Senin, 28 Januari 2013

How To Love - Part 18

Re-post 
...:: How To Love ::... 
Part 18

Story by @BieberLSIndo


***


Telah lama aku bertahan
Demi cinta wujudkan sebuah harapan
Namun ku rasa cukup ku menunggu
Semua rasa tlah hilang

***

- Ryan's POV -

Ryan menekan 'lock key' pada mercedes-benz remotenya lalu berjalan menelusuri pelataran parkir Hyde Park yang tersambung ke sebuah taman sambil terus berbicara dengan ponsel di telinganya.
"Nope. Not a problem. Just still a lil' bit shocking" tanyanya lagi sambil mengernyit.
Ryan terus melangkah.
"Hmm. Ok, then. I'll wait for that super-important 'till you touch down here. You'll arrive within three days, just..."
Pemuda itu menghentikan langkahnya seketika saat menjejak ke arah taman. Entah untuk alasan apa, ia mematung sewaktu melihat dua orang yang sedang berperan dalam lakon tak jelas di hadapannya.
Ryan tersentak saat suara di ujung ponsel menyalak memanggilnya, ia segera menyahut,
"J-just.. fine. We'll talk again soon, Bye." kata pemuda itu lalu menekan tombol merah untuk memutus sambungan.
Demi Tuhan, apa yang sedang terjadi sebenarnya? Ryan tanpa sadar mematung memperhatikan dua orang yang dianggapnya sakit jiwa. Yang benar saja?! Untuk apa Justin disana? Bersama Shara? Apa dunia baru membuat mereka berdua sama-sama amnesia? Gila.
Ryan menatapi Justin & Shara dari jauh, melihat gadis berambut panjang disana tengah menghadap kearah sebuah danau. Tak lama Shara melakukan gerakan kecil khasnya. Menyusupkan jumputan rambut ke belakang telinga.
Pemuda itu mengangkat kedua alis saat melihat Shara tersenyum jengah dengan pipi bersemburat merah ke arah Justin yang diam saja di sebelahnya.
Diam. Saja. Jadi buat apa sesungguhnya Justin disana ?
Ryan mengerutkan kening makin dalam saat tak lama Justin melipir pergi. Sementara Shara terus menatapi danau sambil terus menatapi punggung pemuda yang menjauh membelakanginya dengan senyum tertahan.
Gadis itu lupa ingatan atau apa? Tak ingatkah bahwa Justin yang membuatnya menangis meraung-raung waktu itu?
Ryan melangkahkan kaki mendekati Shara lalu berdeham pelan, membuat gadis itu terlonjak kaget lantas membalik badannya sambil menepuk dada.
"Eh.. You" sapa Shara pelan sambil menggangguk takzim ke arah Ryan.
Pemuda itu mengangkat alis, tanpa kata ia berjalan mendekati Shara lalu ikut memandangi kolam.
"I just drop (saya cuma mampir)" kata pemuda itu seolah tak acuh.
Shara mengangguk mengerti, tersenyum sekilas lalu berbalik menghadap danau lagi.
"Do you mind if i ask you something ?" ujar Ryan tak bisa menahan keheranan yang sudah menggantung di ujung lidahnya.
Gadis itu menoleh lewat balik bahu lalu menggeleng ragu. Mengisyaratkan tak apa baginya jika sahabat Justin yg baik hati itu bertanya.
Ryan menarik nafas,
"Why did Justin come here?"
Shara tersentak sekilas, lalu mengulum bibirnya. Tak lama gadis itu menggeleng ke arah Ryan,
"Not..nothing" jawaban yang membuat pemuda itu otomatis mengangkat dua alisnya.
Shara menghembuskan nafas lalu tersenyum tertahan sambil terus memandangi danau beserta kawannya di hadapan,
"He was just... standing and watching me" kali ini tanggapan yang membuat Ryan tersentak balik, karena jawaban ini menunjukkan betapa bahagianya Shara hanya karena kehadiran singkat tanpa kata seorang pemuda yang bahkan pernah menyakiti hatinya.
Ryan mengangguk angguk, bertukas sarkatis,
"Since when did you become a kind of TV shows that need watching? (Dan sejak kapan kamu menjadi semacam acara TV yang butuh ditonton)"
Tak disangka, Shara menyahut
"Some of these days..."
Ryan terperanggah. Jawaban Shara membuatnya berspekulasi. Berarti gadis itu sudah membiarkan Justin mendatanginya beberapa kali. Mengizinkan lukanya tersaput udara terbuka lantas terinfeksi berulang lagi. Sebenarnya apa yang diingini gadis ini? Menjadi martir yang lalu mati demi hatinya sendiri? Ryan tak mengerti.
"You really love him?" tanya Ryan, tak bisa menahan kegeraman, melihat Shara yang begitu naif. Seakan sebelum ini tak pernah terjadi apa-apa.
Shara terdiam, lalu menatap Ryan dengan ekspresi tak terbaca.
Ryan yg merasa menjadi offensif itu mendesah,
"I know it is not my business but..." Ryan memberi jeda, kemudian menohok manik mata Shara yang masih menatap miliknya pula.
"I just.. Don't want to see you crying again" ujar Ryan, menekan tiap silabel yang dituturnya.
Gadis berambut panjang itu terhenyak sesaat lalu tak lama tersenyum dengan makna tak tertebak ke arah Ryan. Pemuda yang terlalu baik hati kepadanya.
"Everything is gonna be alright... I will not cry... Again" Shara terdiam lalu mencoba tersenyum meyakinkan. Tersenyum menyembunyikan. Tersenyum merelakan.
Ryan mengangguk-angguk lalu berucap,
"Okay. Copy that," ujarnya.
Ryan tersenyum menawan,
"Let me know if you need some shoulders to cry on, I will give my shoulders (Beritahu saya kalau kamu butuh bahu seseorang, aku akan kasih bahuku)"
Ryan tak bertahan lebih lama lagi untuk mengetahui tanggapan Shara. Ia terlampau gemas menanggapi kenaifan berlebih gadis itu. Terutama perihal Justin yang seakan tak pernah memberinya luka.
Pemuda itu mulai berjalan menjauh meninggalkan Shara sendiri lalu terus berjalan menuju pintu utama gedung yang mengarah ke belakang gedung.
Ryan mengambil langkah panjang dan langsung menghampiri pintu jati pertama yang dilihatnya. Pinty yg bertuliskan "Justin's Room".
Tanpa mengetuk, Ryan memutar kenop pintu lalu melongok dan melihat Justin, sahabatnya tengah beredar di sekitar ruangan.
Justin bergegas menoleh ketika dirasanya angin luar merasuk dari pintu ruangannya yang tiba-tiba menjeblak terbuka. Ia mengernyit ke arah Ryan,
"Wohaa Dude?" Justin mengangkat sebelah alis, bingung mendapati tatapan Ryan yang terkesan sinis.
"What happens?" tanya pemuda itu, menoleh sekilas lalu bergerak untuk duduk disebuah sofa.
"I wanna talk something seriously" tukas Ryan
"But I have to go to meet Selena" Justin bergumam pelan.
Ryan terperangah, emosi meniupi ubun-ubunnya untuk mengonfrontasi pemuda itu dengan hal lain
"how long do you want to cheat with Selena? (Sampai kpn km mau selingkuh dengan Selena?)"
"Hah ?" Justin bertanya spontan, lalu memutar kepalanya ke arah Ryan dan mengernyitkan dahi.
Ryan melipat kedua tangannya di depan dada,
"You're still with Selena and..." katanya, lalu menarik nafas sebentar,
"What the hell were you doing in the park there? Gave her an empty hope?"
Justin terdiam sebentar, lalu memutar kepala, membuang pandangan dari Ryan.
"I'm not going to answer that." ujar Justin.
Ryan menggeleng-geleng tak percaya,
"Are you playing at her? (Km mainin dia?)"
Justin mendengus, kini membalikkan badan sepenuhnya ke arah Ryan, berdecak
"It is none of your business (Bukan urusan km)"
"JUSTIN!!" seru Ryan kencang.
Pemuda objek seruan itu hanya mencibir,
"Why are you so eager to interfere? (Kenapa km niat banget ikut campur?)" kata Justin.
Justin tersenyum sinis,
"Do you forget? Either you like it or not .." pemuda itu menatap tajam Ryan lewat balik bahunya lagi,
"She's still mine." Seru Justin.
Ryan terperangah.
"Do you know ?" tanya Justin lagi, kali ini tanpa menoleh. Tanpa sadar, emosi yang membuatnya demikian nanti, tak lain karena rasa cemburu yang coba ditekannya melihat perhatian berlebih Ryan pada Shara.
"I'll keep Selena in the first place. But as long as Shara.. doesn't bother me, i'll keep her too. That's all that she wants, also. She WANTS me, not you. (Selena itu prioritas, tapi selama dia ga ganggu aku, aku simpen dia juga. Lagian .. itu yang dia mau. Dia MAU aku, bukan km)" kata Justin tajam, menoleh dan mengangkat dua alisnya seraya tersenyum sinis pada Ryan, lalu memutar kepalanya lagi.
Ryan mengulum bibir sambil mengepalkan tangan, menahan keinginan untuk meringsek ke arah sahabatnya. Ia menarik nafas dalam dalam.
Tiba tiba siluet puntu ruangan yg sama pun berbunyi, menampakan sesosok gadis berdiri mencari seseorang.
"Aaaaah Justin!!"
Ryan dan Justin sama sama melirik ke arah pintu, mendapati Selena tengah tersenyum kecil.
Ryan mendengus malas, kembali menggeleng tak percaya lalu melirik Justin setajam tajamnya terakhir kali sampai akhirnya bergerak untuk menuju pintu. Sebelum benar-benar keluar, pemuda itu memicingkan mata geram ke arah punggung Justin dan Selena, memuntahkan amunisi emosi terakhirnya.
"I ... don't understand who is ever teach you to become a jerk ? (Aku tidak mengerti Siapa yang pernah ngajarin km jadi brengsek ?)" kata pemuda itu lalu melangkahkan kaki keluar dan membanting pintu ruangan.
Sementara Justin melongok sekilas ke pintu, lalu mencibir,
"Care much ?" tukasnya sarkatis.
Tapi ternyata keheningan membuat perkataan Ryan bergaung dan menyinggungnya. Tapi maaf saja ya. Sanggahnya pelan. Gadis itu sudah tahu toh posisi Justin saat ini? Bukan salahnya kan kalau gadis itu mengorbankan diri sendiri. Masalah siapa yang disakiti, menyakiti atau tersakiti, ia tak begitu peduli. Dan bagi logika sok tahunya, Shara bukanlah apa-apa. Hanya sumber adiktif yang harus didatangi Justin untuk alasan egois pemuda itu sendiri. Selama Justin masih bisa berdiri di depan gadis itu tanpa melakukan apa-apa lantas mempertahankan euphoria yang terus memerintahnya untuk memikirkan Selena, pemuda itu merasa takkan ada yang salah. Masalah harapan kosong yang timbul atau tidak, lagi-lagi Justin tak peduli. Itu bukan salahnya jika gadis itu kelewat desperate lantas mengharap terlalu tinggi. Karena sesungguhnya dalam pikiran Justin kini, takkan ada yang berubah. Semakin gadis itu menariknya, maka Justin juga akan mengulurnya semakin lama. Jika ada sayatan yang bertambah parah, toh luka itu bukan untuknya atau paling tidak, bukan untuk Selena-nya. Lagipula, 'bermain' dengan gadis itu seperti ini ternyata menyenangkan juga. Semburat-semburat merah yang dihadiahkan tanpa permintaan. Gerak-gerik salah tingkah yang tak pernah berubah. Justin menyukainya.
Pemuda itu seakan baru tersadar bahwa ia sudah berpikir terlalu lama, ia bergegas menghadap ke Selena setelah wanita itu berdeham kecil.
Justin tersenyum saat Selena menyapanya.
"Hai Sel"
"Hem..."
"Why?"
"No." Ujar Selena sambil memanyunkan bibirnya.
"Sel?" Sapa Justin sambil mengelus pipi sebelah kiri Selena.
"WHT DID YOU DO ? I'VE BEEN WAITING FOR AN HOUR!"
"Hey hey... Sorry... I.. I did nothing..." Ujar Justin memelas.
"Really ? I jst had a strange thought"
"What?"
"you .. didn't cheating behind me, did you ?
Justin membiarkan jemarinya mengambang kearah pipi Selena.
"Never do that.. How on earth could you ever think about that? Hem? Hem?" Ujar Justin sambil menggelitik perut Selena.
"Ihhh Justin...." usaha Selena untuk menjauh dan berlari keluar ruangan, dua anak manusia itu Selena dan Justin sedang diberlarian tertawa sambil melakukan adegan-adegan konyol, hingga panggilan membuyrkan mereka.
"Hey hey hey guys... Don't act like child" ujar Wilson.
"Eh hey Wilson" jawab Justin.
"Do you guys wanna return to Hotel now?"
Justin terkesiap, melirik ke Selena.
"Emm.. Maybe yes... Why?"
"No... May Shara follow with you? Cos she gets tired" ujar Wilson sambil mendorong Shara.
Sedangkan Shara melirik Justin dan Selena bergantian lalu kembali mengulum bibirnya dan mencoba kembali menghitung berapa banyak kuman yg berriakan dilantai. Dan kini Shara harus kembali menahan kuat kuat amarahnya karena hatinya sedang diliputi kecemburuan saat melihat Justin berbisik pelan dan menepuk puncak kepala Selena.
Sedangkan Selena hanya tertawa.
"Oke I have to go, Shar, take care of yourself okey" ujar Wilson sambil menepuk pipi Shara dan berlalu pergi.
Shara menghela nafas, mengerjap mata mengikuti langkah dua sejoli didepannya. Shara membuang muka. Berusaha mengalihkan pikiran dan berharap dirinya amnesia. ia sama sekali tak ingin mengingatnya.

***

- Selena's POV -

Selena merasa ada yang berbeda. Tidak banyak mungkin, namun tetap saja... masih ada keresahan itu disana. Bayangan bahwa Justin suatu saat meninggalkannya menari-nari di depan mata. Tidak mau. Selena menggeleng pelan sendiri. Ia menggigiti bibir lalu melirik ke arah pemuda yang sedang menggerakkan setir di sebelahnya. Bisa diciumnya bahwa ada yang berubah. Beberapa hari terakhir, Justin sesekali dapat terlihat sedikit lebih .. lebih bebas dan liar, mungkin. Seperti orang yang sedang 'high'.
Selena melirik lagi ke arah kaca depan yang menggantung di langit-langit mobil. Tidak seperti beberapa hari sebelum ini dimana ia bisa bernafas lega, kali ini Selena mendesah tak kentara melihat mata Shara sedikit bercahaya. Binar yang sebelumnya menghilang kembali lagi. Beberapa kali dilihatnya gadis itu melirik ke arah Justin dengan penuh arti tersembunyi.
Selena membuang muka, lalu memainkan ujung roknya. Bagaimana sebelumnya ia bisa bernafas lega. Padahal ia tahu kalau Justin dan Shara masih berdekatan? Wilson masih bagian kru dari Tour Justin, Bukankah bisa terjadi apa saja saat Justin tak bersamanya?
"Justin?" panggil Selena pelan, karena kecemasan begitu akut menekan jantungnya.
Justin mengangkat alis lalu terrenyum ke arah Selena,
"Ya?"
"You...will never leave me, won't you?" tanya Selena sambil memagut mata Justin. Pertanyaan yang membuat pemuda itu, bahkan Selena yakin, Shara juga tersentak. Setelah melontarkan pertanyaan gadis itu menunduk sedih.
Justin menghembuskan nafas panjang lalu menepikan mobilnya sebentar, karena saat ini ada hal yang lebih penting dari keterlambatan. Ia memandangi gadis di sebelahnya, lalu mengangkat dagu tirus Selena dengan telunjuknya.
"Hei," katanya sambil menatap Selena dalam-dalam, untuk kesekian kali betul-betul lupa bahwa ada orang lain di belakang mereka.
Justin menggerakkan tangannya untuk mengusap tulang pipi gadis itu.
"I won't leave you. Never do that." katanya sambil tersenyum menenangkan.
"You won't leave me .. For anything ? Or for anyone ?" tuntut Selena dengan tujuan, diam-diam bisa mendengar Shara menahan nafas.
Justin menggeleng,
"Not for anything or for anyone. Not for any reason," katanya meyakinkan
"This i promise you." Seka Justin.
"Okay." kata Selena lalu mengangguk dan setelah itu membiarkan Justin melepas tangan dari pipinya untuk kembali mengemudi. Tak sengaja, gadis itu melirik ke arah kaca menggantung yang sama. Entah kenapa menahan diri untuk mendesah lega keras-keras sewaktu melihat tatapan kosong milik gadis lain di belakang itu.
Tak lama, ketika plang hotel mulai terlihat dari kejauhan, Selena merogoh saku untuk meraih ponselnya yang berdering.

From : Ashleeeeeey!

Where r u Sel?

"OMG!!! Justin Justin Stop" seru Selena saat mobil Justin memasuki pelataran parkir dan melewati lobby hotel.
"Where will you go, Sel?" tanya Justin sambil menginjak pedal rem mendadak.
"I've promised to hang out with Ashley and I forgot"
"Oooh, should I take you?"
"No... You shouldn't I will go by taxi... Key, bye" Selena tersenyum sekilas lalu bergegas membuka pintu dan melompat turun dari mobil Justin.
Justin mengangguk.
Tak lama setelah menaiki undakan depan, berjalan mencari Taxi, Tiba-tiba Selena mematung, ia celingak-celinguk lalu menepuk dahi. Baru sadar bahwa sesuatu tak ada di tangannya. Sesuatu itu sepertinya tertinggal di mobil Justin tadi.
Selena buru-buru berbalik dan berlari kecil ke luar gedung. Ia menuju pelataran parkir sambil mencari-cari penampakan Ranger Rover Justin. Gadis itu menghembuskan nafas pelan saat menemukan apa yang dicarinya. Berikut pemuda pemilik mobil yang tengah turun dari pintu, diikuti gadis lain yang menyusul keluar dari bangku belakang.
Gadis berwajah tirus itu menghentikan langkah seketika saat melihat apa yang terjadi setelah itu. Bulu kuduknya meremang pelan. Shara baru saja akan berjalan melewati Justin, saat tiba-tiba pemuda itu menahan tangannya, menyentaknya hingga berbalik menatapi wajah tampan itu. Selena turut menahan nafas saat memperhatikan Justin menatap Shara begitu lekat dengan pandangan tak terbaca.
Bahkan dari kejauhan, Selena tahu bahwa detik-detik itu begitu bermakna. Karena gadis berwajah itu pun tahu bagaimana rasanya dilelehkan oleh bola mata yang sama. Lantas tak lama Justin melepas cekalannya, membiarkan Shara menunduk lalu berjalan mendahului pemuda itu.
Selena terdiam. Tidak tahu mau berbuat apa.

***

sekarang aku tersadar
cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
apalah arti aku menunggu
bila kamu tak cinta lagi

***

- Shara's POV -

Dua pesan singkat malam itu. Sinyal pemberitahuan tentang akhir waktu. Yang sesungguhnya ia sudah tahu. Yang membuatnya sedari kemarin tersenyum meyakinkan. Tersenyum menyembunyikan torehan dan kemunafikan. Tersenyum sudah siap merelakan.

From : Selena

Shara, I hope you understand, Please .. Stay away from him. I. Beg. You :)

To : Justin <3

To : Justin

I've tried to understand, I've tried to hide my feeling but now I want all of our relationship clearly, so Meet me at garden park tomorrow afternoon. I wait for you. Hope will see you there :)

Lalu Shara mematika handphonenya.

***

The next day...

namun ku rasa cukup ku menunggu
semua rasa tlah hilang...

Detak dan detik berkejaran, terus berlari hingga kabut hitam datang dan serumpun cahaya matahari habis dilalap petang.
Shara bergerak gelisah, menyenderkan badan pada bangku taman, duduk sigap, berdiri, memandang danau terus seperti itu.
Sudah berpuluh-puluh pose yang dilakukan namun batang hidung seorang Justin tidak juga datang.
Gadis itu mendesah, lalu menyandarkan diri pada bangku taman, bertopang dagu sambil menatap dua pasang burung berkicau didepannya yang sedang berpacaran dibawah langit yang mulai melumut dari semburat jingga menuju pekat hitam.
Shara menggigit bibir, membiarkan matanya menelusuri rumput. Gadis itu tersenyum miris mengingat semua memori indah bersama Justin. kenapa segalanya harus berubah begitu cepat? Bahkan apa yang belum sempat terucap terlalu kilat terlewat. Gadis itu merogoh kantongnya, lalu menimang ponsel yang baru ia raih. Ada alasan kenapa ia menonaktifkan benda itu. Karena ia tak mau mendapat balasan pesan penolakan, sebelum ia sempat berjuang. Ia tak mau mundur, sebelum menunggu. Karena penghabisan waktu sudah mengetuk pintu, Shara tahu itu. Dan gadis itu pun tahu, sesungguhnya ia bukan orang yang terlalu pandai membohongi diri sendiri. Dan hanya sampai disini kapasitasnya untuk berlagak munafik dan tak tersakiti.
Tiba-tiba suara gemuruh petir mengantar petang itu.
"It starts raining...." Ujar Shara sambil menatap langit yang kini sedikit demi sedikit mengeluarkan air mata awan itu.
Hingga anak hujan terus mengalir lebat, petang sudah berkabut malam, burung burung tak lagi bermain ditaman ini, petir menjadi backsoundnya Justin tak kunjung datang.
Shara menggigit bibir, menarik lutut yang tadi ia luruskan lalu memeluk keduanya dan membenamkan kepala di antara sela mereka. Ia memandangi jari kakinya, lantas membiarkan matanya menelusuri Masih setia menunggu sosok lelaki itu disini. Ditaman ini. Malam ini. Dibawah hujan ini.
Tubuhnya sedikit mengigil sudah lelah raganya untuk menunggu Justin lebih lama. Akhirnya Shara mendesah dan menghidupkan benda elektronik dalam genggamannya. Benar saja. Sebuah tanda pesan baru langsung menandak dalam layar begitu ponselnya telah merampungkan proses pengaktifan.

From : Justin <3

I couldn't come. Have to go with Selena. Sorry.

Shara tersenyum tipis, lalu menggeleng sendiri. Berusaha untuk tidak menggoyakan hatinya. dan pastinya Ia akan memaafkan Justin. Ia takkan pernah menyalahkan Selena juga. Tak ada yang salah disini. Shara hanya menyesal kenapa dia harus hadir diantara Selena dan Justin.
Shara menoleh ke sekelilingnya, danau, taman, hujan. Semua seakan tersenyum sarkatis kearahnya, lalu Shara menarik nafas, dan tersenyum berserah.
"God? Can you explain? why you give Justin to Selena?" tanyanya kecewa.
Shara memejamkan mata kuat-kuat. Tak ada jawaban yang didapatnya pula.
"Why did Justin meet me? If in the end Justin wasn't for me? Why? God? Why? Answer please!!!!!" sejuta tanya tanpa ada jawaban yang ada hujan terus menertawakannya.
"WHY DO I LOVE JUSTIN SO MUCH? ANYONE ANSWERS THIS STUPID QUESTION PLEASEEEEEE!" Teriak Shara dengan suara bergetar, tak tahan lagi. Tak sanggup lagi dengan lorong gelap tak berujung bernama masa depan yang harus dijalaninya. adakah setetes kebahagiaan saat hatinya tak mampu merasakan lagi cinta karna sakit yg dirasakan?
Shara menarik nafas, berdiri, menahan pedih hatinya, menahan sayatan yang berniat keluar dari pelupuknya, lalu menggeleng samar dan berbalik ke arah bangkunya.
"AAAAARGH !" Geram terakhir Shara sambil menendang bangku taman itu.
Harusnya ia tak pernah mengenal cinta, seperti dulu saja. Tak kenal cinta, hingga takkan ada terjal siksa yang harus ia rasa.
Shara menutupi wajah dengan kedua telapak tangan, membiarkan jari-jarinya dirembesi buliran basah.
Ia berusaha pergi menelusuri jalan, teruslah hujan menemani dirinya agar setiap air mutiara dari sela matanya tersamar bersama angan-angannya bersama Justin.

***

dahulu kaulah segalanya
dahulu hanya dirimu yang ada di hatiku
namun sekarang aku mengerti
tak perlu ku menunggu sebuah cinta yang sama
(Raisa-Apalah Arti Menunggu)


***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar