Sabtu, 16 Maret 2013

Re-Post "The Half Blood Vampire" - Part 1-10


The Half Blood Vampire 1
oleh d'Bezt JD Author pada 3 Januari 2012 pukul 16:09

       Mr. Fujimoto masih terus menerangkan materi kuliah sambil menuliskan kata-kata penting di whiteboard. Tapi sungguh, aku tak menyimak materi yang disampaikannya bahkan satu katapun.

Aku lebih tertarik untuk memperhatikan seorang pria berambut blonde di dekat jendela. Posisinya menyerong? Dari tempatku duduk, jadi aku bisa melihat wajahnya dengan jelas.

 Aku baru satu tahun duduk dibangku kuliah ini. Pada semester pertama, aku tak terlalu memperhatikan sikap atau tingkah laku teman sekelasku. Tapi setelah memasuki semester kedua ini, aku jadi memperhatikan seseorang. Aku ingin membuktikan perkataan Miley, (Miley Cyrus, sahabatku) tentang sikap salah seorang teman sekelasku yang katanya aneh.


Oh ya, kenalkan, namaku Nicola Athena Chance. Tapi aku biasa dipanggil Niki oleh teman-temanku, dan Ana oleh keluargaku. Aku anak kedua dari keluarga Chance. Kakakku bernama Greyson Chance. Dia biasa ku panggil GC. Saat ini, dia sedang menjalankan salah satu perusahaan keluarga kami. Usia Kami berbeda tiga tahun.

 Oke, back to story.

 Aku tidak tahu apa maksud Miley dengan kata 'aneh' yang dia ucapkan. Sejauh ini, aku tidak melihat keanehan pada dirinya. Kecuali wajahnya yang terlihat datar, sehingga membuatnya menjadi misterius, juga.... Dingin. Jujur, Aku tak suka kata yang terakhir.
 Tiba-tiba dia menggerakkan kepalanya menatapku.

 bluuush!

 Dengan cepat, aku menatap Mr. Fujimoto yang masih menyampaikan materi di depan kelas. Wajahku memanas karena aksi ku ketahuan. Aku yakin, wajahku memerah. Dia bertahan menatapku untuk berberapa detik yang kurasa sangat lama. Saat dia mengalihkan wajahnya, aku menghembuskan nafas lega. Sungguh, aku takut. Pandangannya begitu menusuk, seolah menelanjangiku.

 Aku menyeruput capuccino yang kupesan, sambil terus membalik halaman buku kuliahku yang cukup tebal.
Saat ini, aku sedang berada dikantin. Tidak terlalu banyak orang, tapi tetap saja kantin terasa ramai. Tak apa, aku lebih suka di tempat ramai.

“hei, maaf terlambat.” ucap seseorang.
Aku tersenyum menatapnya. “bukan masalah.”

Dia adalah Selena Gomez, sahabatku selain Miley. Aku dan Selena berbeda Fakultas. Karena kami memang berbeda minat.

 “dimana Miley?”
“oh, dia sedang ke....”

“i'm here!” Miley duduk dihadapanku.
“kau dari mana?” tanya Selena.
“bertemu Prof. Evans.” ujarnya setelah menyeruput capuccino ku.
Selena mengangguk mengerti.
“Miley, ku rasa, laki-laki itu tak aneh seperti yang kau katakan. Yaa walaupun wajahnya terlihat misterius.” ucapku.
Miley memandangku. “tak aneh bagaimana? Apa kau pernah melihatnya bergabung dengan laki-laki dikelas kita?”
Aku menggeleng.
“apa kau pernah melihatnya datang ketika Fakultas kita mengadakan acara?”
Aku menggeleng lagi.
“apa menurutmu itu hal wajar? Kita sudah sekelas selama satu semester. Kurasa, itu bukan waktu yang sebentar.”
Aku mengangkat bahu. “entahlah. Mungkin dia tipikal orang yang pendiam.”
“pendiam yang wajar itu seperti Felix. Walaupun pendiam, dia tetap hadir jika kelas kita melakukan acara. Atau setidaknya, dia selalu menyapa kita.”
Kami sama-sama terdiam. Aku membaca buku di hadapanku, Selena bermain dengan I-phone nya. Miley memegang punggung tanganku tiba-tiba.

 “oh Tuhan.” desisnya.
“kenapa?” tanyaku dan Selena bingung.
“kurasa, dia sedang menatap kita. Arah jam empat mu.”

 Perlahan, aku memutar tubuhku kearah jam empat. Deg! Kudapati laki-laki itu tengah menatapku. Kali ini, pandangan yang penuh selidik. Saat mataku bertemu dengan mata hazel miliknya, dia segera memalingkan wajahnya. Aku kembali menatap Miley.

 “biarkan saja.” ujarku berusaha tenang.

 ‘jika tahu begini, aku tak akan memperhatikannya.’



The Half Blood Vampire 2
oleh d'Bezt JD Author pada 3 Januari 2012 pukul 16:09



Author


Sambil berjalan menuju perpustakaan, Nicola membalas pesan dari Miley dengan I-phonenya. Setelah pesannya terkirim, ia kembali memasukan i-phonenya kesaku celana jeans yang ia gunakan.
Saat ia mengangkat kepalanya, ia mendapati Justin yang sedang berjalan kearahnya. Tentu saja dia dari perpustakaan. Karena ruangan yang ada dilantai tiga ini hanya perpustakaan. Itu adalah penyebabnya mahasiswa jarang ditemukan dilorong lantai tiga itu.

 Bulu kuduknya tiba-tiba berdiri saat Justin semakin dekat padanya. Ya, Justin adalah laki-laki yang beberapa hari yang lalu ia perhatikan dan memperhatikannya balik. Nama lengkapnya adalah Justin Drew Bieber. Ibunya seorang desainer yang cukup ternama di NY, kotanya saat ini. Sedangkan ayahnya, entahlah.

 “hai Justin.” Niki memberanikan diri menyapa.
Langkah Justin terhenti. Ia menatap Niki tajam. Seolah-olah Niki baru saja melakukan kesalahan. “jangan sok dekat denganku. Aku tak suka.”

Niki menelan ludahnya sendiri.
Justin pun berlalu.

 ‘aku kan hanya ingin menyapa. Dasar aneh!’ batin Niki.

 “jangan sembarangan men-judge orang!” ujar Justin.
Niki langsung memutar tubuhnya. Ia mendapati Justin tengah berdiri menatapnya. “apa maksudmu?”
Justin mengangkat bahu. “kau tahu maksudku, Miss Chance.”

 ‘astaga! Cara bicaranya berlebihan sekali! Memanggilku Miss Chance! Huh!’ gerutu Niki saat Justin membalikkan tubuhnya.

 “memangnya kenapa jika aku memanggilmu Miss Chance?” tanya Justin tanpa membalikkan tubuhnya.

 ‘di...dia.. Bisa.. Membaca pikiranku?’ tanya Niki tak percaya.

 “kalau iya, memangnya kenapa?”
Niki tergagap. “tidak. Tidak apa.”
“baguslah. Lebih baik kau tak usah sok akrab denganku jika ingin kehidupanmu baik-baik saja.”
“kau mengancamku?” tanya Niki semakin takut.
“tidak. Hanya ingin mengingatkanmu saja.”

Niki mendengus pelan.
 ‘dia pikir dia itu siapa? Beraninya mengancamku!’ batin Niki saat Justin sudah hilang diujung koridor.

 Niki pun membalik kan tubuhnya ingin memasuki perpustakaan. Saat akan menggerakan tangannya menyentuh kenop pintu, seseorang menyentuh pundaknya. Ia memutar tubuhnya kembali.

“ju..stin?” ucapnya tergagap.
Justin menatapnya sinis. “it's me. Kenapa? Terkejut?”
“kenapa kau bisa disini, bukannya kau tadi sudah turun?”
“aku kembali naik. Saat mendengar suara pikiranmu itu.”
Niki merasa semakin takut saat mata hazel Justin berubah menjadi warna kuning seperti mata kucing. “ka...au itu sebenarnya siapa?”
Justin tersenyum, memperlihatkan gigi taringnya yang panjang. "menurutmu?"
“vam..ampire?”
Justin tertawa. “bingo Miss Chance!”
Niki menggeleng. “tidak mungkin!”
“kenapa tidak mungkin? Apa kau pikir taringku ini palsu, hm?”
Niki tutup mulut.

Justin menyibakkan rambut coklat panjang Niki yang menutupi leher perempuan itu. Ia pun mendekatkan wajahnya ketelinga Niki. “kau pasti ingin mencoba gigiku ini.” bisiknya.
Niki bergidig saat hembusan nafas Justin mengenai kulitnya.

 Ia merasakan sesuatu yang tajam menembus kulitnya. Sakit!




“AAAAARRGGHH!” pekik Niki.




Niki membuka mata. Ia mendapati dirinya berada suatu ruangan. Bukan kamarnya, Seperti ruang kesehatan kampus. Niki segera memegang lehernya. Tidak ada apapun.
Ia pun bangkit lalu berjalan menuju sebuah kaca yang ada diruangan itu. Ia memperhatikan lehernya melalui cermin. Benar-benar tidak ada bekas apapun.
“jadi itu mimpi? Tapi kenapa terasa begitu nyata?” gumam Niki.

Pintu ruang kesehatan terbuka. Masuklah Miley dan Selena dengan wajah cemas.
“baguslah kau sadar.” ucap Selena.
“me...mangnya aku kenapa?” tanya Niki.
“kau ditemukan pingsang di lorong perpustakaan.” jelas Miley. “apa kau sakit? Wajahmu tak terlihat pucat.”
Niki bergumam. Ia saja tak tahu apa yang terjadi padanya. “aku tidak sakit.”
“lalu kenapa kau bisa pingsan di sana?”
“aku....”

 Niki hampir saja mengatakan kalau dia bertemu Justin disana. Dia kembali teringat kata-kata Justin yang terdengar mengancam itu.
“kau?” Miley dan Selena menunggu penjelasannya.
“aku belum sarapan. Jadi, mungkin itu penyebab aku pingsan.” ujar Niki.
“tidak biasanya kau belum sarapan. Bukannya setiap hari kau harus sarapan bersama kakakmu itu?”
tanya Miley.
Memang! “hari ini tidak karena GC keluar kota.” ucap Niki asal. “oh ya, memangnya siapa yang menemukanku?”
“Justin!” ucap Miley dan Selena bersamaan.
“dia juga yang membawamu kesini.”
“aku tak menyangka, ternyata dia orang yang baik......”

 Niki merasa jantungnya berhenti berdetak saat nama Justin disebut. Laki-laki itu yang menemukannya? Apa maksud nya? Apa mimpi itu nyata?



The Half Blood Vampire 3
oleh d'Bezt JD Author pada 4 Januari 2012 pukul 20:43 ·


Sesekali Niki tertawa mendengar lelucon yang dilontarkan Selena.
Saat itu, mereka sedang berjalan menuju parkiran kampus karena mereka sudah tak punya jadwal kuliah.

 Tiba-tiba saja Niki melihat sosok Justin sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Ia tak tahu harus berbuat apa. Semenjak beberapa hari yang lalu -saat ia pingsan-, ia tak pernah berbicara dengan Justin. Bahkan tidak untuk mengucapkan terima kasih sekalipun. Ia selalu berusaha tidak melakukan kontak mata dengan Justin, karena mimpinya itu terus menghantui pikirannya. Mimpi yang terasa sangat nyata.
"hai, Just!" sapa Miley.
Justin tersenyum.
Niki tertegun. Justin tersenyum pada Miley?

 'apa maksudnya tersenyum pada Miley? Pada saat aku menyapa, dia malah mengancamku. Dia memang pria aneh!' gerutu Niki.

 "ehem, Nicola."
Mereka bertiga berhenti melangkah, lalu memutar tubuh menatap Justin. Wajah mereka terlihat bingung, terutama Niki.

 "ya?" tanya Niki takut-takut.
"jadi begitu caramu mengucapkan terima kasih pada orang yang sudah membantumu?" tanya Justin seraya mengangkat sebelah alisnya.
Kening Niki berkerut samar. "apa maksudmu?"
"astaga Nicola..."
"Niki." potong Niki. Ia tak begitu suka di panggil Nicola.
"oh, Niki. Aku sudah menolongmu, tapi kau malah mengatakanku pria aneh. Dimana pikiranmu?"
Niki menelan ludahnya sendiri.
Miley dan Selena menatap Niki tak mengerti.
Justin bisa membaca pikirannya, sangat persis seperti yang ada dalam mimpinya.

 'kau membaca pikiranku?' Niki mengetes Justin.

 "kenapa kau diam?" tanya Justin.
Niki menggeleng. "aku....maaf. Aku tak bermaksud mengatakanmu aneh." Niki menarik nafas. "terima kasih karena sudah menolongku."
Justin mengangkat bahu. "sama-sama."

 Mereka kembali melanjutkan langkah. Namun Niki merasa, kalau Justin benar-benar bisa membaca pikirannya.

 'berbaliklah jika kau mendengarku.' Niki membatin.

 Dalam hati ia berharap, agar Justin tidak berbalik. Ia pun berhenti berjalan, lalu menoleh kebelakang.
Deg! Justin sedang menatapnya. Sungguh, matanya sangat tajam menusuk. Ia tersenyum. Namun senyum itu hanya dibibir, membuat bulu kuduknya berdiri.

 "kenapa kau berhenti?" tanya Selena.
Niki kembali menatap sahabatnya yang sudah keduluan beberapa langkah. "aku...." ucapannya terputus saat ia sudah tak melihat Justin. Kemana laki-laki itu?
"kau mencari siapa?" tanya Miley bingung.
Dengan kaku, Niki menggeleng. "bukan siapa-siapa."


 Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Niki berjalan menuju meja riasnya. Saat tiba disana, ia meletakkan handuknya dikursi, lalu mulai menyisir rambutnya.
Ketika tengah menyisir, matanya menangkap bayangan seseorang didalam kacanya. Seseorang yang belakangan ini mulai dihindarinya. Justin.
Justin tersenyum padanya, sembari memperlihatkan taringnya yang panjang. Dalam satu detik ia sudah tiba didekat Niki. Langsung saja ia mendekatkan wajahnya keleher perempuan itu, bermaksud mengisap darahnya hingga habis tak tersisa.


"AAAAARRGGHH!!" Niki berteriak sekencang mungkin, lalu mengibaskan tangannya sehingga mengenai kepala Justin. Niki langsung berjongkok dan membenamkan wajahnya pada lutut.


Seseorang menyentuh pundaknya, membuat air matanya langsung mengalir.


"jangan bunuh aku!" pinta Niki terisak.
"hei, Ana. Ini aku, GC. Mana mungkin aku membunuhmu." ujar GC.
Niki mengangkat kepalanya, lalu menatap GC dengan wajah penuh air mata. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung menghambur dalam pelukan GC. "GC, aku takut..hiks.."
"tak usah takut. Aku ada disini oke?"
Niki mengangguk dan semakin mempererat pelukannya. "malam ini, aku ingin tidur denganmu."
"kenapa?"
Niki kembali menangis.
"oke. Kau boleh tidur denganku, meskipun aku tak tahu apa yang sedang kau alami." GC mengelus rambut panjang coklat milik Niki, agar perempuan itu tenang.



The Half Blood Vampire 4
oleh d'Bezt JD Author pada 5 Januari 2012 pukul 21:36 ·


Nicole mengeratkan pelukannya pada Greyson saat pria itu sedikit bergerak. Ia benar-benar takut, menyebabkan ia tak tidur semalaman. Saat matanya hampir terpejam, Greyson bergerak sedikit dan membuatnya kembali bangu.

Greyson membuka matanya perlahan. Ia mendapati Nicole tengah tertidur dalam pelukannya. Tidurnya tadi malam benar-benar tidak nyenyak. Saat ia bergerak sedikit, Nicole langsung memeluknya. Bukannya puas istirahat, tubuhnya malah bertambah pegal.

Ia pun menggeser pelan tubuh Nicole, karena ia ingin segera mandi untuk pergi ke kantor. Baru saja ia mengangkat tangan kanan Nicole yang melingkar diatas perutnya, perempuan itu sudah mengerang pelan dan kembali merapatkan pelukannya.

Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. Nicole tak pernah seperti ini. Kecuali saat itu. Saat Nicole masih duduk dibangku jhs. Ia mengalami mimpi buruk. Selama seminggu, Nicole tidur dikamarnya persis seperti sekarang ini.

“jangan tinggalkan aku.” ujar Nicole.
“kau sudah bangun?”
Nicole mengangguk dalam pelukannya.
“tapi aku harus bekerja. Kau juga harus kuliah.”
“aku tidak mau kuliah.”
“kenapa?”
Nicole menggeleng.
Greyson mendorong Nicole, agar
Lagi-lagi Nicole menggeleng. “aku tidak bisa tidur. Ku mohon, kau jangan bekerja ya.”
Greyson mendesah. “aku harus bekerja, sweety.” Ujarnya sambil mencium puncak kepala Nicole.
“pokoknya kau tidak boleh bekerja!” bentak Nicole dengan mata berkaca-kaca.
Greyson mendesah. “baiklah. Aku tidak akan bekerja, dan kau tidak akan kuliah. Bagaimana?”
Wajah Nicole berubah cerah. Ia mengangguk senang. “setuju.”
“sekarang kau tidur. Kalau kau tidak tidur, aku akan pergi ke kantor.” ancam Greyson.
Nicole mengangguk lalu mulai memejamkan matanya.

Ia -Greyson- memang tidak bisa menolak permintaan adik satu-satunya itu. Ia terlalu sayang, sehingga ia memanjakan Nicole. Apapun keinginan Nicole, ia pasti akan berusaha mengabulkannya. Bahkan orangtua mereka pun tak memanjakan Nicole seperti yang ia lakukan.

Saat Nicole sudah mulai terlelap, Greyson melepaskan diri dari pelukan Nicole untuk mengambil ponselnya. Ia menghubungi sekretarisnya, bahwa ia tak bisa datang. Untunglah hari itu tak ada meeting.

Baru saja memasuki alam mimpi, Greyson sudah dibangunkan kembali oleh ketukan pada pintu kamarnya.

“masuklah.” ucapnya.

Pintu pun terbuka. Masuklah Mr. Dan Mrs. Chance yang merupakan ayah dan ibunya.

“Nicole?” tanya Mrs. Chance tak percaya.
Greyson mengangkat bahu. “aku tidak tahu. Tadi malam dia berteriak histeris, lalu meminta untuk tidur denganku.”
“mimpi buruk?” kali ini Mr. Chance yang bertanya.
“tidak Dad. Setahuku dia baru selesai mandi.” jelas Greyson. “dia baru tidur, 15 menit yang lalu. Semalaman ia tak tidur.” ujar Greyson saat Mrs. Chance akan mencium Nicole.
“baiklah.” Mrs. Chance mengurungkan niatnya.
“jadi, karena ini kau tidak masuk ke kantor?”
Greyson mengangguk.
“kau tahu, aku sudah mempercayakan sebuah perusahaan padamu. Tapi kenapa kau lalai? Harusnya kau berada di kantor, bukannya menjaga Nicole yang sedang tidur.”
“tapi, dia memintaku untuk tidak kekantor. Dan dia juga tak mau kuliah. Aku khawatir, dad.”
“kau memenuhi permintaannya konyolnya itu?” tanya Mr. Chance tak percaya. “oh Tuhan. Grey, itu Nicole sudah besar. Kenapa kau masih saja memanjakannya? Kau sudah seperti ayahnya saja.” gerutu Mr. Chance.
“adikku......”
“kan hanya Nicole.” sambung Mrs. Chance. “selalu itu yang kau ucapkan. Lihatlah, lama-lama dia memintamu untuk menjadi pembantu pribadinya.” sungut Mrs. Chance.
Greyson hanya bisa tersenyum sambil menggaruk kepalanya.
“sepertinya, kau juga kurang tidur.” ucap Mr. Chance. “tidurlah. Saat makan siang nanti, aku sudah melihat kalian berdua di ruang makan.”
Greyson mengangguk. Dan orangtuanya pun keluar dari kamarnya.



The Half Blood Vampire 5
oleh d'Bezt JD Author pada 6 Januari 2012 pukul 19:18


Nicole merentangkan tubuhnya, lalu menguap lebar. Perlahan, ia membuka matanya. Ia mendapati dirinya, tertidur di atas ranjang Greyson.

 “siang sweety!” Greyson mencium keningnya lembut.
Nicole menatap Greyson yang tengah bersandar pada sandaran kasur. “jam berapa?” tanya Nicole parau.
“masih jam 1 siang lewat sedikit.” jawab Greyson santai.
“apa? Kenapa kau tak membangungkanku?!”
“tidurmu itu nyenyak sekali. Aku tak mungkin membangunkanmu.”
“lalu, kau belum mandi?”
Greyson menggeleng.
“apa? GC, kau ini kenapa? Membangunkanku tidak, mandi pun tidak. Lalu apa yang kau lakukan?”
“menemanimu.” jawab Greyson. “kau sendiri yang memintaku agar tidak kemana-mana.”
Nicole berpikir sejenak. Benar juga.
“Nicole, jawab aku. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Greyson serius.
Nicole menjadi gugup karena ditatap seperti itu. “ti..tidak ada apa-apa.”
Greyson memperdalam tatapannya. “jangan berbohong Nic. Aku tak suka, dan kau tahu itu.”
Nicole menelan ludahnya sendiri. “tentu saja aku tahu. Aku tak mungkin berbohong.” Nicole meyakinkan Greyson.
“lalu apa maksud mimpimu? Tadi kau mengigau. Nicole, please. Cerita padaku.”
“me...ngi..gau?”
“kau menyebut-nyebut ... Vampire.” saat Greyson mengucapkan kata terakhirnya, suaranya memelan.
“mungkin itu efek karena aku menonton film vampire, siang kemarin.”
Greyson terus menatap Nicole. Ia tahu adiknya itu sedang berbohong. “ya sudah.”

Tiba-tiba terdengar teriakan dari luar. Suara Mr dan Mrs Chance.

“mom sudah pulang?” tanya Nicole.
Greyson mengangguk. “mereka tiba tadi pagi. Tak lama setelah kau tidur.”
Nicole menggigit bibir bawahnya. “apa mereka marah karena kau tidak ke kantor?”
“tidak. Mereka hanya sedikit kesal karena kau tidak kuliah.” sahut Greyson. Berbohong.
“kau berbohong.”
Greyson mengacak poni Nicole. “ayo kita keluar. Kita belum makan dari pagi, ingat?”
“lalu bagaimana dengan Mom dan Dad?” tanya Nicole takut.
Greyson tersenyum. Ia pun menarik Nicole keluar kamar.

Nicole berjalan dibelakang Greyson karena takut melihat wajah Mr dan Mrs. Chance, orangtuanya. Greyson menarik pelan tangan Nicole, agar adiknya itu berjalan disampingnya. Mereka pun duduk berdampingan.

“maaf kami sedikit lama.” ujar Greyson
Mr. Chance melirik Nicole yang menunduk.
Sadar di perhatikan, Nicole mengangkat kepalanya. Matanya langsung bertemu dengan Mr. Chance. “maaf Dad. Kami terlambat.”
Mr. Chance tersenyum. “tak apa. Ayo, saatnya makan.”

Nicole bersyukur, karena Mr. Chance tidak menceramahinya sebelum makan. Biasanya, jika ia bolos, atau menyuruh GC bolos, atau melakukan keduanya sekaligus, ia pasti akan di omeli hingga perutnya kenyang, dan akhirnya ia tak jadi makan.

“Nicole, kau sudah besar. Kau pasti sudah tau apa salahmu. jadi, aku tak perlu mengingatkanmu tentang kesalahanmu itu.” ucapan Mr. Chance membuyarkan lamunannya.
“yeah Dad. Aku tahu, dan aku tak akan mengulanginya.” ucap Nicole. “tapi, aku benar-benar takut. Bahkan aku tidak tidur semalaman. Dan, kalau boleh, nanti malam aku tidur bersama GC lagi.”
Mrs. Chance terkikik. “astaga, nak. Apa yang kau takutkan? Kau pasti habis menonton film horor lagi. Ya kan?”
Nicole terpaksa mengangguk.

Ia tak mungkin mengatakan pada keluarganya, kalau di kelasnya, ada seseorang bernama Justin Drew Bieber. Laki-laki itu sangat misterius, dingin, acuh. Kenyataan yang membuatnya semakin bergidik, Justin adalah seorang vampire. Laki-laki itu selalu menghantuinya belakangan ini sejak mereka bertemu di lorong menuju perpustakaan.

Kalaupun ia mengatakannya, apa keluarganya akan percaya? Mereka pasti berpikir kalau dia sudah gila. Dan tentu saja, ia punya resiko yang besar jika ia berani mengatakan semua itu. Sungguh, ia masih menyayangi nyawanya.

“iya, kau boleh tidur denganku. Tapi jangan memelukku terlalu erat, kau membuatku tidak bisa bergerak, dan susah bernafas.” Greyson mengajukan syarat.
Setelah membasuh wajahnya, Nicole keluar dari kamar mandi, lalu berjalan menuju meja rias. Perlahan, ia menatap bayangan dirinya pada cermin.

Tidak ada siapapun, hanya dia. Benar. Hanya ada Nicole Chance disana. Mungkin, yang tadi malam hanya halusinasinya saja, karena terlalu takut pada Justin.

“hanya halusinasi.” Nicole meyakinkan dirinya sendiri.

Tanpa mengalihkan pandangannya, ia mengambil bedak. Namun ia merasa pergelangan tangannya di genggam seseorang. Tangan orang itu terasa sedingin es. Saat menatap pergelangan tangannya, tidak ada siapapun, tapi genggaman itu masih terasa.

Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.

“ku mohon, jangan ganggu aku.” lirih Nicole.

Genggaman tangan itu mengendur. Secepat kilat, Nicole berlari menuju pintu kamarnya, namun terkunci. Padahal ia tak menguncinya sama sekali.

 Sebuah sentakan kasar, membuat Nicole barbalik. Namun tetap saja orang itu tak terlihat. Ia mulai menangis.

 “jangan ganggu aku.” isak Nicole.
“aku tidak mengganggumu, sayang. Aku hanya ingin menikmati darahmu.” ujar suara itu.
Nicole merasa lehernya ditusuk dua benda tajam. Perih.



“AAAAARRRGGGHH!!”




The Half Blood Vampire 6
oleh d'Bezt JD Author pada 7 Januari 2012 pukul 21:08 ·



Greyson terus menepuk pipi Nicole, agar perempuan itu bangun. Adiknya itu seperti mengalami mimpi buruk. Wajahnya penuh keringat, dan ia terus menggelengkan kepalanya, sembari terus berkata “jangan ganggu aku”.
Sudah hampir 10 menit ia berusaha membangunkan Nicole, tapi adiknya tetap tak terbangun. Ia tak mungkin ke kamar orangtuanya, karena ini sudah tengah malam.


“AAAAAARRGH!” jerit Nicole tiba-tiba, ia langsung terduduk di tempat tidur.

“kau kenapa?” tanya Greyson.
Bukannya menjawab, Nicole malah memandang kesekeliling. Ia seperti orang yang baru pertama kali berada dikamar itu.
“aku dimana?” tanya Nicole.
“dikamarku, Nic. Kau kenapa? Apa yang ada dalam mimpimu?”
“apa tadi aku pergi kekamarku?” Nicole bertanya balik.
“yeah, hanya sekedar mengambil pakaian. Tidak lebih. Bahkan kau mandi disini.”
“syukurlah.” desah Nicole.
“Nicol, jawab aku! Apa yang terjadi padamu? Apa kau mimpi buruk?”
Nicole menggeleng. “tidak GC, aku baik-baik saja, dan tidak mimpi buruk.” dusta Nicole.
Greyson menatap Nicole tajam. “aku tak suka kau berbohong!” bentak Greyson.
Nicole tersentak mendengar bentakan Greyson. Matanya berkaca-kaca, lalu air matanya langsung mengalir.
Melihat adiknya menangis, Greyson merasa bersalah. “Nicole, maaf. Aku tak bermaksud membentakmu.”
Nicole memeluk Greyson. “aku minta maaf... Hiks..Hiks”
“tidak. Aku yang salah. Seharusnya aku tak membentakmu. Maafkan aku.” Greyson mengelus rambut Nicole.
Nicole mengangguk. “aku tidak bisa bercerita padamu untuk saat ini. Aku.. Hiks.. Hiks...”
“tak apa. Sekarang, Kau harus tidur. Karena Besok kau harus kuliah.”
Nicole mengangguk. “kau harus memelukku saat aku tidur. Kalau tidak, aku tidak mau!”
Greyson mendesah pelan. Nicole ini masih saja seperti anak kecil, padahal dia sudah 18 tahun. “iya, aku akan memelukmu, sampai kau tak bisa bernafas.”
Nicole memanyunkan bibirnya.
“tentu saja tidak. Aku tidak mau kehilanganmu, my sweety.” Greyson mengacak poni Nicole.



---



Nicole keluar dari mobil setelah Greyson membukakan pintu mobil untuknya.
Ia tersenyum pada Greyson. “terima kasih.”
Greyson mengangguk.“sama-sama sweety.”
“aku masuk dulu.” pamit Nicole.
Greyson menahan tangan Nicole, saat perempuan itu berbalik. Ia mencium kening adiknya lembut. “good luck!”
Nicole mengangguk senang. “bye!” ia melambaikan tangan pada Greyson, lalu masuk ke kampusnya.

“mesra sekali.” goda Selena yang tiba-tiba berjalan disampingnya.
Nicole terkikik. “kau cemburu?” goda Nicole.

Selena memang kelihatan suka pada kakaknya, tapi dia tak mau mengakui.
“cemburu? Huh! Jangan asal bicara.” dengus Selena.
Nicole kembali terkikik. “benarkah?” godanya.
“hentikan. Aku ke fakultasku dulu. Bye!”


Nicole berjalan sendiri menuju kelasnya, sambil terus mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Miley. Namun, matanya malah bertemu dengan mata tajam Justin. Laki-laki itu tengah duduk di bangku taman.
Nicole merasa wajahnya memucat. Ia segera berlalu dari tempat itu, menuju kelasnya.

“sudah cukup dia menghantuiku lewat mimpi.” gumam Nicole.


---


Justin mendengar suara tawa yang familier disampingnya. Namun, orang itu tak terlihat. Justin mendesah.
“Cody, tunjukan dirimu! Jangan sampai manusia disini mendengar tawamu, tapi tak melihat wujudmu. Aku tak ingin kampus ini geger karena ulahmu.”
Orang yang bernam Cody itu menunjukan dirinya, sambil terus terkekeh.
“apa yang lucu?” tanya Justin tak mengerti.
Cody masih saja terkekeh, tanpa mempedulikan pertanyaan Justin.
Justin menghela nafas panjang. Kadang ia kesal melihat tingkah adiknya ini.
“aku sedang mentertawai gadismu itu. Siapa namanya?”
“Nicole, ingat dia bukan gadisku!” Justin menekankan kata gadisku.
Cody mengibaskan tangannya. “kau lihatkan? Aku berhasil membuatnya tak berani menatapmu.”
“memang. Tapi kau berlebihan Cody. Kau lihat tadi? Dia begitu pucat melihatku.”
“berlebihan bagaimana? Kau sendiri yang menyuruhku melakukannya. Dan itu hanya bisa ku lakukan dengan memasuki mimpinya.”
“tapi....”
“ingat, kau tidak suka melihatnya, karena dia terus menatapmu. Jadi kau ingin, dia takut padamu, agar dia tak lagi menatapmu.”
“memang. Tapi karena ulahmu, kemarin dia tidak masuk. Dan karena kau menemuinya di lorong perpustakaan, dia tahu kalau kita Vampire.”
“biarkan saja. Yang penting, dia tidak akan berani buka mulut. Percayalah.”
“tapi.....”
“kenapa kau terus menyangkal? Apa kau mulai menyukainya?”
“tidak mungkin! Aku tidak akan menyukai manusia.”
“didarah kita juga mengalir darah manusia, ingat?”
“tapi, juga ada darah vampire bukan?” tanya Justin balik.



The Half Blood Vampire 7
oleh d'Bezt JD Author pada 7 Januari 2012 pukul 23:22 ·


Disini, mimin bakal ngasih sedikit penjelasan tentang THBV. Soalnya, kalau dimasukin kecerita takut nggak bisa, karena mimin on hape.

Pada awalnya, yang ditemui Nicole di lorong perpustakaan itu memang Justin. Tapi waktu Nicole mau masuk ke perpustakaan, dia ditahan Justin kan? Nah, itu adalah Cody. Tapi, yang bawa Nicole keruang kesehatan memang Justin. Cody juga yang selalu hadir kemimpi Nicole.
Cody melakukan itu karena Justin yang minta. Justin minta bantuan Cody, agar Cody melakukan sesuatu pada Nicole. Supaya Nicole tak memperhatikannya lagi. Satu-satunya cara yang hanya bisa dilakukan Cody adalah meneror Nicole melalui mimpi. See? Berhasil!


-keluarga bieber:

Jeremy (kepala keluarga) :
.memiliki semua kemampuan. Mulai dari membaca pikiran, sampai mengubah dirinya menjadi kabut. Karena dia adalah Vampire asli.
Pattie (istri Jeremy) :
.tidak memiliki kemampuan apapun karena dia hanya manusia. Jeremy tidak pernah berniat mengubah istrinya menjadi vampire.

Lalu anak-anak mereka menjadi Vampire berdarah campuran. Pada siang hari, mereka menjadi manusia, sedangkan pada saat malam, mereka berubah menjadi Vampire.


Mereka adalah....


Skandar (anak tertua) :
.bisa mendengar suara, meski suara itu dalam jarak 50 meter darinya
Justin (anak kedua) :
.membaca pikiran
.kecepatan bergerak
.membuat dirinya tak terlihat
Weronika (kembaran Justin) :
.mengubah dirinya menjadi kabut
Cody (anak keempat) :
.mengubah dirinya menjadi oranglain
.masuk kemimpi oranglain
.juga membuat dirinya tak terlihat
nanti ada juga
Jaxon (anak kelima) :
.membuat dirinya tak terlihat
Jazzy (kembaran Jaxon) :
.mengubah diri menjadi kabut



The Half Blood Vampire 8
oleh d'Bezt JD Author pada 8 Januari 2012 pukul 19:28 ·


Nicole pov


Dengan perasaan sedikit senang, aku keluar dari kelas. Karena hari ini, aku di jemput Greyson. Dia bilang, dia akan mengajakku makan siang. Aku berjalan sendiri, karena Miley memang tak hadir karena sakit.

Setidaknya hari ini, aku bisa bernafas lega, karena aku tak sekalipun melakukan kontak mata dengan Justin, kecuali yang tadi pagi itu. Aku berharap, dia tak mengganggu hidupku lagi.



Author pov


“Nicole.”

Nicole langsung berhenti begitu Justin menyebut namanya. Tanpa komando, keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya.

“oh Tuhan. Jangan biarkan dia menggangguku.” batin Nicole.

Justin mendengar apa yang dikatakan Nicole, dan ia sedikit terkejut mendengarnya, namun ia berpura-pura tak tahu.

“a..ada apa?”
“didepan ada kekasihmu. Dia menyuruhmu segera keluar.” ujar Justin dingin.
“ke..kk.. Apa?”
Justin menghujam Nicole dengan mata tajamnya, membuat Nicole mundur beberapa langkah. “digerbang ada kekasihmu. Cepatlah kesana.” Justin menekankan kata kekasihmu.
Dahi Nicole semakin berkerut.

 Kekasih? Dia kan tidak memiliki kekasih. Jika yang dimaksud Justin, mantan, masuk akal. Karena dia memang pernah berpacaran ketika di shs. Tapi sekarang, mantannya itu sedang di Paris.

 “dia memakai mobil sport hitam?” tanya Nicole.
Justin mengangguk acuh, lalu melangkah meninggalkan Nicole.

“greyson!” batin Nicole senang.

 Meskipun ia -Justin- sudah sedikit jauh dari Nicole, ia masih bisa membaca perkataan batin Nicole. Greyson! Justin menyimpan nama laki-laki itu di pikirannya.

“jadi itu kekasihnya?” tanya Cody yang tiba-tiba berdiri disampingnya.
Justin terlonjak kaget. “dasar anak kecil! Kau membuatku kaget! Memangnya kau tidak masuk kelas?” Justin mengalihkan pembicaraan.

Cody lebih muda setahun darinya, dan saat ini, Cody adalah mahasiswa baru dikampusnya.

 “jangan mengalihkan topik!” sungut Cody.
“apa maksudmu?”
“pria yang menjemput Nicole tadi kekasihnya bukan?”
“kelihatannya begitu. Tadi pagi aku sempat melihat pria itu mencium kening Nicole.”
“oh, siapa namanya?”
“greyson.”
Cody tertawa mendengar ucapan Justin. “kenapa kau ketus sekali saat menyebut nama Greyson?”
“tidak.” bantah Justin.
“kau menyukainya, kan?”
Justin mendesah. “aku tidak mungkin menyukainya. Dia itu penakut, kau tahu?”
Cody mengangguk kecil mendengar bantahan Justin. “apa kau tidak takut, kalau dia menceritakan tentang rahasia kita pada kekasihnya itu?”
Langkah Justin terhenti. “dia tidak akan melakukannya.”
“wanita kan selalu terbuka pada kekasihnya.”
“itu teori dari mana?” tanya Justin.
“bagaimana kalau memang benar?”
“gampang. Kau teror saja kekasihnya itu, seperti yang kau lakukan pada Nicole. Atau mungkin, kau bisa membunuh kekasihnya sekaligus.” ujar Justin santai.
“benar juga. Setelah kekasihnya ku bunuh, kau kan bisa mendekati Nicole dengan mudah.” sahut Cody.
Justin menatap Cody. “jaga ucapanmu!” ujar Justin kesal, matanya mulai berubah menjadi warna kuning.
Cody menelan ludah.

 “sebaiknya aku kabur.” pikir Cody.
Justin tersenyum. “tidak kubiarkan.” ujar Justin, mencengkram pergelangan tangan Cody.
“astaga! Aku lupa kalau kau bisa membaca pikiran.” ujar Cody.
Justin mengangguk. “tepat sekali.”

 Cody menendang kaki Justin, berlari menjauhi Justin, lalu membuat dirinya tak terlihat. Namun, dengan mudahnya Justin menangkap Cody. Ia memeluk erat sesuatu yang tak terlihat. Tak lama kemudian, Cody menampakan wujudnya.
“sepertinya kau juga lupa, kalau aku mewarisi kecepatan ayah.” Justin tersenyum penuh kemenangan.
“Justin, maafkan aku. Aku tidak akan menggodamu dengan Nicole lagi. Juga tak membahas masalah kekasihnya itu.”
Justin tersenyum puas. “bagus. Sekarang, masuklah ke kelasmu.”



---



Greyson langsung mencium kening Nicole, begitu adik kesayangannya itu tiba dihadapannya. Beberapa orang melihat mereka, membuat wajah Nicole memerah.

“GC, kau membuatku malu, huh!” gerutu Nicole.
Greyson tersenyum, lalu mengacak poni Nicole. “ayo, aku sudah lapar.” ia pun membukakan pintu mobil untuk Nicole.
Nicole tersenyum, lalu masuk ke mobil.
“Nic, tadi aku bertemu dengan teman kampusmu, sebelum kau datang.”
“Justin?” nama itu langsung terlintas dipikirannya.
“entahlah. Yang penting dia mengenalmu, dan dia bilang, kalian sekelas.”
“tak salah lagi.” batin Nicole.
“dia terlihat aneh.” gumam Greyson.
Glek! “maksudmu?”
“aku merasa dia itu berbeda. Aura disekelilingku berubah saat dia ada. Dan wajahnya, terlihat dingin. Aku merasa, dia bukan manusia.”
Nicole yang saat itu sedang minum, langsung tersendak. “kenapa kau berpikir begitu?”
Greyson mengangkat bahu, lalu kembali berkonsentrasi menyetir.



The Half Blood Vampire 9
oleh d'Bezt JD Author pada 10 Januari 2012 pukul 11:30 ·


Nicole mengalihkan kepalanya dari setumpuk tugas yang sedang ia kerjakan begitu mendengar pintu kamarnya diketuk. Sebenarnya, bukan kamarnya, tapi kamar Greyson.

Selama beberapa hari ini, dia masih mengungsi dikamar Greyson. Karena ia merasa nyaman berada dikamar itu. Kamar Greyson lebih terang dari kamarnya. Dua sisi kamarnya -greyson- dindingnya berupa kaca bening. (kebayangkan?).

Nicole pun berjalan kearah pintu, lalu membukannya.
“Mom?”
“ganti bajumu dengan dress yang Mom belikan dua hari yang lalu, rias wajahmu secantik mungkin, dan jangan ikat rambutmu.”
“kenapa?” tanya Nicole bingung.
“kita akan pergi kerumah teman Dad.”
Nicole mengangguk meski masih bingung.

Jam makan siang pergi kerumah teman? Biasanya, Mr. Chance selalu saat jam makan malam jika ingin berkunjung kerumah temannya.



---



Nicole menatap bayangannya dicermin, untuk memastikan kalau semuanya sempurna.

Ia memakai dress pink soft selutut dengan lengan pendek, riasan wajahnya sederhana,dan atas permintaan Momnya, ia terpaksa melepas rambutnya.

Setelah memakai high heels, ia pun keluar dari kamar, menuju ruang keluarga.

Ia terkejut melihat Greyson. Kenapa dia bisa pulang? Bukannya, dia harusnya di kantor? Dan kenapa pakaian rapi sekali, seolah-olah masih pagi?

“GC, kenapa kau disini?”
“aku disuruh Dad pulang, katanya kita akan makan siang di rumah teman lamanya.” jelas Greyson.
“bukannya tadi pagi pakaianmu bukan seperti ini?”
“aku disuruh menggantinya.”
“bagaimana, semuanya sudah siap?” tanya Mr. Chance yang baru keluar dari kamar.
“tentu Dad.” ujar Nicole dan Greyson hampir bersamaan.



---



Mereka pun tiba sebuah rumah mewah bergaya mediterania, didominasi warna putih dan ungu. Kombinasi yang bagus, karena ia -Nicole- menyukai kedua warna itu. Tapi ia merasa pernah melihat rumah dihadapannya ini. Dimajalah kah?

Nicole berjalan sambil menggandeng lengan Greyson. Entah kenapa ia merasa perasaannya tidak enak.
“GC, aku merasa perasaanku tak enak.” ujar Nicole berbisik mengeratkan gandengannya.
Greyson menarik tangannya, lalu meletakkannya di pinggang Nicole. “itu hanya perasaanmu.” balas Greyson berbisik.
“perasaanku benar-benar kuat GC.” rengek Nicole.
“hei, itu hanya perasaanmu. Jangan pikirkan.” nasehat GC.
Mrs. Chance berdeham. “kalian tahu, kalian itu sudah seperti orang pacaran saja.”
Nicole merengut. “biarkan saja.”
“Grey, turunkan tanganmu dari pinggang Nicole. Nanti orang salah paham.” ujar Mr. Chance.
Greyson pun menurunkan tangannya. Dengan segera, Nicole menggandeng tangan Greyson.
Mrs. Chance menekan bel. Tak lama setelah itu, pintu dibukakan oleh seorang pria paruh baya. Sepertinya, dialah teman lama Mr. Chance.

“hei Jeremy.” sapa Mr. Chance, lalu bersalaman.
“hai, sobat lama.” Jeremy tersenyum. “mereka keluargamu?”
Mr. Chance mengangguk. “ini istriku, dan ini kedua anakku. Greyson dan Nicole.”
Mereka pun bersalaman.
“anakmu tampan dan cantik.” puji Jeremy.
“terima kasih.”
“masuklah.”

Mereka pun masuk kedalam rumah mewah itu, menuju ruang keluarga. Disana ada beberapa orang. Mereka sedang menonton.
Saat tiba disana, semua yang sedang menonton itu mengalihkan pandangannya, menatap tamu mereka.
Mata Nicole membulat saat menyadari diantara beberapa orang itu ada Justin. JUSTIN DREW BIEBER. Oh my God!

“kenapa dia bisa disini?” pikir Nicole tak percaya.

“tentu saja, ini kan rumahku.” sahut Justin, tanpa menatap Nicole.
Keluarga Chance menatap Justin tak mengerti. Jeremy langsung menatap Justin, seolah sedang mengatakan sesuatu.
“baiklah Dad.” sahut Justin lemah. Jeremy baru saja memperingatkan Justin agar tidak menggunakan kemampuannya didepan orang lain.
“oh, tamu kita sudah datang.” Pattie muncul dari belakang.

Semuanya menoleh menatap Pattie. Mereka pun berkenalan.
“dia Skandar, anak pertamaku, itu Justin, disampingnya Weronika, kembaran Justin, setelah itu Cody, dan dua bocah itu adalah Jaxon, dan Jazzy, mereka juga kembar.” Jeremy memperkenalkan anak-anaknya.

“oke, ayo kita makan siang.” seru Weronika semangat.
Mereka pun berjalan menuju ruang makan.

“semoga saja mereka tak memberiku bangkai binatang dengan minumannya darah segar.” batin Nicole.

Tiba-tiba saja, ia merasa tubuhnya ditarik masuk kesebuah ruangan. Sebuah kamar. Ia terkejut, bahwa Justinlah yang menariknya.

“apa yang kau lakukan?” tanya Nicole menjaga suaranya agar tetap tenang.
“kendalikan pikiranmu!” bentak Justin. “jangan karena kau sudah tahu, kalau aku vampire, kau memikirkan yang tidak-tidak pada keluargaku!”
“ja...jadi kau benar-benar Vampire?” tanya Nicole.


'shit!' Justin mengumpat dalam hati. Jadi, Nicole benar-benar belum tahu, dan menganggap semua mimpinya itu benar-benar hanya mimpi?

“jadi mimpiku itu nyata?” pikir Nicole.

“tentu saja. Sekali lagi kau berpikiran yang tidak-tidak, kau.....”

“JUSTIN!” ia mendengar ayahnya memanggil.

“cepat, ayahku memanggil!” Justin menyeretnya keluar dari kamar.
Alis Nicole bertaut. Ia tak mendengar suara Jeremy yang memanggil Justin.




The Half Blood Vampire 10
oleh d'Bezt JD Author pada 12 Januari 2012 pukul 17:48 ·


Mereka pun duduk berhadapan di meja makan yang memang panjang itu. Bayangkan saja, ada 12 orang.
Nicole berhadapan dengan Justin, membuatnya semakin risih saja.
“ayo, silahkan cicipi.”

Saat semua orang mulai mengambil makanan, Nicole hanya diam, tak melakukan apapun. Entah apa yang dia pikirkan. Ia merasa tangannya begitu berat, sehingga sulit untuk digerakan. Ia terus memandang kosong kearah piring di hadapannya, saat ia mengangkat kepala, matanya langsung bertemu dengan mata hazel milik Justin.

“seharusnya, mata seindah itu membuat orang lain nyaman saat melihatnya, bukan malah ketakutan seperti ini.” batin Nicole.
Justin mengayunkan kakinya pelan kearah kaki Nicole, yang duduk di hadapannya. Membuat Nicole meringis.
“kau kenapa?” tanya Greyson -yang duduk disamping Nicole- cemas.
Justin langsung mendengus mendengar kecemasan Greyson.
“ak.. Sepertinya aku ingin sup jamur itu.” Nicole mengalihkan pembicaraan. Membuat semua orang tertawa, kecuali Justin.
“Nicole, kau lucu sekali.” ujar Wero disela tawanya.

Greyson pun mengabilkan sup jamur itu untuk Nicole. Ia pun mulai memakannya perlahan.
“oh ya, jadi pria ini anakmu juga?” tanya Pattie.

Ketika bertemu tadi, hanya Jeremy yang mengenalkan keluarganya, sedangkan keluarga chance belum sama sekali.
“ya, mereka anak-anak ku. Pria itu adalah kakak Nicole. Namanya Greyson.” ujar Mr. Chance.

Justin dan Cody yang sedang minum, langsung tersendak mendengar kata “kakak Nicole.”. Mereka berdua bertatapan tak percaya, lalu tiba-tiba saja Cody tertawa lepas. Mereka membuat orang yang ada diruangan itu kebingungan.

“kalian kenapa?” tanya Jeremy bingung.
“jadi, kau kakak Nicole?” tanya Cody pada Greyson.
“yeah.” Greyson mengangguk. “wajah kami memang tidak mirip. Tak jarang orang mengira kami pacaran. Ya kan sweety?” Greyson mengacak poni Nicole.
Nicole tersenyum manis menanggapinya.
“lihatlah, benar-benar seperti orang pacaran.” gerutu Mrs. Chance. Tawa kembali terdengar.

“kau dengar Just, dia kakak Nicole. Haha” batin Cody sambil menatap Justin sekilas.
Justin langsung memelototi Cody. “sebaiknya kau diam, kalau tak ingin berakhir di puncak pohon.” bisik Justin. Cody takut ketinggian.

Skandar yang mendengarnya jadi tertawa. Walaupun oranglain tak mendengar bisikan Justin, tapi dia bisa karena itulah kelebihannya.

“keluarga ini benar-benar aneh.” pikir Nicole, setelah melihat Justin membisikan sesuatu kepada Cody, namun Skandar tertawa seolah bisa mendengar apa yang dibisikan Justin.

Justin berdeham. “Nicole, sebaiknya kau menjaga.....”
“maaf.” potong Nicole, karena ia tahu kalimat yang Justin ucapkan.
“Justin, sebaiknya kau simpan keahlianmu itu.” ujar Jeremy.
“kalian ini kenapa? Justin, Cody, Skandar, Jeremy dan Nicole, ada apa dengan kalian?” sergah Pattie.

Mereka yang merasa namanya dipanggil langsung terdiam.
“bukan apa-apa sayang. Justin baru saja melakukan keahliannya.” ujar Jeremy.
“keahlian? Seperti apa?” sambar Greyson.
“menggoda wanita.” ucap Jeremy santai. “kau tahu, dia sedang berusaha mengambil hati adikmu.”
“aku tidak begitu!” bantah Justin cepat.

Mereka tertawa mendengar pembelaan Justin. Sedangkan Nicole hanya bisa menunduk, malu.
“kau tak perlu menggodanya Justin. Karena sebentar lagi dia juga akan jadi milikmu.” ujar Mr. Chance.
“apa maksud Dad / anda?” tanya Nicole dan Justin bersamaan.
“panggil aku Dad.” sahut Mr. Chance.
Justin hanya menatap Mr. Chance datar.

“hormati ayahku!” bentak Nicole dengan suara batinnya.
Justin menatap Nicole sejenak lalu kembali menatap Mr. Chance. Ia tersenyum tipis.
“jadi, apa maksudmu, Dad?”
Jeremy menatap anaknya dengan senyuman puas. Jarang-jarang anaknya yang satu itu bisa patuh.
“begini, jauh sebelum kalian lahir, saat aku dan ayahmu masih muda. Aku mengalami suatu peristiwa yang dapat merenggut nyawaku, namun ayahmu datang menolongku. Sejak saat itu, kami bersahabat, dan aku sudah berjanji, akan menjodohkan anak pertamaku dengan anak ayahmu.” jelas Mr. Chance.

Seisi ruangan itu langsung menatap Greyson dan Skandar bergantia.
“apa?” ucap Greyson dan Skandar tak percaya.
“kami belum selesai.” sergah Jeremy.
“karena anak pertama Jeremy laki-laki, setahun kemudian anakku lahir, dant ternyata juga laki-laki. Jadi, tidak mungkin aku menikahkan kalian. Janji tetaplah janji. Lalu perjodohan itu aku pindahkan pada anak kedua. Beruntung karena anak kedua Jeremy laki-laki, sedangkan anakku perem....”
“jadi, aku dan Justin / Nicole dijodohkan?” tanya Nicole dan Justin bersamaan lagi.
Jeremy dan Mr. Chance mengangguk.
Tepuk tangan memenuhi ruang makan itu.
“akhirnya situkang tidur akan menikah.” seru Wero.

Setelah pulang kampus, Justin memang selalu tidur hingga malam datang. Dan siang ini syukurnya ia tidak tidur.
“tidak bisa!” bantah Justin dan Nicole bersamaan.
Nicole bangkit dari bangkunya. “Dad tidak boleh melakukannya! Apa Dad tahu, Justin ini Vampire! Kenapa aku dijodohkan dengannya?!” bentak Nicole.

Semua menatap Nicole tak percaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar