Sabtu, 16 Maret 2013

Re-Post "The Half Blood Vampire" - Part 11-20


The Half Blood Vampire 11
oleh d'Bezt JD Author pada 13 Januari 2012 pukul 18:59 ·


   "Dad tidak boleh melakukannya! Apa Dad tahu, Justin ini Vampire! Kenapa aku dijodohkan dengannya?!” bentak Nicole.

Semua orang menatap Nicole tak percaya.

“apa maksudmu?” Justin ikut bangkit dari duduknya. “jangan asal bicara!” bentak Justin.
“aku tidak asal bicara! Kalau kau dan seluruh keluargamu ini bukan vampire, kau tidak mungkin bisa membaca pikiranku! Skandar juga tidak mungkin bisa mendengar apa yang kau bisikan pada Cody, dan ayahmu juga tidak akan mengerti apa yang sedang kita bicarakan!” ucap Nicole panjang lebar. “jika kau bukan Vampire, kenapa aku bisa memimpikan hal yang sama beberapa hari, dalam mimpi itu kau mempunyai taring! Dan sebelum kesini kau juga memberikan pernyataan tersirat bahwa kau adalah Vampire!”

Mata Justin berubah menjadi kuning karena emosi.

“lihat! Matamu berubah warna! Apa manusia biasa bisa melakukan itu, hah?” tanya Nicole. “Dad, aku tidak mau dijodohkan dengan vampire seperti dia!”
“hei, jaga ucapanmu! Kau fikir, aku mau di jodohkan dengan manusia sepertimu?!” bentak Justin.

“hentikan!” lerai Jeremy sambil memukul meja makan, membuat semua benda diatasnya bergetar. “kalian berdua, duduklah.” suaranya melunak.

Justin dan Nicole pun kembali duduk dengan emosi yang sama-sama masih bergejolak. Mereka saling menatap dengan tatapan membunuh.

“kau pikir, aku takut dengan tatapanmu itu?!” pikir Nicole.

“lalu, kau pikir, aku peduli dengan semua ucapanmu itu?” tanya Justin.

Nicole menatap Justin semakin garang.

“kesialanku yang terbesar adalah ketika aku harus sekampus dengan vampire sepertimu!”

“kau tahu, aku belum pernah meminum darah manusia. Mungkin, kau bersedia menjadi kelinci percobaanku.” ucap Justin santai.

“aku bilang hentikan!” bentak Jeremy.

Justin dan Nicole langsung menunduk.

“apapun masalah diantara kalian, kalian akan tetap kami nikahkan.” ujar Mr. Chance.
“tapi Dad, aku kan sudah bilang, Justin dan....”
“semuanya kecuali Pattie.” potong Mr. Chance.
“maksud Dad?”
“Pattie manusia seperti kita. Sedangkan Jeremy adalah vampire murni, dan anak-anak mereka adalah vampire berdarah campuran.” jelas Mr. Chance.
“jadi, Dad sudah tahu?”
“harusnya, kami yang bertanya padamu. Dari mana kau tahu?” Mrs. Chance angkat bicara.
“mom juga tahu? Greyson?” Nicole menatap Greyson.
“aku tidak tahu, Nic.” ucap Greyson.
“jadi Nicole, sejak kapan kau tahu bahwa kami adalah Vampire?” tanya Skandar.
Nicole menatap Justin. “dia masuk kedalam mimpiku beberapa kali, dan disanalah ia menunjukkan kalau dia adalah Vampire.”
“mimpimu?” tanya Jeremy.
Nicole mengangguk.
Jeremy menatap Cody.

Nicole mengikuti arah pandang Jeremy. “kenapa dengan Cody?” tanya Nicole tak mengerti.
“dia yang masuk kemimpimu dan meniru rupa Justin.” ujar Jeremy.
“bab..bagaimana mungkin?”
“itu adalah kelebihannya.” sahut Jazzy yang dari tadi hanya diam. “kalau aku bisa merubah diri menjadi kabut.”
“jadi, sejak kapan Dad tahu kalau mereka adalah vampire?” Greyson berhati-hati saat mengucapkan kata Vampire.
“sejak awal bertemu.” ujar Mr. Chance. “Jeremy menyelamatkan Dad saat Dad akan di gigit oleh vampire lain. Karena itulah kami bersahabat.”
“Mom?” Greyson beralih pada Mrs. Chance.
“saat Mom sedang mengandungmu.”
“sebenarnya, makan siang ini untuk memberitahukan tentang perjodohan Nicole dan Justin.” ujar Jeremy. “dan, seharusnya, bukan hari kau dan Nicole mengetahui yang sebenarnya.”
“suka atau tidak suka, kau akan menikah dengan Nicole.” ujar Pattie.
Jaxon, Jazzy dan Wero bertepuk tangan heboh. “sebentar lagi, kalian akan punya adik.” ucap Wero pada Jayon dan Jazzy.
“diamlah!” bentak Justin kesal.
“kalian berdua akan menikah secepatnya, pada bulan ini.” ujar Mrs. Chance.
“kenapa tidak aku saja?” tawar Greyson. “kenapa tidak aku yang saja yang dijodohkan dengan... Wero misalnya?” Greyson memperbaiki kalimatnya.
Wero yang sadar namanya disebut hanya bisa menunduk malu, dengan wajah merah.
“maaf Grey. Perjanjiannya, anak perempuan dari Dad.” ucap Mr. Chance.
“mungkin, kau harus menunggu Wero lulus., baru boleh menikahinya?” goda Skandar.
Ruang makan itu kembali riuh.

Namun, Nicole hanya diam. Ia merasa dunianya berputar. Ia terlalu syok untuk menerima semua ini. Sekelas dengan vampire sudah cukup buruk. Sekarang, hidupnya akan semakin buruk karena harus menikah dengan vampire itu sendiri. Apa tak ada cobaan yang lebih ringan dari ini? Atau mungkin ada yang mau menyerahkan tiket menuju surga padanya, karena ia tak sanggup berada didunia ini.



The Half Blood Vampire 12
oleh d'Bezt JD Author pada 13 Januari 2012 pukul 18:59 ·




----



Nicole membuka matanya perlahan. Putih. Itu lah yang ia lihat pertama kali. Dengan nyawa yang belum seutuhnya sempurna, ia duduk di tempat tidur, lalu memandang keseliling.

Ia berada disebuah kamar. Namun, bukan kamar Greyson, apalagi kamarnya.

“lalu, ini kamar siapa?” pikir Nicole.

“kamarku!” teriak seseorang dari kamar mandi.

Nicole merasa pernah mendengar suara itu. Tapi dia lupa, dimana ia mendengarnya.


Ceklek!


Pintu kamar mandi terbuka. Keluar sosok laki-laki dengan rambut basah dan hanya mengenakan celana jeans panjang. Sosok yang sangat ia takutkan. Justin.



“AAAAAAARRGH!” Nicole berteriak sekuat tenaga.



Dalam satu kedipan mata, Justin sudah tiba di samping Nicole. Ia langsung membekap mulut perempuan itu.

“jangan berteriak! Jangan buat orang salah paham!” bentak Justin.
Nicole mengerang.
“kalau kau berteriak, maka kau akan berakhir di dalam peti mati!”
Nicole mengangguk lemah.
“gadis pintar.” Justin pun melepaskan bekapannya.



Nicole langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, dan bersandar pada sandaran tempat tidur.

“kau jangan berpikiran macam-macam.” ujar Justin sambil memilih baju yang akan dikenakannya. “aku tidak melakukan apapun padamu. Kemarin, saat tengah makan siang, kau pingsan, dan ternyata baru pagi ini kau siuman. Kalau kau tidak percaya pada ucapanku, kau boleh tanya pada kakakmu itu. Dia di kamar Skandar, tepat disebelah kamarku.” Justin menutup lemarinya, lalu berjalan kearah meja rias.
“lalu, kau tidur dimana?”
“aku tidak tidur.” ucap Justin sambil menyisir rambutnya.
“tidak mungkin.” batin Nicole.

Justin memutar tubuhnya kearah Nicole. “apanya yang tidak mungkin? Aku ini vampire berdarah campuran. Pada siang hari aku menjadi manusia, sedangkan malam hari aku menjadi vampire.”
“apa buktinya kalau kau tidak menyentuhku?” tanya Nicole.
“kau bisa tanyakan pada semua orang yang ada dirumah ini.”
“bagaimana kalau kalian bersekongkol?”
“perlu kau ketahui, kalau pun nanti kita sudah menikah, aku tak akan menyentuhmu!” Justin pun membanting pintu kamar sangat keras.

“dasar sombong!” batin Nicole.

“aku dengar yang kau ucapkan.” teriak Justin.

Nicole mendengus. “dasar laki-laki sombong! Jadi vampire saja sudah sombong, apalagi dia benar-benar manusia!” gerutu Nicole.

“Justin memang begitu.” ujar seseorang di depan pintu kamar.

Dari suaranya, ia tahu kalau itu adalah Skandar.

Tiba-tiba ia teringat kata-kata Justin. Walaupun mereka sudah menikah, Justin tidak akan menyentuhnya. Berarti, perjodohan konyol itu bukan salah satu dari mimpi buruknya.

Pintu kembali terbuka, masuklah Justin. Ia berjalan menuju meja belajar tanpa menatap Nicole.
“sedang apa dia?” pikir Nicole.
Justin hanya diam dan terus memasukan beberapa buku kedalam tas. Nicole mengerutkan keningnya. Justin menatapnya.
“cepatlah turun. Kita akan sarapan.” ujar Justin sambil berjalan menuju pintu.
“Tunggu!” cegah Nicole saat Justin akan menutup pintu.
Justin menatap Nicole bingung. “kenapa?”
“kau bukan Justin. Kau Cody.” ucap Nicole.
Cody kembali ke wujudnya semula sambil tertawa. “bagaimana kau bisa tahu?”
“kau tak bisa membaca pikiran.” ucap Nicole.
“bagaimana dengan ini?” Cody merubah dirinya, menyerupai Nicole.
“hei! dadaku tak sebesar itu!” ujar Nicole kesal.
Cody kembali pada dirinya. “aku tak bisa sempurna meniru orang lain. Karena pada dasarnya, manusia itu di ciptakan oleh Tuhan. Dan sebagai ciptaan Tuhan, aku tak bisa meniru karya-Nya.”
Nicole mengangguk mengerti.
“ayo, Justin bisa marah kalau aku lama membawakan tasnya.”
“kau mau disuruh-suruh olehnya?” tanya Nicole tak percaya.
“bukan. Ini resiko karena aku kalah taruhan tadi malam.”
“taruhan tadi malam?”
“kami bertaruh, siapa yang.....”
“bukan urusanmu!” potong Justin yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka berdua. “Cody, jangan kau jawab lagi pertanyaan yang dia ajukan!”
Cody mengangguk pasrah.



The Half Blood Vampire 13
oleh d'Bezt JD Author pada 14 Januari 2012 pukul 20:05 ·



Nicole melangkahkan kakinya di pelataran kampus dengan malas.

Hari ini dia bolos satu mata kuliah, karena tragedi pingsannya ia dirumah Justin itu. Ketika Justin berangkat kuliah, dia malah baru menuju rumah. Dan tiba dirumah, ia kembali di ceramahi tentang perjodohannya dengan Justin oleh Mrs. Chance. Dan ketika tiba dikampus, Miley memberitahunya, bahwa mata kuliah pertama di hari itu sudah berakhir. Benar-benar menyebalkan!

Di ujung lorong ia melihat Miley tengah melambaikan tangan padanya. Dengan malas ia membalasnya.
“ayo, kita bisa terlambat pada mata kuliah berikutnya, kalau tak bergegas.” Ucap Miley.
Tanpa mendapat persetujuan dari Nicole, Miley langsung menarik tangan perempuan itu menuju kelas berikutnya.

Mereka berpapasan dengan sang dosen ketika akan masuk kelas. Dosen itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Nicole dan Miley terpaksa memisahkan diri karena bangku yang kosong itu tidak berdekatan. Dan naas, Nicole duduk bersebelahan dengan Justin.

“hari yang sangat buruk!” gerutu Nicole dalam hati.

Ia menatap kearah Justin. Laki-laki itu seolah tak mendengar ucapan batinnya.
Dia menekankan dalam hatinya. “Justin bodoh!”

Tetap saja tak ada reaksi dari Justin. Laki-laki itu terus mencatat penuturan dari dosen. Nicole menjentikan jarinya tanda mengerti. Yang disampingnya ini bukan Justin, tapi Cody.
Nicole merobek selembar kertas dari bukunya, lalu mulai menulis.

“kau Cody kan?”

Ia melempar kertas itu ke meja Justin alias Cody. Cody menatapnya lalu tersenyum dan mengangguk.
“kemana Justin?” bisik Nicole.
Bukannya apa-apa, ia merasa jauh lebih baik jika tidak berdekatan dengan Justin. Jika didekat laki-laki itu, ia merasa tertekan, karena takut akan jadi mangsa.
Cody menulis sesuatu dikertas tadi. Setelah selesai, ia menyerahkan kertas itu pada Nicole tanpa sepengetahuan dosen.
“dia sedang ujian dikelasku. Dia menggantikanku. Karena aku tak mengerti mata kuliah yang itu. Jadi, aku menggantikannya disini.”
Alis Nicole bertaut. “memangnya, dia juga bisa berubah jadi orang lain?”
Cody menggeleng. “aku mengerahkan sedikit kekuatanku padanya agar bisa melakukan itu. Tapi biasanya, hanya bisa bertahan 20 menit.”
Nicole mengangguk ragu. “memangnya dia bisa mengerjakan seluruh dalam waktu sesingkat itu?”
Cody tertawa pelan. “kau tahu, dia yang paling pintar dikeluarga kami.”
“Mr. Bieber dan Miss Chance, ada apa?” tanya Dosen.
Nicole terkesiap. “bukan apa-apa.”
Dosen itu menurunkan kacamatanya, menatap Nicole curiga.
“dia mau meminjam catatanku pada mata kuliah pertama. Karena saat itu dia tak masuk.” ujar Justin alias Cody.
“sebaiknya, itu didiskusikan nanti saja.”
Cody dan Nicole mengangguk patuh.
“maaf sir, saya permisi ketoilet.” Cody bangkit dari duduknya.
Dosen mengangguk. “jangan terlalu lama.”

Belum sampai lima menit, Justin alias Cody kembali masuk kekelas. Nicole merasa bulu kuduknya tiba-tiba berdiri. Ia menggelengkan kepalanya, lalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh Dosen.

“Cody!” panggil Nicole pelan.

Ia tak tahu jawaban dari soal-soal ini, apa yang akan dikumpulkannya nanti? Makanya dia memanggil Cody.
Lima kali panggilan, tetap saja Cody tak menyahut. Dengan kesal, Nicole kembali berkutat dengan soal-soal dihadapannya.

“dia itu kenapa? Dipanggil tidak menoleh.” pikir Nicole.

Sebuah gulungan kertas mampir dimejanya. Ia pun membukanya.

“tentu saja aku tidak menoleh! Namaku Justin, tapi kau memanggilku Cody! Wanita aneh!”

Glek! Nicole menelan ludah. Jadi disampingnya ini adalah Justin. Pantas saja, ia merasa aura disekitarnya tiba-tiba berubah.
Tanpa membalas kertas itu, Nicole kembali melanjutkan aktivitasnya. Menatapi soal-soal dihadapanya sambil menunggu keajaiban, sehingga ia bisa menjawab soal-soal itu.

Dari sudut matanya, ia dapat melihat Justin bangkit dari duduknya. Lalu berjalan kedepan kelas dan memberikan selembar kertas pada dosen, ia pun keluar.

Nicole mendesah. Saat ia akan meletakan kepalanya dimeja, ia mendapat sebuah gulungan kertas lain diatas mejanya itu. Dengan penasaran, Nicole membuka gulungan kertas itu.
Gulungan kertas itu berisi jawaban atas soal-soal itu. Dari tulisan, ia tahu kalau gulungan kertas itu berasal dari Justin.

“np. Jangan salah paham! Aku melakukannya karena terpaksa. Setelah punyamu selesai, temui aku di lorong perpustakaan! Awas kalau kau tidak datang!”

“tentu saja aku tidak akan datang!” gumam Nicole.

Tiba-tiba ia merasa hembusan nafas di sekitar lehernya, membuat tubuhnya menggigil.

“kau tidak bisa membohongiku. Kau tahu? Aku bisa menghilang. Jadi jangan harap bisa terlepas begitu saja dariku.” bisik suara itu. Suara Justin.
Mau tak mau Nicole mengangguk. Ia sudah terperangkap!



The Half Blood Vampire 14
oleh d'Bezt JD Author pada 14 Januari 2012 pukul 21:24 ·



Dengan langkah perlahan, Nicole berjalan menuju perpustakaan yang berada di lantai tiga. Ia semakin takut saat akan tiba di lantai tiga. Selama perjalanan, ia merara ada yang mengikutinya. Namun, saat ia menoleh kebelakang, tak ada siapapun. Ia yakin itu adalah Justin.

Ia pun tiba dilorong perpustakaan. Namun, tak ada seorangpun disana. Perpustakaan pun tutup. Nicole terus mondar mandir sambil menunggu Justin.

Sudah lebih 20 menit, namun Justin tak juga muncul. Kakinya mulai pegal, namun ia malas untuk duduk. Ia mulai berpikir kalau Justin hanya mengerjainya.

Nicole mendesah. Seandainya disini ada Cody, mungkin ia tak akan sebosan ini. Walaupun Cody itu juga manusia setengah vampire seperti Justin, tapi ia tak merasa ketakutan saat bersama Cody. Ia menganggap Cody itu manusia, sama sepertinya.

Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dari Miley.

“ya?” ucapnya sambil duduk dibangku panjang, lorong.
“kau dimana?” tanya Miley diseberang.
“kenapa?” Nicole balik bertanya.
“em, aku ingin mengajakmu makan siang bersama. Bagaimana?”
“maaf Miley. Aku ada janji dengan seseorang.”
“oh begitu.” suara Miley terdengar kecewa. “ya sudah. Bye.”

Nicole menyimpan ponselnya di saku roknya. Ia menguap, dan tanpa sadar, ia tertidur.

Sebenarnya, Justin sudah ada dilorong itu. Ia datang bersama Nicole, karena ia mengikuti wanita itu. Ia membuat dirinya tak tertelihat, sehingga Nicole tidak menyadari keberadaannya.
Ia sengaja tidak langsung muncul, karena ia ingin mengetes wanita itu. Sampai kapan wanita itu akan bertahan. Sampai saat ini, dia sudah cukup kagum pada Nicole, karena sudah bertahan selama 30 menit.
Dering ponselnya membuat Nicole terbangun dari tidur sesaatnya. Ia segera merogoh saku roknya. Telfon dari Mrs. Chance.

“yeah Mom?”
“kau dimana?” tanya Mrs. Chance lembut.
“aku di kampus, kenapa?”
“apa kau sudah bertemu Justin?”
“be... Sudah. Dia sedang berjalan kearahku.” jawab Nicole saat melihat Justin sedang berjalan kearahnya.
“baguslah. Ikuti kata-katanya. Oke?”
“baik Mom.”

Nicole kembali menyimpan ponselnya, lalu mendongakkan kepalanya menatap Justin. Justin memang lebih tinggi darinya. Ia hanya sebatas dagu Justin.
“kenapa kau baru datang?” tanya Nicole halus.
Ia tak berani membentak Justin disaat seperti ini. Jika ia melakukannya, itu sama saja minta dikirimkan kesurga secepatnya. Dengan kata kasarnya adalah DIE!
“ada urusan.” ujar Justin dingin. “ayo, ikut denganku.”
“bb..bagaimana dengan mobilku?”
“kita akan pergi dengan mobilmu.”
“lalu mobilmu?”
“bukankah Mrs. Chance menyuruhmu untuk mengikuti kata-kataku, bukan mengintrogasiku?” tanya Justin dengan wajah dinginnya.
Nicole tak berkutik lagi.

Ia pun berjalan dibelakang Justin. Tak berani untuk sekedar berjalan disamping laki-laki itu.


---


“aku minta cincin pernikahan.” pinta Justin, tetap tanpa senyum.

Saat itu mereka tengah berada di toko perhiasan untuk membeli sepasang cincin untuk pernikahan mereka. Sedangkan Nicole berada sedikit jauh dari Justin, ia sedang melihat kalung.

“yang ini saja.” ujar Justin tanpa berdiskusi dengan Nicole.

Justjin menunjuk cincin, emas putih dengan permata putih, namun didalamnya ada bongkahan pertama yang lebih kecil berwarna ungu.

“silahkan dicoba nona.”
Nicole memasukan cincin itu di jari manis tangan kanannya. Baru saja ia akan memperhatikan cincin itu, Justin langsung menarik cincin itu.
“bungkus yang ini.” ujar Justin.
Nicole menatap Justin kesal.
“apa?” tanya Justin garang.
Mendengar suara Justin, nyalinya langsung ciut. “bukan apa-apa.”
Setelah dari toko itu, mereka menuju butik Pattie yang berada ditengah kota New York.

“akhirnya kalian datang juga.” sambut Pattie senang.
Nicole tersenyum tipis, sedangkan Justin tetap dengan wajah datarnya.
“mari kutunjukan gaun pengantinmu.” Pattie mengajaknya kesebuah ruangan, sedang Justin tetap menunggu di depan.
15 menit kemudian, Nicole keluar dari ruangan itu, menghampiri Justin.
“Justin, bagaimana calon istrimu?” tanya Pattie.
Justin mengangkat kepalanya dari majalah. “cantik.”
Tentu saja hal itu membuat Nicole tersenyum.
“maksudku, gaunnya.”
Nicole memakai gaun berwarna putih gading, dengan bahu terbuka dan belahan dada yang sedikit renda, sangat panjang hingga menutupi mata kakinya.

“Justin!” bentak Pattie.
“jujur, aku suka melihat Nicole memakai gaun seperti itu.” ujar Justin. “lebih memudahkanku untuk mengisap darah dilehernya.” sambungnya.
Nicole hanya bisa menatap Justin dengan wajah kesal. Kemudian, seperti mendapat kekuatan, ia mengambil gelas yang masih berisi minuman lalu menumpahkan air berwarna itu pada wajah Justin. “rasakan itu!”



The Half Blood Vampire 15
oleh d'Bezt JD Author pada 15 Januari 2012 pukul 15:30 ·



Dengan sedikit gemetaran, Nicole berjalan menuju Altar didampingi oleh ayahnya Mr. Chance. Yang datang cukup banyak. Mengingat Pattie termasuk perancang busana yang terkenal di New York. Banyak juga wartawan dari berbagai stasiun televisi yang meliput pernikahan mereka. Belum lagi, teman bisnis Mr. Chance yang juga diundang, membuat gereja yang berada di pusat kota NY itu semakin ramai.

Akhirnya, Nicole tiba disamping Justin yang terlihat gagah dengan tuxedo putihnya dan kemeja ungu didalamnya.

“kehidupan menyedihkan pun dimulai.” batin Nicole.

“aauw!” Nicole meringis karena punggung kakinya sengaja di injak Justin. “kau akan mendapat balasan nanti!” desis Nicole.
“akan ku tunggu.” ujar Justin tenang.

Acara Pernikahan mereka pun dimulai.

“ya, aku bersedia.” ucap Nicole dengan suara tercekat.Sudut-sudut matanya mulai basah karena air mata.

Entah kenapa, ia tiba-tiba saja teringat pada mantan kekasihnya, Zayn Malik yang sedang di Paris. Mereka putus bukan karena ada masalah, tapi karena saat itu Zayn harus pergi ke Paris untuk melanjutkan studynya. Bahkan, dia yang memutuskan Zayn dengan alasan tak bisa berhubungan jarak jauh. Jujur saja, ia masih punya perasaan pada Zayn, dan menyesal memutuskan Zayn. Kalau saja dia melanjutkan hubungannya, pasti pernikahan ini tak akan terjadi.

“silahkan pasangkan cincin ini dijari istrimu.”

Mereka pun berhadapan. Justin memasangkan cincin yang ia beli beberapa hari yang lalu ke jari Nicole, dan Nicole juga memasangkan cincin di jari Justin tanpa menatap laki-laki itu.

“dan terakhir, berikan ciuman kasih yang di berkati Tuhan pada istrimu.”

Justin membuka cadar pengantin yang menutupi sebagian wajah Nicole. Ia mengangkat dagu Nicole agar wanita itu menatapnya. Ia dapat melihat air mata di sudut mata Nicole. Entah air mata apa itu. Bahagiakah? Atau sebaliknya.

Perlahan Justin mendekatkan wajahnya kewajah Nicole yang dilapisi make up tipis. Ia mencium bibir wanita itu lembut. Menikmati setiap incinya. Ia menggigit kecil bibir bawah Nicole, agar wanita itu membuka mulutnya, namun ia merasa wajahnya basah. Ia membuka matanya sedikit, dan mendapati air mata Nicole yang mengalir mengikuti lekuk wajah wanita itu. Justin pun mengakhiri ciuman itu. Tak lama kemudian, terdengar suara riuh tepuk tangan dari para tamu.



---



Mereka pun keluar dari gereja, dan disambut oleh kilatan kamera para wartawan. Setelah wawancara sebentar, Keluarga Justin dan Keluarga Nicole pun menuju rumah Nicole, tempat resepsi diadakan.

Setelah tiba dirumah, Nicole langsung menuju kamarnya untuk mengganti gaun pengantinnya dengan gaun yang lain yang sudah di siapkan Pattie.

Baru saja akan membuka gaunnya, Justin sudah masuk kekamar itu tanpa mengetuk. Tanpa menatap Justin yang sedang di rebahan kasurnya, Nicole kembali keluar menuju kamar Greyson. Sebelum memakai gaun yang baru, Nicole membasuh wajahnya karena jelas terlihat ia habis menangis.

Setelah memakai gaun baru dan merias wajahnya, ia kembali keluar dari kamar. Ia dikejutkan oleh Justin yang berdiri di sebelah pintu.

“di depan ada temanmu.” ujar Justin datar.

Nicole tersentak. Miley dan Selena. Ia memang tak memberi kabar pada Miley dan Selena tentang pernikahannya.
Dengan Justin disampingnya, Nicole menemui Miley dan Selena.

“ya ampun Nic, kau cantik sekali!” puji Miley.
Nicole tersenyum tipis. “terima kasih.”
“sebaiknya, aku bergabung mereka.” ujar Justin lembut, sambil menunjuk Greyson, Skandar dan Cody.
Nicole mencoba tersenyum lalu mengangguk.
“dia pandai berakting.” batin Nicole.

Sesaat ia melihat ke balik punggung Miley. Justin tengah menatapnya tajam. Justin pasti mendengarnya.
“ternyata, ucapannya tak sedingin wajahnya itu.” ucap Selena.
“aku juga berpikir begitu.” ujar Miley. “sikapnya begitu manis padamu.”
Nicole tersenyum tipis. “dia memang begitu, kelihatannya saja dingin.”
“jadi, bagaimana kalian bisa menikah?”

Nicole tak boleh mengatakan pada siapapun kalau mereka menikah karena perjodohan. Mereka telah merangkai sebuah cerita untuk pertanyaan seperti itu.

“tentu saja bisa.” Ujar Nicole yakin. “kami itu sahabat lama. Kami sudah bersahabat sejak kecil, jadi bisa dibilang, cinta masa kecil kami berkembang.”
“kau dan dia saling mencintai?” tanya Selena tak yakin.
“bukannya dulu, kau begitu takut padanya?”
“memang, itu sebelum aku tahu kalau dia adalah sahabat masa kecilku. Waktu akan masuk Jhs kami berpisah karena Justin harus pergi ke London, ikut ibunya.”
“bagaimana cintamu dengan Zayn?” tanya Miley.
Nicole tak punya kekuatan untuk menjawab. Ia merasa, matanya kembali memanas.

Tiba-tiba si kecil Jazzy datang menghampirinya dengan berlinang air mata.
“gadis manis, kau kenapa menangis?” tanya Nicole lembut.
Jazzy mengadu kalau Cody, Justin dan Skandar melarangnya memakan kue bertingkat itu. Kue pengantinnya.
Nicole mempunyai alasan untuk kabur dari pertanyaan Miley.
“wah, dia manis sekali.” puji Miley.

Yes!



The Half Blood Vampire 16
oleh d'Bezt JD Author pada 16 Januari 2012 pukul 22:22 ·



Sebelum jam 6 sore, pesta itu sudah berakhir, tinggallah keluarga Justin dan Keluarga Nicole.
“jadilah istri yang baik.” ucap Mrs. Chance sebelum Nicole masuk ke mobil.
Nicole mendesah. “ayolah Mom. Jangan ingatkan aku tentang hal itu.” ujar Nicole jengkel. “lagi pula, apa yang bisa dilakukan gadis 18 tahun? Harusnya saat ini aku sedang duduk di Cafe dengan teman-temanku, bukan melakukan pernikahan.” sambung Nicole.
“Nicole. Jangan sampai suamimu mendengarnya!” bentak Mr. Chance pelan.
Nicole merengut.
“ya ampun! Sweety ku sudah menikah, selamat ya?” ucap Greyson.
“jangan ingatkan aku tentang pernikahan ini!”
Greyson tertawa. “seperti kata Mom, jadilah istri yang baik. Jangan lupakan aku ya!”
“hei, aku hanya pindah rumah, dan masih di NY. Ucapanmu seperti mengatakan kalau aku akan pindah ke negara lain.”
“sudahlah. Lebih baik, kau masuk kemobil. Justin sudah terlalu lama menunggumu.” ucap Mr. Chance.

Nicole pun masuk kemobil setelah berpelukan dengan Mr. dan Mrs. Chance dan tentu saja, kakak kesayangannya, Greyson. Ia duduk disamping Justin yang duduk dibelakang kemudi. Mereka pun mulai meninggalkan rumah.

Nicole mendesah, karena bosan. Justin tak mengajaknya bicara. Menghidupkan musik pun tidak. Akhirnya, Nicole mengalihkan pandangannya kejendela disampingnya, lalu mulai memejamkan mata.

“sudah sampai.” ujar Justin datar.
Namun tak ada jawaban dari Nicole.
“hei, kita sudah dirumah.” justin sedikit meninggikan suaranya.
Nicole bergeming.
“hei, kau tidur?” tanya Justin.
Nicole tetap saja diam.
Perlahan, Justin memegang dagu agar wajah Nicole mengadap kearahnya. Benar. Wanita itu tertidur. Namun, ada sisa air mata dikedua pipi Nicole yang berlapis make up itu.

Justin mendesah, lalu keluar dari mobil. Ia pun menuju pintu mobil disisi Nicole untuk mengeluarkan wanita itu. Justin menyelipkan tangannya di bawah lutut Nicole, sedang tangan satu lagi di punggung wanita itu.

Setelah mendapatkan posisi yang pas, Justin mengangkat tubuh Nicole keluar dari mobil, menutup pintu mobil tersebut dengan kakinya. Dengan langkah pasti, ia masuk kerumah. Sebenarnya, ia bisa saja menggunakan kecepatannya, namun ia takut Nicole yang berada dalam gendongannya terbangun.

Diruang tengah sudah berkumpul seluruh keluarganya. Mereka semua sedang bermain monopoli. Dimana Pattie bertugas sebagai bank, dibantu oleh sikembar Jaxon dan Jazzy.

Saat ia masuk, semua mata langsung menatapnya dengan tatapan menggoda.

“wah, pengantin baru, baru tiba.” goda Skandar.
“diamlah!” sungut Justin.
“apa nanti malam kau akan tetap keluar?” tanya Wero. Lagi-lagi menggodanya.
“tentu saja! Kau berharap aku tidak keluar, begitu?”
“mungkin, kau akan bersenang-senang dengan istrimu.” ucap Cody membuat yang lain tertawa, tentu saja tidak dengan Jaxon dan Jazzy.
Justin menatap Cody tajam.
“hentikan!” lerai Pattie. “lihat Nicole, dia sangat kelelahan. Cepat bawa ke kamar.”

Justin pun menidurkan Nicole dikasurnya. Dirumah ini memang tidak ada kamar lagi. Sebenarnya ada dua kamar tamu, tapi sudah lama tak dibersihkan. Ia tak mungkin menidurkan Nicole disana. Jeremy dan Pattie pasti akan memarahinya habis-habisan jika itu sampai terjadi.


---


Nicole membuka matanya perlahan. Ia mendapati dirinya tengah tertidur atas tempat tidur. Padahal seingatnya, ia tadi didalam mobil bersama Justin.

“oh ya, dimana laki-laki itu?” pikir Nicole.

Nicole pun duduk di tempat tidur lalu mengedarkan pandangannya mencari Justin. Namun tak ada kehidupan lain dikamar itu selain dirinya. Matanya melebar saat melihat jendela terbuka.

“Justin?” panggil Nicole.

Tak ada jawaban.

“ada apa?” tanya Justin yang tiba-tiba duduk dipinggir jendela.
Nicole terlonjak kaget. “kau dari mana?”
“hutan dibelakang.” ujar Justin datar. “kenapa kau memanggilku?”
“kau mendengar suaraku? Bukannya hutan itu agak jauh?” tanya Nicole bingung.
“kau periksa lehermu. Disana ada kalung. Saat kau menyebut namaku, kalung itu langsung bereaksi. Jadi, jangan sampai hilang.”
Nicole menatap kalung itu. Unik. “kau akan kemana?”
“mencari makan. Kau tahukan, aku ini Vampire?”
Baru saja akan membantah, Justin sudah hilang.



The Half Blood Vampire 17
oleh d'Bezt JD Author pada 18 Januari 2012 pukul 15:13 ·



Nicole merasa tubuhnya berguncang pelan. Namun ia tetap tak peduli, ia kembali melanjutkan tidurnya. Sebelum itu, dia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

“tukang tidur!” geram Justin.
Dengan sentakan keras, Justin menarik selimut yang menutupi tubuh Nicole. Ia melempar selimut itu kelantai, agar wanita itu tidak melanjutkan tidurnya.

“bangun!” bentak Justin kesal.
Nicole mengerang pelan. “lima menit lagi ya Grey.”
“aku Justin! Bukan kakakmu!”
Nicole tertawa dengan mata yang masih terpejam. “ah, jangan sebut laki-laki menyebalkan itu didepanku!”
Justin semakin emosi. “kau yang menyebalkan!”
Nicole tak mengacuhkan bentakan itu, ia mengambil guling lalu menutup telinganya dengan guling itu. Hal itu membuat Justin semakin kesal. Jam sudah menunjukkan pukul 9.15, padahal jam 10 nanti mereka ada kuliah.

“NICOLE! CEPAT BANGUN!” Justin kehilangan kendali.

Teriakan Justin berhasil menyeret Nicole keluar dari alam mimpinya. Dengan gerakan cepat, ia terduduk ditempat tidurnya.

“Grey, aku masih mengantuk. Kau tahu, tadi malam aku bermimpi menikah dengan Justin. Benar-benar mimpi buruk.” oceh Nicole dengan mata yang masih terpejam.
“kau pikir, menikah denganmu itu adalah mimpi indah?” tanya Justin sengit.
Nicole langsung membuka matanya. Ia mendapati Justin tengah berdiri disisi tempat tidurnya dengan wajah yang sangat menyeramkan. “kau... Bagaimana bisa...” Nicole menunjuk pintu kamar dan Justin bergantian.
“ini kamarku, bukan kamarmu! Dan satu lagi, menikah dengammu adalah sebuah kutukan!” ujar Justin emosi. Matanya sudah berubah menjadi kuning semenjak Nicole menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Nicole langsung dilanda ketakutan saat melihat tepat dikedua manik mata Justin. “Justin, kau membuatku takut.” ujar Nicole lirih, dengan kepala menunduk.
“kau yang membuatku seperti ini! Jadi salahkan dirimu sendiri! Kenapa membuatku emosi!” cetus Justin sambil menunjuk-nunjuk Nicole dengan geram.
“ak...aku minta maaf.”
Justin menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia melakukannya berkali- kali agar emosinya cepat menguap, sehingga matanya kembali normal.
“oke. Sekarang, pergilah mandi. Aku menunggumu diruang makan.” ujar Justin datar.

Nicole segera masuk kekamar mandi setelah Justin keluar dari kamar. Setelah memakai pakaian, ia memasukan buku kuliahnya dengan buru-buru karena jam sudah menunjukan pukul 9.40. Sedangkan mata kuliahnya jam 10.

Sambil membawa tas Justin, ia turun kebawah. Ia mendapati Justin sedang memasukan sesuatu kedalam kotak bekal.

“baguslah kalau kau sudah turun. Kalau kau terlambat satu detik saja, aku benar-benar akan menggigitmu!”
Nicole tersenyum kecut. “ini tasmu.”
“terima kasih. Dan ini sarapanmu.” ujar Justin dengan suara datarnya seperti biasa, sambil menyerahkan kotak bekal pada Nicole.
“terima kasih.” Nicole tersenyum lebar.
Justin menyeret Nicole keluar, tanpa mempedulikan ucapan terima kasih Nicole.

Nicole duduk disamping Justin yang sedang mengendarai mobil. Ia asyik bermain dengan I-phone nya.

“aku memberimu kotak bekal, karena kau tak bisa sarapan dirumah.” Justin memecah keheningan.
“ng?” Nicole tak mengerti.
“cepat habiskan sarapanmu!” Justin lagi-lagi membentak.
Nicole tersentak.Ia segera membuka kotak bekalnya. Didalamnya ada dua potong sandwich isi daging.

“itu daging sapi. Bukan buruanku dihutan.” ujar Justin.
“bukan itu maksudku. Kau yang membuatnya?”
“memangnya siapa lagi?” Justin balik bertanya. Tetap saja suaranya itu tidak bersahabat.
“tadi, kenapa rumahmu sepi?”
“semua orang pergi. Dad dan Mom ke Butik, semua saudaraku kesekolah.”
“minumlah.” ucap Justin memberikan sebotol minuman. Berwarna merah.
“darah?”
“jus stroberi, bodoh!” maki Justin kesal. “sekali lagi kau berpikir negatif, aku benar-benar akan melakukan apa yang kau pikirkan!”
“jangan mengancamku!” sungut Nicole.
Justin mendengus. “cepat turun! Kita sudah sampai.”
Benar. Mereka sudah diparkiran. “tapi, sandwich ku belum habis.” ujar Nicole dengan wajah memelas.
Justin menatap Nicole tajam. “kau ingin ku tinggal di dalam mobil?”
“tidak. Tapi aku belum...”
“oke. Itu pilihanmu. Bye.” potong Justin.
“tunggu!” cegah Nicole saat Justin akan membuka pintu mobil. “baiklah. Sekarang kita kekelas.”



The Half Blood Vampire 18
oleh d'Bezt JD Author pada 18 Januari 2012 pukul 18:16 ·



Nicole dan Justin berjalan beriringan dilorong kampus. Hanya beriringan. Tanpa bergandengan tangan, saling merangkul atau hal-hal yang semacamnya. Semua mata tertuju pada mereka walaupun tak secara langsung. Pesta pernikahan mereka memang sudah tersebar hingga pelosok kota NY, karena Pattie dan Mr. Chance cukup terkenal di kota tersebut.

Wajah mereka terlihat biasa saja, tidak menunjukan kalau mereka baru melangsungkan pernikahan kemarin. Mereka lebih terlihat seperti seorang teman dibandingkan suami istri.

“maaf.” ujar Nicole saat tak sengaja menabrak seseorang.

Justin melirik kebelakang, wanita itu beberapa langkah dibelakangnya. Justin menghela nafas. Ia melirik jam tangan. 5 menit lagi mata kuliah akan dimulai. Justin menghampiri Nicole, menggenggam tangan wanita itu dan menariknya menuju tangga.

“cara berjalanmu sangat buruk dan lamban!” cetus Justin.
Nicole hanya menunduk. “aku kan wanita.”
“alasan kuno!” Justin semakin kesal. “sekarang, peluk aku.”
Nicole mengangkat sebelah alisnya. “kenapa?”
Justin menghujam mata Nicole dengan mata hazelnya yang tajam.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Nicole memeluk Justin dari samping.
“sebaiknya, tutup matamu.”

Nicole kembali mengikuti kata-kata Justin. Ia memejamkan matanya rapat-rapat. Tak lama kemudian ia merasa dirinya terbang. Bukan. Tapi melayang beberapa senti dari tempatnya berpijak. Nicole memberanikan dirinya untuk membuka mata. Dan apa yang ia lihat? Ia mendapati dirinya beberapa meter dari pintu kelas, yang berada dilantai tiga.

“kenapa bisa tiba disini?” tanya Nicole.
“cepatlah. Sebentar lagi Mr. Leo akan tiba.” Justin mengabaikan pertanyaan Nicole. “ayo.”
Dengan sedikit gugup, Nicole melangkahkan kakinya menuju kelas. Kelas yang semula heboh langsung sunyi saat melihat Nicole dan Justin diambang pintu.

“hai.” sapa Nicole canggung.
Ia pun menuju bangku kosong disamping Miley. Sedangkan Justin duduk di paling depan karena itulah bangku kosong yang tersisa.
“pengantin baru kita.” goda Miley pelan.
“diamlah!” ujar Nicole kesal.
“kalian sudah 'melakukannya' belum?”
pertanyaan Miley itu membuat wajah Nicole merah padam. Kesal campur malu. “sekali lagi kau menggodaku, kau....”
“diamlah Nic. Apa kau tak melihat Mr. Leo sudah masuk.” seseorang memotong ucapan Nicole.
Nicole langsung memutar kepalanya menatap orang tersebut. Justin. “kenapa kau bisa duduk disini?” dari nada bicaranya, terlihat sekali kalau Nicole tak menginginkan Justin duduk disampingnya.
“memangnya tidak boleh?” tanya Justin dengan suara lembut.

“berhentilah berakting!” batin Nicole kesal.

Miley tertawa pelan mendengar percakapan Nicole dan Justin.

“aku memang harus berakting.” ucap Justin pelan.


---


mata kuliah mereka berakhir ketika jam menunjukkan pukul 11.30. Setelah itu mereka bisa pulang karena mata kuliah untuk hari itu memang hanya satu.
Nicole keluar dari kelas bersama Miley dan tentu saja Justin.

“setelah ini kau akan kemana?” tanya Miley saat mereka -Miley, Nicole, Justin- sedang didalam lift.
“bagaimana kalau ke Mall?” saran Nicole semangat.
“aku tergantung padamu saja. Tapi kau harus menanyakannya dulu pada Justin. Dia kan suamimu.” ujar Miley.
Nicole menatap Justin. “bagaimana Just?”
“kau boleh pergi, tapi maaf aku tak bisa menemanimu. Aku harus ke butik mom.”
“kau memang tak seharusnya menemaniku.” batin Nicole jengkel.

Justin berdeham.
“baik. Aku akan menghubungi Selena.” ucap Miley saat mereka telah berjalan dikoridor. “permisi sebentar.” Miley sedikit menjauh dari Justin dan Nicole.
“kau, jangan berkata seenak hatimu! Kau pikir aku mau menemanimu?!” tanya Justin kesal.
“mungkin saja.” sahut Nicole pelan.
“jangan bermimpi!” cetus Justin. “dan jangan berharap, aku akan menjemputmu kalau kau pulang lebih dari jam 6!”
“memangnya kenapa?”
“kalau aku tetap berdekatan denganmu setelah jam 6, mungkin aku akan mengisap darahmu!”
“jangan mengancamku!”
“aku bicara kenyataan!” ujar Justin. “kau tahu kan, aku ini Vam...”
“Nic, Selena akan ikut bersama kita!” Miley tiba-tiba datang.
Justin mengubah sikapnya menjadi lebih rileks. “ya sudah. Aku pergi kalau begitu. Bye.” Justin berlalu sambil melambaikan tangan.
Miley menatap kepergian Justin dengan kening berkerut. “hanya itu?”
“maksudmu?” tanya Nicole tak mengerti.
“dia hanya berkata seperti itu? Tidak menciummu sama sekali? Kalian kan sudah menikah.”
“tapi ini lingkungan kampus, Miley.” Nicole berkelit.
“benar juga. Tapi.....”
“sudahlah. Ayo kita keparkiran. Mungkin Selena sudah disana.” potong Nicole.



The Half Blood Vampire 19
oleh d'Bezt JD Author pada 19 Januari 2012 pukul 16:51 ·



Nicole, Miley dan Selena pergi kesebuah Mall yang terkenal di kota NY. Mereka keluar masuk butik, toko aksesoris. Entah sudah berapa toko yang telah mereka datangi. Yang terpenting, pada saat jam menunjukkan pukul 5 sore, mereka terduduk lemah disalah satu cafe. Mereka terlalu asyik berbelanja, sampai-sampai tak memikirkan perut mereka yang keroncongan.

Nicole langsung meneguk habis lemon tea baru diletakkan pelayan diatas meja. Dia seperti orang yang baru saja melakukan lomba lari.

“fiuuh!” Nicole menghembuskan nafas lega. “sudah berapa jam kita tidak minum?”
“bukannya terakhir saat kita sedang dalam perjalanan menuju ke Mall ini?” terka Miley.
“shopping benar-benar membuat kita lupa segalanya.” gumam Selena.
Mereka tertawa pelan.
“sepertinya kali ini, kau yang memborong.” ujar Miley sambil menunjuk paperbag Nicole yang berjumlah 10.
“memangnya kau berapa? Sama saja.” protes Nicole.
“hei, aku hanya 9.” bantah Miley.
“Justin memang suami yang cocok untukmu.” ujar Selena.
“ng?” Nicole tak mengerti.
“uang yang kau gunakan untuk membeli semua barang itu dari Justinkan? Ternyata, dia mengerti kalau kau gila shoping.” ujar Selena panjang lebar.
“tentu.” sahut Nicole lemah.

“tentu saja tidak! Ini semua uangku, tahu!” ralatnya dalam hati.
“astaga!” seru Miley tiba-tiba. “sekarang sudah jam 5?”
“memang kenapa?” tanya Selena bingung.
“aku ada janji dengan ibuku. Bagaimana ini? Aduh! Tumben sekali dia tidak menelfonku?” racau Miley.
“bukannya ponselmu mati saat kita masih didalam perjalanan kesini?” Nicole mengingatkan.
“benar juga.” Miley memukul keningnya putus asa. “maaf. Aku harus pulang. Kalau tidak, kartu kreditku akan diblokir. Oh my.”

Setelah berpamitan singkat dengan Selena dan Nicole, Miley keluar dari Cafe itu dengan setengah berlari. Tinggallah Nicole yang menggelengkan kepalanya melihat tingkah Miley.

“maaf. Momku menelfon.” ujar Selena.
Nicole mengangguk pelan.
“demi Tuhan. Aku minta maaf Nic.” ujar Selena setelah mengakhiri telfon dengan sang ibu.
“kenapa?” tanya Nicole bingung.
“aku harus pulang.” ujar Selena lemah.
Mata Nicole membulat. “apa? Kenapa?”
“nenekku sakit, aku harus kebandara sekarang. Keluargaku sudah disana.”
Nicole mendesah. “ya sudah.”
“maaf Nic, aku tak bisa mengantarmu. Kau bisa minta jemput Justinkan?”
Nicole mengangguk lemah.

Nicole pun berjalan keluar dari cafe tersebut sambil berusaha menelfon Justin. Namun, hingga ia berada didepan Mall pun Justin tak kunjung mengangkat telfonnya.

“kemana laki-laki itu?” gumam Nicole jengkel.

Nicole kembali menghubungi Justin. Saat ia akan mengakhiri panggilannya, laki-laki itu mengangkat telfonnya.

“kau kemana saja?!” tanya Nicole kesal.
“kenapa kau yang kesal? Harusnya aku! Kenapa kau terus menelfonku?! Kau itu mengganggu waktu tidurku! Kau tahu?” bentak Justin.
Nicole tersentak mendengar bentakan Justin.

Dia lupa kalau dia berhadapan dengan Justin. Laki-laki itu beda sekali dengan Greyson. Kalau dia membentak Greyson, maka Greyson akan berkata dengan lembut kalau dia minta maaf karena telah membuatnya -Nicole- kesal. Berbanding terbalik dengan Justin. Justin tak akan segan membentaknya balik kalau dia berani membentak Justin.

“kenapa kau diam, hm? Sudah sadar, kalau kau itu salah?” tanya Justin.
“hm... Itu kan juga karena dirimu. Coba kau angkat telfonku lebih awal, aku tak akan membentakmu.” sahut Nicole lemah.
“heh! Memangnya kau siapa, beraninya menasehatiku?” bentak Justin lagi.
“iya maaf. Tak akan ku ulangi.” ujar Nicole. “hm, Justin. Sekarang kan belum jam 6, jadi kau bisa menjemputku kan? Aku di Mall.”
“ya Tuhan! Memangnya aku ini supirmu? Seenaknya saja memintaku untuk menjemputmu.” cetus Justin.
“temanku sudah pulang. Jadi aku tidak tahu akan pulang dengan siapa. Kau mau kan? Kau bilang, kau tak akan menjemputku kalau sudah lebih dari jam 6.”
“itu ucapanku tadi. Sekarang sudah beda. Aku malas menjemputmu. Aku mengantuk!” Justin memutuskan telfonya sepihak.

Nicole kembali menelfon Justin. Justin mengangkat ponselnya yang berbunyi dengan kesal.

“kau tak dengar, aku ingin tidur!” bentak Justin saat baru mengangkat telfon.
“aku mohon. Tolong jemput aku.”
“naik taksi saja!”
“ak..aku tidak tau nama jalan rumahmu.”
“apa? Aaargh! Anak kecil, bodoh!”
“Justin?” panggil Nicole lirih.
“baiklah! Kau tunggu disana!” bentak Justin lagi lalu mengakhiri telfonnya.



The Half Blood Vampire 20
oleh d'Bezt JD Author pada 20 Januari 2012 pukul 16:56 ·



Tak sampai 10 menit, Justin sudah tiba dihadapannya. Itu benar-benar membuatnya terkejut. Sulit dipercaya. Ia tak bisa membayangkan, berapa kecepatan mobil yang dikendarai Justin.

“masuklah!” perintah Justin, tanpa keluar dari mobil.

Nicole segera masuk kemobil, sebelumnya ia meletakkan kantong belanjanya dijok belakang. Justin sempat terkejut melihat banyak kantong belanjaan Nicole, namun ia bersikap tak peduli.

Selama perjalanan, hanya kesunyian yang ada didalam mobil itu. Namun, kadang terdengar helaan nafas panjang dari mulut Justin. Sedangkan Nicole hanya diam, seolah Justin tak ada disampingnya.

Sebenarnya ia ingin mengajak Justin berbicara, namun melihat wajah Justin yang dingin itu Nicole mengurungkan niatnya.

Tanpa bicara, Justin langsung keluar dari mobil lalu masuk kerumah. Nicole mendesah. Ia pun keluar dari mobil, lalu mengambil kantong belanjanya, baru berjalan masuk kerumah.

“dasar laki-laki tak punya perasaan!” gerutu Nicole.

“kau bilang apa?” tanya Justin yang tiba-tiba sudah disampingnya.
Nicole terlonjak kaget. “kk...kau?”
Cody kembali ke wujudnya semula, lalu tertawa terpingkal. “wajahmu lucu sekali Nic. Haha”
“eergh!” erang Nicole. “kau membuatku takut!”
“kenapa?” tanya Cody.
“kau tahu, kakakmu itu benar-benar menyebalkan! Memangnya aku salah, minta jemput di Mall? Dia bilang, dia ingin tidur! Kenapa harus tidur sore hari begini?! Bilang saja tidak ingin menjemputku.” ucap Nicole panjang lebar.
“saudara kembarku memamg begitu.” sahut Wero yang tiba-tiba muncul.
“entahlah. Dia itu aneh.” ujar Nicole. “kau dari mana?”
“kampus.” sahut Wero, menang karena Nicole baik padanya.
“ayo masuk, kenapa kita malah mengobrol di depan pintu begini?!”

Mereka pun masuk kerumah. Masuk ke kamar masing-masing. Nicole mendapati Justin tengah tertidur diatas tempat tidur. Sebenarnya dia ingin tidur, tapi Justin merebahkan tubuhnya tepat ditengah tempat tidur.

Akhirnya, Nicole lebih memilih untuk mandi. Selesai mandi, ia memakai pakaiannya didalam kamar mandi. Namun, ternyata, ia melupakan bajunya. Dengan tubuh dililiti handuk, Nicole keluar dari kamar mandi.

Ia pun menuju lemari mengambil baju berlengan pendek. Saat ia berbalik, handuknya tiba-tiba jatuh karena ujungnya terjepit di lemari.

“astaga!”

Nicole menoleh kearah tempat tidur, ia melihat Justin sedang duduk dengan wajah terkejut. Nicole cepat-cepat membentangkan bajunya untuk menutupi tubuhnya. Ia yakin saat ini wajahnya sangat merah. Walaupun yang dilihat Justin hanya tubuh bagian atasnya itu pun ia sudah memakai bra, tetap saja dia malu.

“sejak kapan kau bangun?!” pekik Nicole.

Justin bergumam. Ia masih terkejut dengan pemandangan di hadapannya. “cepat pakai pakaianmu.” ujar Justin dengan suara diusahakan datar.

Nicole segera berlari kekamar mandi tanpa bicara sedikitpun.

Justin merutuki dirinya sendiri. Ia yakin wajahnya juga memerah saat ini. Ia merasa hatinya bergetar saat melihat bagian tertutup tubuh Nicole. Ia merasa, ia ingin memiliki tubuh wanita itu, tidak ada orang lain yang boleh menyentuhnya.

“astaga! Ada apa dengan diriku!” Justin memukul kepalanya berkali.

Nicole keluar dari kamar mandi, wajahnya masih saja memerah.
Ia berusaha menyibukkan dirinya dengan membenahi barang belanjaannya.


---


Nicole terbangun dari tidurnya saat pintu kamarnya diketuk.

Setelah membereskan barang belanjaannya, ia memutuskan untuk tidur, karena Justin sedang pergi mandi.
Nicole menoleh kesamping. Tidak ada Justin. Syukurlah. Ia masih malu karena insiden tadi pagi. Ia beralih pada jam. 8 malam.

Pintu kamar kembali diketuk. Nicole pun berjalan kearah pintu, lalu membukanya.

“eh... Mom.” Nicole tersenyum canggung pada Pattie.
“jangan canggung begitu. Bagaimana pun, aku ini Mommu. Oke?”
Nicole mengangguk. “ada apa Mom?”
“ayo kita makan malam.”

Mereka pun duduk berhadapan. Ruang makan itu terlihat sepi. Karena hanya ada dia dan Pattie.

“sepi?” tebak Pattie.
Nicole hanya tersenyum.
“memang begini. Saat jam 6 pagi besok, Justin dan yang lain baru akan pulang. Saat ini, mereka pasti sedang di hutan.”
“baguslah.” ujar Nicole dalam hati. Ia masih belum sanggup bertemu Justin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar