit setelah pukul sepuluh pagi mereka sampai di Downtown Anaheim. Nampak jalan utama menuju tempat parkir dipadati ribuan mobil dan lautan orang yang ingin berekreasi.
“Welcome, how many tickets?" Ucap petugas loket.
"2 tickets, please” ujar Justin diloket tiket. Shara masih merasa gugup dan canggung melihat Justin yang memakai kaos putih bergaris hitam, memakai hoodie hitam, celana panjang dan supra berwarna biru tua dan kacamata hitamnya tidak ketinggalan.
Justin mengangguk acuh setelah mendapat 2 tiket fast tracknya, lalu menarik lengan Shara ke dalam pintu masuk. Mereka melewati bagian stamp. Shara duluan, ia dengan senang hati menjulurkan tangannya, begitu pula dengan Justin. Setelah selesai mereka mulai melangkah memasuki kawasan Disneyland yang ternyata cukup ramai dan luas sekali. Shara menoleh ke kanan dan ke kiri, dan dia mendapati sepasang kekasih memakai t-shirt warna warni bergambar maskot Disneyland.
Justin memperhatikan Shara. Bajunya sudah mulai kusut, rambutnya masih terurai panjang terlihat berantakan tapi tetap, Manis.
“Cmon” kata Shara.
“Where?” Tanya Justin ketus
"Just follow me" ucap Shara.
Tanpa sadar, Shara menggenggam tangan Justin dan menariknya ke arah sebuah toko souvenir. Justin menatap tangannya yang digenggam Shara. Perjalanan itu jauh juga. Entah kenapa, Justin menikmatinya, aneh, Justin malah merasa nyaman, lebih jauh dan lebih lama digenggamnya juga ga apa apa, pikir Justin.
Mereka berhenti di depan sebuah Disneyland Souvenir Shop. Justin mengerutkan kening. Shara berbalik dan menatap Justin, lalu melihat kearah tangannya yang menggenggam tangan Justin.
"Ya ampun!" gumam hati Shara.
Shara berniat melepas tangannya dari lengan Justin, tapi ternyata tangan Justin menahannya. Shara menatap Justin yang kini memandangnya galak.
“You've held my hand arbitrarily, so don't think u can release my hand arbitrarily (kamu udah genggam genggam tangan aku seenaknya, jadi jangan pikir kamu bisa lepas tanggan kamu seenaknya)” ucap Justin.
“hah ?” Shara ga ngerti.
Justin melepas tangan Shara kasar.
"Forget that!" Ucap Justin.
Shara menghela nafas lalu melangkah masuk ke dalam souvenir shop, diikuti Justin yang bertanya heran,
“What are we doing here?”
“Its..” kata Shara berbalik menghadap Justin.
“if you want to play, also have to wear clothes that are comfortable, it will make you enjoy (kalau mau main itu, juga harus pake baju yang nyaman, biar bisa menikmati)” kata Shara. Ia mendekati gantungan t-shirt bergambar mascot Disneyland.
Shara menarik sebuah baju berwarna ungu dengan corak Disneyland
“It's cool, I know you love purple” kata Shara.
“What?” Tanya Justin ketus.
“Do I have to wear this?”
Shara menarik tangan Justin, menyerahkan t-shirt itu.
“No” kata Justin.
Shara manyun.
Apaan sih ini cewek? Kenapa pake jurus andalannya para wanita sih? Justin kan paling ga tega kalo ngeliat cewe udah manyun.
“Oke oke” Justin mengalah, dan Shara nyengir kuda. Justin sendiri juga bingung kenapa jadi nurut sama cewek ini.
“eh..” Justin mau memprotes, tapi Shara keburu mendorongnya ke ruang ganti.
Shara tergelak, terbahak bahak melihat Justin keluar ruang ganti sudah memakai t-shirt ungu bermaskot Disneyland itu.
“Don't laugh! But you know I'm still handsome” kata Justin mencibir.
tiba tiba ia memperhatikan Shara yang masih memakai pakaiannya.
“You have to change too!” Justin mendekati gantungan t-shirt itu, mengambil t-shirt bermaskot Disneyland berwarna pink, dan juga sebuah celana pendek biasa tak berapa jauh dari gantungan itu.
"Don't piiiink" kata Shara mengerenyit.
“Don't care hahaha” kata Justin sambil gantian mendorong Shara ke ruang ganti.
“With short pants?” Tanya Shara.
Justin mengutip ucapan Shara.
“if you want to play it, also have to wear clothes that are comfortable, it will make you enjoy (kalau mau main itu, juga harus pake baju yang nyaman, biar bisa menikmati)”
Senjata makan tuan. Shara melangkah tragis ke arah ruang ganti, mau ngerjain Justin kok jadi dia juga yang kena. Sebelum mereka keluar toko shop tersebut, Justin mengambil topi koboy yang berdiri diatas sebuah etalase lalu memakainya diatas kepalanya, menyimpan telunjuknya dipipi dan tersenyum lebar.
"Am I sweet" ucap Justin genit yang sontak membuat Shara tertawa sangat lebar.
"Huahahahahahahaha you look like a sissy (banci), peace" ucap Shara sambil menjulurkan lidah dan berlali kecil.
"Shaaaaar!!!" Ucap Justin mengejar Shara.
Akhirnya mereka keluar, memakai t-shirt yang sama dengan warna yang berbeda. Kok jadi kayak pacaran gini? pikir Shara.
Sementara Justin tersenyum dalam hati melihat t-shirt nya dan t-shirt Shara yang hampir kembar, lucu juga, dulu dia biasa kembar kembaran begini sama Ryan.
“What do we play first?” Tanya Shara memecah hari yang aneh itu.
“Big Thunder Mountain” Justin tersenyum yakin.

***

Shara merutuki dirinya sendiri. Shara mengambil tempat duduk di barisan paling depan dan Justin duduk disampingnya. Permainan Big Thunder Mountain akan segera dimainkan, dimana mereka akan disuguhi petualangan selama 4 menit dalam tambang berhantu, dan kereta yang menjadi pengiringnya mulai berjalan. Sekarang sih posisinya normal, nanti kalau kereta udah gerak lebih jauh dan semakin gelap pasti mengerikan, bodoh banget Shara mau main beginian dan nurutin apa kata Justin.
Justin hampir tertawa melihat Shara memucat.
“Are you scared? Hahaha” ucap Justin sangat puas.
Shara merengut. Membuat Justin tidak dapat menahan tawanya lagi. Shara merasakan jantungnya hampir copot saat si kereta itu beranjak melalui lorong-lorong yang gelap dan suara-suara aneh datang menggeridik.
“aduuuuuuh ..” katanya pelan.
“Goood, save me please” rutuk Shara pelan. Justin tertawa mendengar ocehan Shara.
“AAAAAAAAAAAAAHHHH !” Shara berteriak saat melihat sebuah bayangan putih datang menghampiri sampai-sampai ia mencubit lengan Justin saking takutnya.
“Aaaaw!” teriak Justin kesakitan, parah banget si Shara, takut sih takut, kok pake seremoni nyubit segala.
Setelah 4 menit, kereta itu kembali berhenti distasiunnya. Shara menghela nafas lega, sementara Justin masih merasakan lengannya perih.
Justin mengajak Shara ke wahana selanjutnya, Space Mountain di mana mereka akan diajak untuk berpetualang keluar angkasa dengan menggunakan roller coaster yang sangat panjang dan tinggi ada pula rintangan-rintangan jalur yang mengerikan.
“No... Thank you” kata Shara.
Justin tanpa permisi menarik tangan Shara dengan cepat ke tempat antrian.
Karena mereka memakai tiket fast trax, Shara ga sempat kabur dan mereka ga perlu antri, sehingga dalam sekejap mereka sudah memasuki area permainan.
Shara, menabahkan hatinya, dia mencoba memberanikan dirinya, Shara mewanti wanti dirinya sendiri, mau mencoba menikmati wahana wahana yang tersedia.
Justin dengan semangat 45, menarik Shara ke bagian ujung wahana. Si Justin kok demen banget yang di ujung ujung kan makin ngeri, pikir Shara.
“Readyyyy?” Tanya operator saat sabuk pengaman sudah diturunkan dan terpasang baik di setiap kursi.
Siap ga siap, jawab Shara dalam hati.
Dan mereka pun melayang, dilempar ke angkasa, diputar putar dalam keadaan terbalik, gilaaaa!! Kereta wahana itu berputar dan beranjak tinggi, membuat jantung para pemain berdegup sangat kencang.
Shara tertawa tawa girang, ia menikmati Space Mountain, wahana ini membebaskan pikirannya dari berbagai hal yang memusingkan, melempar jauh jauh kesedihannya. Shara menatap Justin yang duduk disampingnya sedang menutup mata dan berkomat kamit, Ganti dia yang
tertawa puas.
Setelah beberapa kali putaran mengasyikan wahana itu kembali menjejak bumi. Shara tertawa senang, sementara kali ini Justin yang memucat.

***

- Justin POV -

Mereka bersenang senang hari itu, meninggalkan segala batas tentang siapa Justin dan Shara sekarang, Shara menikmatinya, apalagi Justin.
Perasaan ini tak pernah di dapatkannya lagi, Justin menikmati setiap detiknya menertawakan Shara yang kembali ketakutan memasuki rumah pohon tarzan, menyukai setiap cibiran Shara ketika mendengar keluhannya mengantri di wahana non-fast trax, ia tersenyum mengingat setiap ke-keras kepalaan Shara yang mau menaiki wahana anak kecil macam Sleeping Beauty Castle. Ia menyukai pula tawa riang Shara yang menunjuk nunjuk setiap boneka di istana Alice In Wonderland, Justin bahkan tak bisa melepaskan matanya dari Shara yang kerap menggenggam tangannya, saat cewek manis itu begitu antusias menaiki Land of the Magic Kingdom, Main Street USA, Adventureland, Frontierland, Fantasy Land, Liberty Square.
Kadang, Justin iseng mengerjai Shara, seperti saat ia bersembunyi di Cinderella's Castle. Secara perlahan, ia akan menepuk puncak kepala Shara saat melihat cewek itu hampir menangis dan memukuli tubuh Justin saking kesalnya.
Ada apa dengan mereka ? timbulkah percik percik cinta ? si Justin dan Shara sepertyi dulu? Akankah mereka kembali bersahabat seperti dulu?

***

Senja mulai datang, kini Justin dan Shara basah kuyup sehabis bermain Pirate of The Caribbean, sejenis arung jeram. Salah juga, harusnya mereka bermain wahana itu pertama tama, di siang hari. Di saat matahari masih bersinar. Sekarang ini benda raksasa kuning itu hanya memancarkan cahaya redup karena waktu kerjanya memang sudah hampir habis.
Shara menggigil, Justin pun begitu. Tiba tiba Shara mendapat ide bagus, ia menarik lengan t-shirt Justin yang berjalan di depannya.
“what?” Tanya Justin
“I want to play that” ucap Shara menunjuk sebuah kereta gantung besar bernama UFO.
Justin menyetujui, mereka pun berjalan menuju kereta gantung yang tampaknya bisa mengeringkan tubuh mereka.
petugas pintu kereta gantung membiarkan Justin dan Shara duduk dalam kereta kecil yang akan membawa mereka melihat ke indahan Disneyland pada senja hari dari atas sini.
Aneh juga melihat wahana satu ini yang sepi, Justin dan Shara masuk ke salah satu anak kereta gantung. Shara masih mengginggil, tampkanya angin malam bukan angin yang tepat untuk mengeringkan badan. Kereta gantung mulai berputar.
Justin menatap Shara jengkel, tapi timbul rasa ibanya melihat tubuh Shara yang bergetar hebat. Justin membuka hoodie hitamnya .
"wear this“ ucap Justin.
“hah ?” Shara menengadahkan kepalanya
“wear this” kata Justin agak keras, melemparkan hoodie itu ke arah Shara, yang bersikeras menolak.
Justin mendekati Shara, ia memakaikan hoodienya ke tubuh Shara.
“wear this! I dont want you to get sick again“ kata Justin, lalu duduk lagi di tempatnya yang bersebrangan dengan Shara.
Shara menatap Justin yang t-shirtnya basah kuyup, pasti dia kedinginan tapi sok kuat.
“Ryan is a good person, isnt he?” ucapan itu terlontar tanpa permisi dari mulut Shara.
Justin menatap Shara dalam diam.
Shara memutar pikirannya, bodoh sekali kenapa Shara harus berbicara seperti itu? Kenapa harus diam? kenapa harus keheningan yang tercipta di tempat seindah ini? kenapa pula kenangan Shara bersama Ryan kembali bergulir di otaknya? memang cuma kenangan kecil, namun sekarang tampak begitu berarti karna Ryan terlalu peduli dengan dirinya.
Justin bergulir menatap Shara yang terlihat sedang menahan tangisnya, apa itu tangisan untuk Ryan? kenapa harus Ryan? apa tawa yang terurai dari gadis ini sejak tadi siang hanya palsu? kenapa harus rasa sakit yang Justin rasakan sekarang?
Shara menggigit bibir, setetes air mata terjatuh dari pelupuknya, Shara tersedu memeluk badannya.
Justin tidak bisa menahan perasaan aneh yang menyergapnya, ia mendekati Shara dan memeluk gadis itu erat erat,
“don’t cry” ucap Justin.
“don’t cry for Ryan” ucap Justin lagi namun dalam hati.
Seiring berjalannya kereta gantung, berjalan pula lah perasaan itu. semakin aneh dan rumit.
Shara bisa merasakan tubuh basah Justin menggigil memeluknya, berusaha menghentikan tangis kepedihan yang sejak tadi dipendamnya.

***

- Justin POV -

Justin mengeratkan pelukannya pada Shara yang kian tersedu kuat dalam tangisnya. Sebuah rasa menyakitkan seakan mengoyak selaput demi selaput hatinya, seiring keluarnya isakan tangis yang keluar dari mulut Shara.
"Shara... Enough..." ucap Justin lirih.
Justin terus mengelus kepala gadis dalam dekapannya.
Shara tahu ini salah. Bodohnya ia menangis di hadapan bahkan di pelukan Justin. Dalam raung sendunya pun ia tersadar dan bertanya tanya mengapa Justin memeluknya?
Justin memejamkan matanya dan bertanya tanya pula, ada apa dengan perasaannya?
Alam seakan menjawab serta mengiringi drama hati malam itu, dalam sekejap titik demi titik air hujan turun. Justin baru menyadari bahwa anak kereta gantung mereka ada dalam posisi tertinggi.
Kereta gantung ini tidak mungkin lagi di operasikan dalam ke adaan ini. Shara meringgis ketakukan melihat hamparan laut dibawah kereta gantung, ia tahu berbahaya karna sebuah kesalahan kecil, maka bianglala akan tergelincir, melemparkan penumpang entah ke mana, mungkin terapung apung di samudra atlantik. Sangat tidak lucu kalo harus ada adegan Final Destination di malam itu.
Justin menghela nafas, biarkan, biar Shara menangis, semakin lama Shara menangis, semakin bisa ia mendekap gadis ini dan Justin pun tertegun disaksikan sang Alam yang bergemuruh mengeluarkan rintik-rintik hujan.
Hujan berteriak, meronta bumi lebih keras dari sebagaimana mestinya. Justin mulai merasakan percikan air membasahi punggungnya. Ruang lingkup kereta gantung yang terbuka itu tidak bisa mengalahkan derasnya air hujan yang menangis. Justin membetulkan posisi hoodienya yang sedari tadi tersampir di punggung Shara. Ia menudungi topi hoodie itu ke kepala Shara.
Tangis Shara mereda, bertolak belakang dengan air mata alam yang kini semakin menangis lebih deras. Shara mungkin cape, cape untuk menangis. Shara terisak pelan lagi.
Justin semakin merapatkan tubuhnya mendekap tubuh Shara, Kepala Shara masih terbenam di dadanya dibawah lengannya. Bisakah Shara mendengar batin Justin yang kian bergemuruh? Bisakah mendengar detak jantung yang berbunyi menyalahi aturan itu? Justin tidak dapat menahan perasaannya. Ia berteriak dalam hati, berteriak pada hujan yang menderu. Tampaknya rasa sayang itu telah kembali pada gadis dalam pelukannya.

***

- Shara POV-

Shara menguap lebar, mengerjap kedua matanya percik-percik. Dia sudah merasakan tubuhnya tersinari oleh cahaya matahari yang berusaha membangunkannya dari tidur.
Shara mencoba merangkak bangun dari tidurnya, melihat sebuah ruangan yang lapang bernuansa putih dan mewah.
Sambil mengerjap mata, ia berusaha mengingat untaian-untaian kejadian dalam memorinya. Yang diingatnya hanya bianglala, hujan dan pelukan Justin.
Shara tertegun, tertegun memandang sebuah foto, foto anak dan ibu, Justin dan Pattie dalam sebuah acara penghargaan.
"Ya ampun! Ini? Gue... Gue tidur dirumah Justin?" ucap Shara tersentak, muka Shara kebingungan.
Ia langsung kembali merebahkan dirinya setelah pening kepalanya mengganggu.
Setelah mengingat-ngingat, semalam Shara menangis di pelukan Justin, mimipikah? Shara tak merasa semua itu nyata, mana mungkin Justin memeluknya?
Shara meraba dahinya dengan punggung tangan. Sedikit hangat. Tiba-tiba harum parfum Justin masih membekas di benaknya. Shara menutupi mukanya dengan selimut. Apaan sih kok dia jadi malu malu begini?
"Cklek" seseorang mendorong gagang pintu tanpa permisi.
“can you get revealed the door first? (Bisa kan kalo masuk ketok pintu dulu?)” ucap Shara sambil bangun dari posisi tidurnya. Ia memegangi kepalanya dan duduk bersandar di kepala tempat tidur.
"This is my houses, I can do anything what I want" ucap lelaki yang tetap berdiri dipintu kamar, siapa lagi kalo bukan pemilik rumah, Justin.
“Hmm...” Shara hanya mengendus acuh.
"Emm.. Why did you cry last night? Cos Ryan's left you?" ucap Justin sambil menyenderkan bahunya ke kayu pintu kamar.
"Ha? HUAHAHAHAHA" sontak tawa Shara menggema keras dikamar yang kini ia tinggali.
"What are you laughing at? If you want to laugh you have to pay (kenapa kamu ketawa? Kalo kamu mau ketawa harus bayar)" ujar Justin.
"Where does the rule come from? (Peraturan datang dari mana tuh)"
"I've told you, this is my house I can do anything what I want"
"Oh..."
"So, do you love Ryan?" ujar Justin yang mungkin pertanyaanya menyayat hatinya sendiri.
"Ha? What are you talking about Justin?"
"I know you cried last night cos of Ryan, didn't you?" ucap Justin.
"Isssh, You're wrooong! I cried cos I missed my mom, I remembered, the last I rode the Ferris wheel with mom at Universal studios Singapore (isss, kamu salah! Aku menangis karna aku rindu mamahku, aku ingat terakhir aku naik kereta gantung itu sama mama di US spore)" ucap Shara dengan lantang.
Taukahnya Shara semalam tadi mengingat semua untaian ibunya dan mengenang liburan terakhir bersama ibunya di Universal Studio, Spore. Mungkin hatinya terluka dalam saat melukiskan kenangan indah bersama ibundanya.
Muka Justin kini tersapu malu, malu sekali, dirinya kira Shara menangis karna Ryan, namun pernyataan tadi membuat hati Shara tergiang lega, rasa sayat dihatinya seperti sudah diperban oleh benih-benih senyum dan tawa Shara.
"Oooh..." ucap Justin menutupi malu lalu kemali beranjak pergi dari pintu kamar.
"Ih gampang dateng gampang pergi juga sih tuh orang aneh!" ucap Shara saat mendapati Justin berbalik dan beranjak pergi dari pintu kamar yang ia tempati.

***

- Justin POV -

Justin kembali ke kamarnya dengan sumbringah. Aaaaaargh, Justin mengacak ngacak rambutnya. Kenapa hatinya kacau karena perempuan itu sih? Seperti ada yg bergerak didalam dadanya, sepertinya Justin mengenali pernah ia rasakan saat dirinya jatuh cinta saat hatinya tertarik pada seorang perempuan. Apa rasa sayang itu telah kembali?

***

Waktu menunjukkan pukul 7 malam saat Shara baru keluar dari kamarnya, dia mengitari rumah yang mengkin megahnya 3x luas rumahnya. Akhirnya Shara berfikir untuk menemui Justin dikamarnya.
"Tok tok"
“Come in..” terdengar suara pelan dari dalam. Shara menghirup nafas sekali dan mulai memasuki kamar.
Dimana Justin? Pikirnya, mahluk itu tidak kelihatan dimana mana, padahal dia biasanya duduk diatas sofa sambil memainkan permainan dari xbox-nya.
Sebuah gundukan selimut bergerak naik turun di atas tempat tidur Justin. haruskah Shara naik kesana?
“Justin?” kata Shara agak takut, mendekati tempat tidur Justin. Justin menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebal.
Justin membuka mata pelan dari bawah selimut. Ia tahu suara ini. Gadis itu. Kok jadi dia kepingin senyum senyum sendiri, padahal kepalanya masih agak pusing.
“Justin...” panggil Shara lagi.
Justin membuka selimut yang menutupi bagian wajahnya.
“huh?” katanya lemah.
Pucet, Justin terlihat sangat pucat.
“Are you sick?” tanya Shara.
Justin manggut sok imut lalu menunjuk dahinya dengan telunjuk tangan kanannya, mengisyaratkan dahinya ingin diperiksa.
Shara meneguk ludah, jangan memerah sekarang ya pipi manisku, Shara menekan punggung tangannya ke dahi Justin.
batin Justin sangat bergemuruh senang dalam hati sambil menambahkan batuk pelan agar sakitnya terlihat makin parah.
Lumayan panas, kata Shara dalam hati.
“Freeze...” ucap Justin pelan.
“Use the thermometer? Compress? Want to Chicken soup?” kata Shara cemas.
Justin hanya menggeleng kecil lalu tersenyum dalam hati, kenapa pipi Shara hampir seranum tomat matang? ingin sekali Justin menjawilnya.
“I'll be right back...” kata Shara berniat kabur.
“Aw..” kata Justin. memusing-musingkan kepalanya.
“I don't need all of that, I just need you're here now...” Ucap Justin manja.
“Cmon sit” Justin menunjuk bagian ranjang tepat disampingnya.
Shara terpaksa menurut. Ia bisa merasakan hawa panas benar benar terpancar dari tubuh Justin. Justin berguling menatap Shara yang memunggungginya, tidak melihatnya.
Justin menghela nafas berat, sebegitu tidak sukanya kah gadis ini pada dirinya ? Apa lagi yang harus dilakukannya ? Berteriak di hadapannya ?
Tanpa Justin tahu bahwa Shara sendiri pun berusaha menutupi perasaannya yang tak karuan.
Tiba tiba rasa pening betulan menyerangnya lagi. Dunia seakan berputar di kepala Justin.
“Aw” Justin memegangi kepalanya.
“Justin, Do I have to call a doctor?” Shara berniat beranjak dari ranjang Justin.
Tepat saat tangan kokoh Justin mencekalnya,
“No... I just need you..cos u are my medicine” ucap Justin.
Shara memandang Justin dengan rasa aneh yang bergemuruh di dadanya, kehangatan tangan Justin menelisik kalbunya. Justin menatap kedua mata Shara tajam, ia hanya ingin gadis itu tahu isi hatinya.
Shara melihat ombak kecil berkejaran di mata Justin. Berusaha meraba apa yang tak terbaca. Dengar suara kesunyian itu sejenak dan kau akan tahu sebuah rasa telah berarak. Secara perlahan, namun tak tertanggungkan.
Shara masih berusaha membaca alunan lagu dari ombak yang berkejaran di mata Justin. Dan ia tidak menemukannya. Kini, ia tertegun merasakan kehangatan asing yang menjalari punggung tangannya.
Justin masih dengan nyalang menatapnya. Setiap helaan nafas berat yang ditiupkannya mengisyaratkan kata yang kian tak terbaca. Shara berusaha menyibak tirai itu, namun tak ada yang didapatinya.
Apakah yang berusaha dicarinya dibalik kedua selaput jernih itu?
Justin menghela nafas dan melepaskan genggaman tangannya. Tak ada guna. Gadis di hadapannya bahkan belum tahu apa yang bergemuruh di dadanya. Meskipun itu bukan salahnya juga. Karena membaca hati tak semudah kelihatannya.
Justin merasakan pening hebat kian menyerangnya. Seakan akan ribuan jarum menusuki inci demi inci kepalanya. Rasa dingin perlahan menelusuri jejak demi jejak tubuhnya. Rasa dingin yang lebih parah dari tiupan angin selatan paling ganas saat musim dingin paling mengerikan di belahan dunia barat.
Shara ketar ketir melihat Justin menggiggil hebat. Ia merapatkan selimut ke tubuh Justin.
“Cooold...” ucap Justin pelan, wajahnya memucat.
Shara menghela nafas, ia meletakkan salah satu tangannya di pipi Justin. Tanpa sadar, Shara mengusapnya pelan. Justin terdiam sejenak. Dalam sekejap,
seakan, karena usapan tangan Sharaa tadi, angin dingin yang menyerangnya
secara ganas mulai menjinak. Tubuh dan hatinya sedikit menghangat.
Tanpa ragu, Justin meraih tangan Shara yang menempel di pipinya. Ia mengapit jemari gadis itu dengan kedua belah telapak tangannya yang memanas.
Shara membiarkan tangannya berada dalam genggaman kedua tangan kokoh Justin. Secara samar, Shara menggerakkan tangannya, menggenggam balik tangan lelaki rupawan di hadapannya.
Justin tersentak membaca gestur yang baru diberikan tangan Shara. Sudahkah gadis ini mendapati isi hatinya? mungkin ya, mungkin juga tidak. cukuplah. Ini sudah lebih dari cukup dari yang
diperlukannya sekarang. Ia membawa jemari gadis itu tepat di dadanya.
Artikanlah tiap getaran ini lebih gamblang. Rasa berat mulai menggelayuti kedua pelupuk matanya yang kini mulai tertutup. Justin mendengkur pelan.
Shara terkesima mendapati tangannya merasakan detak jantung Justin yang memburu. Entah pengaruh kondisi badannya atau hal lain. Shara menghela nafas. Seiring semakin terlelapnya Justin, genggaman tangan lelaki muda
itu pun mengendur. Shara menarik dan tanpa sadar, mengelus tangannya sendiri. Masih ada kehangatan itu disana dan sedikit, Shara menyibak beberapa helai rambut yang jatuh menutupi kening Justin. Sebuah perasaan aneh merambatinya saat melihat Justin tertidur dengan hela nafas satu-satu.

***

Justin tertidur tidak begitu lama. Pagi pagi buta ia terbangun dan agak terkejut mendapati seorang gadis manis tertidur dalam posisi duduk di sebelahnya. Kedua tangan gadis itu terlipat rapi, menopang
kepalanya yang terkulai miring di atas tempat tidur.
Justin mengulurkan tangan dan menjawil pipi Shara. Ia tidak tahan untuk tidak melakukannya. Keadaannya sudah membaik. Jelas sudah tidak sepusing kemarin. Ia mengecek sendiri dahinya, sudah tidak begitu panas. Baguslah. Penyakit memang tidak pernah lama menghinggapi tubuhnya, jadi, tak perlu lama lama mencemaskannya.
Justin mengelus pelan puncak kepala Shara, dan bergumam kecil.
“Thank you...” ujarnya sambil tersenyum.
Secara perlahan, Justin bangun. Ia melewati Shara, berusaha tidak membangunkan gadis itu. Tidak tahu kenapa ia merasa membutuhkan udara segar. Ia memutuskan menuju balkon kamarnya.
Waktu menunjukkan kurang lebih pukul tiga pagi. Langit masih berwarna biru kehitaman dengan butir butir bintang yang tersisa. Justin mendesah pelan, menatapi halaman samping yang adalah pemandangan yang bisa didapatnya dari
balkon kamarnya.
Justin mengelus pipinya perlahan. Kemarin malam, gadis itu mengelus pipinya.
Terdegar grasa grusu pelan dari pintu kaca di belakangnya. Justin tersenyum kecil mendapati Shara dengan mata mengantuk tapi kini membelalak yang menatapinya.
“Looking at me?? (Mencari aku?)” Tanya Justin pelan sambil menggeser pintu kaca.
Shara mengangguk sambil sedikit manyun.
“Do you worry? (Kamu khawatir?)” Tanya Justin senang, merasakan dadanya hampir melonjak kegirangan.
Shara mengangguk ga rela.
"I thought you were kidnapped (aku pikir kamu diculik)" ujar Shara mengelak.
Justin tersenyum kecil
“Anyway, you care! (Pokoknya kamu peduli!)” ucap Justin.
Shara mencibir, mati matian mempertahankan alibi.
“No I don't care...”
Justin membalikkan badannya ke arah balkon sambil tersenyum senyum sendiri.
Justin mengangkat alis,
“Awww” Justin berpura pura menjatuhkan tubuhnya sambil memegangi kepalanya.
“Justin!” secara reflek, Shara bergegas maju dan menopang tubuh Justin yang ternyata kelewat besar dari tubuhnya. Hampir saja ia tertimpa, kalau Justin
tidak segera menhan tubuhnya sendiri dan menyambar pinggang Shara.
“You... Care” kata Justin tegas, menangkap raut kecemasan yang jelas sarat di mata gadis dalam dekapannya.
Shara menunduk, menyembunyikan jendela hatinya itu dari tatapan pencair tembaga milik Justin. Buru buru ia membenarkan posisinya. Sial, ia dikerjai lagi.
"I don't care" ujar Shara.
"If you don't care, leave me now!" ucap Justin.
"Are you mad? Sorry it doesn't my mean..." kata Shara sambil memegang bahu Justin.
Justin langsung merogoh bahunya hingga tangan Shara terjatu tetap membisu tidak menjawab.
"Justin... Don't be mad at me.." ucap Shara lirih.
Justin tetep membisu.
"Do you remember? 2 weeks ago.. I was sick and you helped me, you took care of me, and you slept next to me and now this happens again, but the difference you are sick... (Kamu ingat? Dua mingu lalu.. Aku sakit, kamu membantuku, menjagaku, dan tidur disebelahku, dan ini terjadi lagi tapi bedany kamu yang sakit)" ucap Shara sambil mengingat kejadian 2 minggu lalu dibenaknya.
Justin hanya mengdehem tak menjawab.
"Are you still mad? Huuuh I go" ucap Shara seraya membalikan tubuhnya, berniat meninggalkan Justin di balkon.
Tiba-tiba Justin mencekal lengan Shara, membuat tubuh mereka berhadapan.
"I remember... So don't leave me again like 2 weeks ago..." ucap Justin.
Mata mereka berdua bertumbukan dengan desah nafas yang seirama. Dengan jarak hanya beberapa centi, Shara bisa menghirup lagi aroma parfum harum Justin. Tubuhnya menempel erat sekali dengan tubuh Justin. Kini tangan Justin meraba halus pipi Shara, semakin dekat hingga hidung mereka bertubrukan, dan sebuah kecupan hangat di bibir Shara ia rasakan, dan tak bisa ia lepaskan. Ciuman itu berawal dari Justin, kecupan manis yang tak lama namun berkesan dibenak Shara saat ini.

***

Shara berdiri disebuah pintu coklat yang tegap berdiri dihadapannya, rasa ragu menyetir dirinya untuk mengetuk dan menemui sesosok pemuda yang rupawan didalamnya. Serangan itu datang lagi, kini serangan jantung yang dalam sekejap membuat jantungnya terus-terusan bergemuruh keras, berdegup penuh ketakutan, ingat kan kejadian semalam? Iya semalam, tentang Justin sakit teringkup dibawah selimut tebal bercorak salah satu tim sepak bola, ingat kan? Lalu ingat kan kejadian dimana mata mereka bertubrukan, tubuh mereka merekat layaknya perangko dan surat? Ingat? Atau moment semalam saat ciuman tak sengaja itu terjadi, ciuman pertama yang Shara rasakan dari seorang Justin Bieber, inget? Untung saja malam itu tidak ada satupun manusia yang memotret kejadian romantis tak berhayat itu terjadi, Itulah alasan kenapa tubuh Shara kini ketar-ketir ketakutan untuk menemui Justin, sebut saja awkward moment.
Shara menghela nafas panjang lalu membuangnya,
"Tok...tok...tok.." Akhirnya lekukan jemari Shara mengetuk kayu cokat dihadapannya pelan-pelan.
Belum lama Shara melengos, gagang pintu sudah bergerak cepat dan menerbak seseorang di baliknya. Justin, Justin sendiri yg membuka pintu tersebut. Justin terlihat senyum agak sumringah melihat objek dibalik daun pintu kamarnya.
“Come in..” kata Justin.
Mata Shara kini terbabak menatap seorang Justin dihadapannya, Justin menampakan diri bertelanjang dada hanya memakai boxer pendek dan seuntai handuk putih memngibas rambutnya yang masih setengah basah, bisa bayangin segimana sexynya Justin? Shara pun tertegun melihat Justin.
"No, I just want to say goodbye cos I want to go to school..." ucap Shara mendelik gugup.
“Ooooh, I'll pick you up” ucap Justin sambil tersenyum remeh.
"No, you don't have.. Thank you" ucap Shara membalikkan badan
"You're living in my home now, so you have to follow all of the rules here, if I say something you have to follow that! (Kamu sedang tinggal dirumahku sekarang, jadi kamu harus ikuti semua peraturan disini, jika aku bilang sesuatu kamu harus ikuti itu!)" ucap Justin remeh.
Ya ampun, sikap keras kepala Justin kini dattang, dia pikir dia siapa? bangsawan? Presiden? Atau Tuhan? Shara memutar bola matanya kesal.
"So I'll pick you up to school! You wait for me about 5 minutes in the car!" kata Justin sambil kembali menutup pintu kamarnya.

***

- Justin POV -

Justin mengenakan kacamata hitam berframe ungunya sebelum menstarter mobil yang terparkir rapih disebuah lapak halaman yang luas. Justin tertawa dalam hati melihat Shara di sebelahnya.
“You have to be thankful cos too many girls in this earth who want to pick up to their school by me (kamu harusnya bersyukur, karna banyak perempuan yg mau dianter ke sekolah sama aku)” kata Justin pelan sambil melajukan ranger rover kesayangannya, kendaraan yang dipilihnya pagi ini untuk menembus hiruk pikuk kota Los Angeles di pagi hari.
"Tonight, I want to eat dinner with you, just both of us" ucap Justin agak ragu-ragu.
"Ha? Dinner?"
"Yes, okey? You have to follow what I said" ucap Justin.
Shara hanya mengangguk, perkataan Justin masih menempel lekat-lekat di otaknya, Shara harus turuti semua peraturan jika dia tinggal bersama Justin.
Tak berapa lama, mereka sampai di tempat tujuan, HIGHLAND SENIOR HIGH UNIVERSITY.
Justin mematikan mesin dan turun lebih dulu dari mobilnya. Ia memutari Ranger Rover hitamnya dan berdiri di depan pintu penumpang, tempat Shara mengaskes keluar dari mobil yg ditumpanginya. Ia memajukan tubuhnya ke arah Shara yang baru saja keluar. Ia mengurung Shara
dengan kedua lengannya. Hingga gadis itu terpaksa menempelkan punggungnya ke
bodi mobil hitamnya.
“Say what?” kata Justin masih mengurung Shara yang bergejolak menempel di mobilnya dengan kedua tangannya.
Shara memundurkan kepalanya, jengah. Mau bilang apa dia? terima kasih?
“Say what?” Tanya Justin lagi.
Shara menghela nafas,
“Another time you don't need to pick me up to school again, Mr. Bieber (lain kali kamu ga perlu anter aku ke sekolah lagi, Mr. Bieber)” jawab Shara nekat, mendorong tubuh Justin dan berlari kecil.
Justin melotot sambil tertawa kecil menyaksikan gadis yang kabur itu lalu menendang ban depan mobilnya, sehabis itu ia kesakitan sendiri karena ternyata objek tendangan lebih tangguh dari kaki
malangnya.

***

- Shara POV -

Jum'at malam. Kurang cocok sih sebenarnya untuk seorang lelaki mengajak seorang wanita berkencan. Namun ntah alasan apa yang tak Justin utarakan dia sangat ingin makan malam bersama Shara malam ini, disebuah restoran ternama dipusat kota LA.
Shara tengah menghabiskan suapan terakhir dari Fettucini yang dipesannya tadi. Sementara Justin yang duduk di depannya sudah lebih dulu selesai menikmati Europa Food yang dia pilih. Restoran tempat mereka makan malam saat itu sebetulnya cukup sepi. Cahaya kekuningan dari lampu-lampu kristal yang tergantung di langit-langit restoran menambah suasana nyaman di restoran itu. Suara musik terdengar dari salah satu sudut restoran, dimana sebuah band tengah memainkan lagu-lagu bernuansa romantis. Sesuai dengan kesan yang timbul dari restoran itu secara keseluruhan. Apalagi di tiap meja, ada sebuah vas tinggi yang semakin cantik dengan beberapa tangkai bunga menghiasinya.
Shara perlahan mengelap bibirnya dengan serbet sambil menunduk. Meskipun demikian, dari ujung-ujung matanya dia masih bisa sedikit melirik ke kursi di hadapannya. Dimana Justin tengah duduk sambil tersenyum menatapnya yang lalu entah mengapa, sama-sama saling membuang pandangan. Shara tertunduk sambil memain-mainkan jarinya di atas meja, sementara Justin tiba-tiba saja terlihat begitu tertarik dengan lampu kristal yang tergantung di langit-langit restoran itu. Meskipun demikian, ada persamaan pada mereka berdua. Wajah Justin terlihat sedikit memerah, sementara pipi Shara pun ikut merona. Entah mengapa.
“You will back to ur tour, won't you?” tanya Shara sambil mencoba menatap ke arah Justin kembali. Sambil berusaha meredam desiran di hatinya yang selalu muncul saat menatap wajah tampan itu. Entah mengapa, desiran itu kini terasa sedikit lebih kencang. Mungkin karena efek lampu kristal yang jatuh menimpa wajah Justin membuat wajah itu terlihat lebih bersinar daripada biasanya.
“Yes, you know, that's my job…” sahut Justin sambil balik menatap Shara. Saat memandangi wajah cantik itu, dengan pipi yang terlihat merona dengan semburat kemerahan, Justin setengah menyesali diri, Kenapa tidak dari dulu dia menyadari bahwa wajah yang ada di hadapannya ini begitu penuh kelembutan yang menyejukkan? Kenapa dua minggu lalu ia lepaskan begitu saja dari pelukannya?
“So, are you happy eating at here?” tanya Justin, tersenyum memandang Shara. Yang ditatap berusaha menjawab, dengan degupan jantung yang tak bisa dikendalikan.
“Verry happy...”
“Romantic?” Justin tiba-tiba berujar, entah kenapa tidak bisa mengerem kata-kata itu keluar dari mulutnya.
Mendengar kata-kata tadi, pipi Shara semakin berwarna dengan rona merah. Membuat Justin semakin tidak bisa melepaskan pandangannya dari gadis itu. Sementara tatapan Justin yang semakin lekat tertuju padanya, dengan senyuman di wajah tampannya itu, justru membuat Shara merasa semakin lemas, tak mampu bergerak, dengan aliran darah yang terasa tidak karu-karuan.
“Ya...” sahut Shara pelan, berusaha melengkungkan ujung-ujung bibirnya, membentuk sebuah senyuman.
Mereka terdiam sesaat, hanya saling bertatapan, sama-sama tersenyum malu-malu. Sementara itu, dari sudut restoran yang menyajikan live music, terdengar suara penyanyi dari band yang tengah bermain, mengiringi permainan piano yang terdengar mengalun indah, Just The Way You Are dari Bruno Mars.

Oh her eyes, her eyes
Make the stars look like they're not shining
Her hair, her hair
Falls perfectly without her trying
She's so beautiful
And I tell her every day

“The song fits... (Lagunya cocok)” kata Justin tiba-tiba. Membuat Shara mengangkat kedua alisnya dengan keheranan.
“Yes... Your eyes make the stars look like they're not shining, your hair falls perfectly without your trying, you're so beautiful, Shar..” kata Justin menjelaskan maksudnya sambil tersenyum simpul. Shara tersentak, lalu menunduk memandangi pakaiannya merasakan wajahnya semakin membara.
“You look more beautiful when you... Smile” ujar Justin.
Shara tidak perlu lagi memaksa bibirnya untuk tersenyum, karena mendengar kata-kata Justin tadi sudah otomatis membuat sebuah senyuman cantik terukir indah di bibirnya. Seiring dengan hatinya yang terasa bernyanyi dengan nada tersanjung.
Justin semakin terpukau dengan pemandangan yang ada di depannya. Seorang gadis cantik bergaun merah, dengan senyuman cantik di wajahnya yang lembut. Berkas cahaya lampu kristal yang jatuh memantulkan kilauan lembut rambut Shara. Sementara dari sudut sana, sang penyanyi masih melantunkan lagu yang sama, kali ini memasuki bagian reff.

When I see your face
There's not a thing that I would change
Cause you're amazing
Just the way you are
And when you smile,
The whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are

“Excuse..” kata seorang pelayan yang datang membawakan pesanan dessert. Justin dan Shara mengangguk mempersilahkan. Sang pelayan lalu meletakkan sepiring cheesecake di hadapan Justin, dan sebuah piring berisikan brownies coklat dengan tambahan satu scoop es krim strawberry di depan Shara.
pelayan sedikit membungkukkan badannya sebelum meninggalkan mereka berdua.
Justin tersenyum kembali ke arah Shara sambil sedikit mengangkat sendoknya,
Shara mengangguk kecil, dan mulai menyendok perlahan santapan di hadapannya. Setelah beberapa suapan, dia mengangkat wajah, dan melihat Justin yang masih tersenyum memandangnya.
“Why?” tanya Shara. Berharap bahwa Justin tersenyum bukan karena ada yang aneh di wajahnya. Hm… apa ada remah brownies itu di ujung bibirnya? Atau sisa es krim strawberry yang menempel di sudut mulutnya? Atau jangan-jangan… Justin mengira Shara begitu lapar sampai-sampai memesan dessert semacam ini? Dalam hati, tiba-tiba saja Shara menyesali pilihan menunya tadi. Kenapa dia mesti memesan ini sih? Kesannya kan seperti cewek rakus. Sudah selesai makan, dessertnya brownies. Plus es krim strawberry pula.
“No... You're just like ur dessert” kata Justin lagi. Lalu menyendokkan isi piringnya sendiri ke mulutnya. Sementara di hadapannya Shara masih menatap Justin dengan heran, tidak mengerti kata-kata Justin tadi.
“What do you mean?” tanya Shara akhirnya, setelah menunggu Justin menikmati sendok ketiga cheesecakenya tanpa menunjukkan tanda-tanda untuk menjelaskan kata-katanya tadi.
“Hm?” sahut Justin sambil mengangkat alis, dengan santai membawa kembali sendok berisi cheesecake itu ke mulutnya. Diam-diam, Justin menikmati wajah Shara yang terlihat kebingungan.
“You said, I'm like my dessert?” kata Shara sambil memain-mainkan sendok di tangannya. Sementara itu di piring di depannya, es krim strawberry yang masih tersisa setengahnya perlahan mulai mencair.
“Oh… ” kata Justin sambil meletakkan sendoknya. Dia lalu menumpukan kedua tangannya di atas meja dan meletakkan dagunya pada kedua tangannya yang saling terjalin. Dia lalu menyambung kalimatnya dengan tatapan tertuju tepat pada Shara.
“No.. I just think you're as sweet as ur dessert my lady... (Tidak, aku hanya berfikir kamu manis seperti makanan penutupmu perempuanku)” Ujar Justin centil.
Di hadapannya, Shara terpana sesaat, lalu menunduk. Tersenyum tersipu-sipu sambil menggigit bibirnya sendiri. Tawa kecil Justin terdengar lagi dari seberang meja.
“Hahaha you're false (kamu gombal)” kata Shara, ikut tertawa.
“You think I'm false? (kamu pikir aku lagi gombal?)” tanya Justin.
Pertanyaan yang membuat Shara malah semakin tertawa. Meskipun dalam hati dia merasa senang. Karena bisa melihat sisi yang begitu berbeda dari Justin yang selama ini dikenalnya.
Untuk beberapa lama selanjutnya, mereka kembali diam, menikmati santapan mereka. Tapi kali ini, keduanya sama-sama tersenyum.
Begitu menuntaskan isi piringnya, Justin meletakkan sendoknya di atas piring itu dan menggesernya ke pinggir.
“Eh.. I have something..” kata Justin sambil merogoh kantong kemejanya lalu menarik keluar sebuah bungkusan kecil dari situ dan menyodorkan kepada Shara.
“For you..” kata Justin perlahan. Shara terpana.
“For me?” tanya Shara setengah tidak percaya, yang dibalas oleh Justin dengan anggukan kecil. Wajah Justin kini kembali terasa membara, sehingga dia lebih memilih untuk menunduk kembali saat Shara meraih bingkisan itu.
“Thank you..” kata Shara lembut.
Justin kembali hanya mengangguk.
Perlahan, Shara membuka kertas pembungkus bingkisan itu. Ada sebuah kotak karton di dalamnya, yang langsung dibuka Shara. Dari dalam kotak itu Shara menemukan sebuah gelang yang cantik berwarna ungu, dengan sedikit corak garis putih di bagian pinggirnya. Shara mengeluarkan gelang cantik itu dari kotaknya, dan memandang Justin sambil tersenyum.
“Thank you.. It's beautiful.”
“But you are more beautiful (tapi kamu lebih cantik)” kata Justin tersenyum lalu merogoh gelang yang sedang dipegang Shara lalu menyalurkan ke pergelangan tangan Shara dengan sebuah senyuman manis terukir di bibirnya yang membuat hati Shara melonjak-lonjak. Girang. Perasaan gembira yang lebih menyenangkan daripada yang dirasakan Shara saat Spanyol menjadi juara Piala Eropa tahun 2008 kemarin.
Selama beberapa saat mereka hanya berpandangan sambil saling tersenyum. Sama-sama tidak tahu harus berkata apa. Meskipun juga sama-sama merasa ada getaran halus yang semakin mendebarkan saat tatapan mata mereka beradu.
“Go home now?” tanya Justin, menoleh kembali ke arah Shara. Shara mengangguk, masih dengan senyuman manis di wajahnya. Senyuman yang membuat Justin semakin terpesona.
“Justin?” tiba-tiba suara lembut Shara terdengar kembali, menyadarkan Justin. Justin tersentak, lalu tersenyum.
"Wait..." Ujar Justin.
"Ha?" Shara mengangkat heran alisnya.
"Can you spell I Love You?" Ucap Justin.
"Justin, are you kidding me? Absolutely I can.." Ujar Shara terkekeh kecil.
"I-L-O-V-E-Y-O-U" Shara mengeja untaian huruf I Love You.
"I love you too..." kata Justin tersenyum menatap Shara dalam-dalam.
Hati Shara kini hanya tersentak lalu tangannya dipengan halus oleh Justin yg menggandengnya keluar restoran. Walaupun dalam hati entah kenapa, mereka segan untuk beranjak. Karena mereka masih ingin menatap seulas senyum indah yang mulai terlukis dalam bingkai hatinya.
Namun disisi lain seseorang menatap mereka dengan jengkel, Jasmine memonitori Justin & Shara.

***

Duduk-duduk di kantin saat jam pelajaran itu seperti surga untuk beberapa penyandang gelar pelajar. fisika, siapa sih yang nyiptain pelajaran seperti itu? Harus ya mempelajari ketinggian bola saat terlempar atau vektor serta kawan-kawannya? Tapi beruntunglah Shara, dia bisa terhindar dari mata pelajaran satu ini, Shara sedang menyeruput jus melon dari sedotannya duduk dikantin bersama Agatha yang sedari tadi sibuk memainkan ipad hitamnya.
Satu persatu siswa siswi berdatangan silih berganti mendatangi bahkan memesan beberapa sajian makanan yg tersedia di kantin. Shara memutuskan untuk tetap tidak meninggalkan kantin sekolah sama sekali.
Shara tengah memainkan iphone miliknya saat tiba tiba gebrakan di meja mengagetkannya. Jasmine dan dayang-dayangnya.
Shara hanya mengangkat wajah sedikit lalu kembali fokus menyentuh layar handphonenya.
“You don't hear me, do you?!!” kata Jasmine ketus.
Shara mengangkat sebelah alis sementara matanya tak lepas dari setiap status di beranda jejaring sosial Twitter.
Jasmine berusaha mendorong Agatha dihadapan Shara. Shara langsung balik menggebrak meja.
"Don't touch Agatha!" ucap Shara sambil berdiri menyamai tinggi Jasmine.
“Good! Now, I have to talk with you!” bentak Jasmine.
"What?! What do you want to talk?" Shara mengunci iphonenya lalu memasukan dalam kantong celana pendeknya lalu memelototi Jasmine. Biar puas sekalian.
“Do you have a relationship with Justin?” Tanya Jasmine.
“hah? A relationship? I don't have..” jawab Shara seadanya.
“You lied!” kata Jasmine.
“If you don't believe me, its all up to you” ucap Shara.
“So why did Justin pick you up to school yesterday? And why did you eat dinner wiyh Justin last night and I know Justin gave you a bracelet last night! (Terus kenapa Justin nganter km kesekolah kemarin? Knp kamu makan malam sama Justin kemarin malam dan aku tau justin ngasih kamu sebuah gelang kemarin malam!)” ucap Jasmine.
Shara mendelik kesal. Dari mana dia bisa tau semua itu? Apa alur cerita Shara dan Justin masuk tivi? Berita? Internet? Sehingga semua pelosok dunia tau?
“I don't like you're closer with Justin! Everybody knows Justin is my boyfriend! (Aku ga suka kamu dekat dengan Justin! Semua orang tau Justin adalah pacarku!)” kata Jasmine yg terlihat frustasi.
Shara menghela nafas kesal,
“You can take Justin from me! I don't have a relationship anymore! (Kamu bisa ambil Justin dariku, aku tidak punya hubungan apapun!)” kata Shara kesal sambil menunjuk muka Jasmine dengan telunjuk kanan tangannya.
Jasmine tersenyum remeh, lalu menarik gelang ungu diujung pergelangan Shara dengan kasar dan membuat gelang itu tak lagi mencantol dimana semestinya.
Shara berusaha menggapai gelang yang sangat cantik pemberian Justin tadi malam yang kini berada ditangan nenek sihir satu ini.
“uuuups…” kata Jasmine saat ia dengan sengaja memutuskan gelang ungu hingga terbagi dua dan membuangnya dihadapan mata Shara.
Shara bengong, melihat gelang barunya terbelah dua lalu membentur lantai, ulah nenek sihir dengan sukses sentosa.
Jasmine mencibir. menurutnya ini balasan setimpal untuk cewek kegatelan yang berusaha mengganggu hubungannya dengan Justin.
Shara ternganga. Kemarahannya mencapai ubun ubun. Mau apa sih mahluk ini sama dirinya. Ia mencekal tangan Jasmine yang baru saja akan pergi.
“What?” Jasmine melotot.
Shara berusaha untuk tidak melayangkan telapak tangannya ke arah wajah cantik Jasmine yang kini merasa di atas angin. Gantinya, ia mencengkeran tangan Jasmine keras keras.
“don't disturb my relationship, bitch!” seru Jasmine.
Shara tidak tahan lagi dan akhirnya membiarkan tangannya melayang ke pipi Jasmine.
“I NEVER DISTURB UR RELAIONSHIP! IF YOU WANT TO TAKE HIM FROM ME, JUST TAKE AND PROTECT HIM! I DONT CARE (Aku ga pernah ganggu hubungan kamu! Kalo kamu mau ambil dia dari aku, ambil dan jaga dia!)" Shara keluar dari meja kantin dengan emosi menggelegak. Kenapa harus pemberian Justin lagi yang diusik. Bagian kecil yang tertinggal dari cowok itu. Namun sungguh, apa yang dikatakannya tentang Justin adalah berdasarkan kepalanya yang mendidih, perwujudan dari ketidakjujurannya pada perasaannya yang berkata lain, yang belum disadarinya.

***

“Why didn't you tell me about this before?” tanya Agatha sambil memandangi Shara namun tetap fokus memonitori jalan raya dari sebuah sedan hitam yang dikendarainya.
Shara mengangkat kepalanya lalu menghela nafas sebentar. Setelah untaian keributan yang Jasmine mulai, secara tidak langsung Agatha mengetahui semuanya, mengetahui Shara yang berstatus sebagai teman sebangkunya bermasalah dengan Jasmine gara-gara seorang Justin Bieber. Shara pun membuka mulutnya menceritakan alur mundur yang terjadi dengan rinci awal mula bertemu hingga detik ini, detik dimana Shara dituduh Jasmine merusak hubungan percintaannya.
Sebelum memutuskan untuk menjawab pertanyaan Agatha itu, Shara mengedarkan pandangan ke jalan menuju rumah Justin.
“So? Do you love Justin?” tanya Agatha lagi.
Shara mengangkat bahu sambil memandangi gelang yang terbagi dua diatas jemari tangannya.
“Huh?” kata Agatha pelan.
Shara bingung, beban bimbang kini beronjak dipikirannya, Justin bilang dia bukan pacar Jasmine, tapi Jasmine bilang sebaliknya dan sekarang korbannya adalah Shara, korban dari segala tuduhan dan korban perasaan karna Justin. Jika Justin memang benar mengucapkan ucapan 'I Love You' tadi malam sangat tulus kenapa Justin tidak coba untuk mengutarakan kembali perasaan Justin?
“Cos he doesn't say... Ah I don't know!” jawabnya kebingungan.
“Btw, thank you hehe" ucap Shara sambil turun dari mobil sedan yang sudah berhenti didepan gerbang tinggi, gerbang pintu rumah Justin.
Agatha hanya tersenyum lalu melambaikan tangannya kecil.

***

Betapa kagetnya Shara ketika melihat Justin berdiri kaku di depan pintu rumahnya. Dari ekspresinya, jelas ia terlihat sedikit sumbringah mungkin karna Shara sudah kembali menginjakankan kakinya dirumahnya.
Justin diam. Diam dan tersenyum ke arah Shara, tapi Shara, Otaknya memutar ucapan Jasmine tadi disekolah. Shara ragu untuk membalas senyum bahkan mengucap satu kata apapun ke Justin.
"Where's bracelet?" ucap Justin menatap lengan Shara yang kopong tidak ada sentuhan gelang yang ia berikan semalam.
"Em..bracelet.. Emm... It is lost ... Sorry Justin?" ucap Shara sedikit berbohong, tak mungkin dia jujur gelangnya rusak karna Jasmine, bisa habis dipelintir 7hari7malam Jasmine dengan Justin.
Tatapan Justin kini lebih mengerikan daripada kemarahan, mungkin tatapan ke arah lengan Shara ini adalah bentuk kekecewaan Justin.
Dan Shara pun bungkam, menatap kedua mata penuh badai itu, merasakan deburan aneh di dadanya yang harus tersangkal oleh pernyataan tadi.
"Oh no prob.." Ujar Justin membuang muka dan berjalan menjauh, berusaha menyangkal rasa sakit yang menusuk jantungnya. Ia memutuskan melupakan apa yang didengarnya dan apa yang selama ini dirasanya, mungkin sudah jelas Shara tidak pernah suka dengan Justin.

***

Mungkin perang dingin, ya terkadang orang menyebutnya. Hal layak yg terjadi antara Amerika Serikat dan Rusia berbelas tahun lalu. Saling mendiamkan tak bertegur sapa. Begitu pulalah yang terjadi pada kedua tokoh utama cerita ini, Shara dan Justin. Justin sebenarnya tidak merasa ada perang dengan Shara.
Sudah 2 hari berlalu sejak kejadian hilangnya gelang yang masih dipertanyakan itu. Semenjak itu pula, Shara selalu menghindar bertemu dengan Justin dan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama agatha bahkan, Shara membuang muka begitu melihat Justin tersenyum yang dulu begitu membuatnya berbunga.
Akhir akhir ini, Shara harus menyembunyikan dirinya baik baik agar Jasmine tak pernah menyangka Shara adalah perusak hubungan orang. Hidupnya di kediaman Justin kian tak tenang.
Tiba-tiba siluet pintu mendorong dan menggamblangkan sesseorang dibalik sana.
Justin memasuki kamar Shara tanpa mengetuk terlebih dahulu. Kepalanya tersembul dari balik pintu,
“Shar, have you done your homework?” ujar Justin.
Shara mengangkat kepalanya, tidak bisa melarikan diri. Jujur, dirinya baru saja ia menyelesaikan bab kedua yang menjadi bab penuntasan materi ulangannya besok.
“Haven't yet..” jawabnya.
“Hemmm.... I'm going to mall with Kenny, wanna join?". ajak Justin
Shara menghela nafas pelan lalu tersenyum dan menggeleng smabil menarik nafas untuk memantapkan hatinya. Hatinya yang mulai ketakutan dan bergetar hebat. Namun sayang, otaknya, tidak sinkron dengan hatinya. Otak bandelnya itu malah memutar ulang adegan menjatuhkan mental yang pernah terjadi sebelum sebelumnya.
"Okey, see you!" Ujar Justin lalu kembali menutup pintu kamar Shara.
Shara mengepalkan tangannya kuat kuat. Menangkap sosok lelaki itu dengan ekor mata. Berusaha sekuat hati tak menghampiri dan mendekapnya. Sungguh, ia sejujurnya rindu. Melihat tawa di mata itu. Senyum terpaksa yang membuatnya menahan tawa, selalu. Namun sayangnya, rasa itu harus kembali terbendung mengingat Jasmine yg datang menghampiri.
Shara membiarkan rindu itu kembali tenggelam di balik bunyi pintu yang berderit. Ia menghela nafas lagi. Berat.

***

From: Ryan

Hai Shar, what r u doing? Tomorrow I'll go back to LA, I'm going to Christian birthday party, do u want to come? I know Justin will come too :)

Shara tersenyum membaca pesan singkat dari Ryan dari belahan kota Kanada sana, tanpa banyak pikir Shara langsung membalas pesan Ryan.



***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar