Rabu, 20 Maret 2013

Re-Post "The Half Blood Vampire"- Part 21-30


The Half Blood Vampire 21
oleh d'Bezt JD Author pada 21 Januari 2012 pukul  12:55


Setelah mata kuliah pertama berakhir, Nicole keluar dari kelas bersama Miley. Sedangkan Justin, sepertinya ada urusan dengan dosen yang tadi mengajar.

Mereka punya waktu luang 15 menit sebelum masuk ke mata kuliah berikutnya. Jadi, ia dan Miley memutuskan untuk pergi ke cafetaria kampus.

“kemarin, kau pulang dengan suamimu kan?” tanya Miley.
“suami apa? Justin?” tanya Nicole tak mengerti.
“iya, Justin suamimu, dan suamimu Justin. Jadi kemarin kau pulang dengannya kan?”
“oh, iya. Tentu saja dengannya.” ucap Nicole.
Miley berdeham. “sebelumnya aku minta maaf.”
“ng?”
“walaupun Justin itu berbicara dengan lembut, tapi aku merasa dia itu tetap aneh, misterius, dingin.”
“itu hanya perasaanmu saja.” ujar Nicole. “dia itu sebenarnya baik, romantis, pengertian, perhatian, dia benar-benar suami impian.” Nicole merasa dirinya menjadi pembohong besar.
“begitu?” Miley mengangkat sebelah alisnya.
Nicole mengangguk pasti. “seringlah datang kerumahku dan Justin, kau akan melihat betapa berbedanya dia dengan apa yang kau pikirkan.”
“sepertinya tak perlu.” Miley mengibaskan tangan. “bagaimana dengan keluarga Justin?”
“baik. Mereka cepat membaur, menyenanhkan.”
“sepertinya, kau sangat bahagia menikah dengan Justin.”
Nicole tersenyum lemah.

“bahagia apa?! Setiap hari aku dibentak, ditatap dengan mata tajamnya itu!” keluh Nicole dalam hati.


---


Nicole membolak balik halaman majalah tanpa tujuan. Ia sangat bosan dirumah. Dirumah hanya ada dia dan Justin. Sedangkan yang lain, masih sibuk dengan aktivitas masing-masing.

Ia beralih pada televisi. Namun, tak ada acara yang menarik. Ia kembali mematikan televisi, lalu berjalan keatas, menuju kamar. Ia ingin mengajak Justin keluar. Mall, taman, atau tempat lain asal tidak dirumah.

Justin sedang tidur. Nicole mendesah kesal. Dengan hati-hati, ia membangunkan Justin.

“Justin. Bangunlah. Ini sudah jam 2 siang. Kau sudah tidur dua jam.” ujar Nicole.
Justin mengerang pelan. Namun, tak ada tanda-tanda dia akan bangun.
“Justin. Ayo bangun. Aku bosan.”
“aku ingin tidur!” bentak Justin.

“saat tidurpun masih saja membentak.” gerutu Nicole dalam hati.

“memangnya kenapa kalau ak membentak?” Justin sudah membuka matanya.
“bukan apa-apa.”
Justin mendengus, lalu kembali memejamkan matanya.
“Justin?” panggil Nicole lagi.
“apa!?” erang Justin.
“aku ingin ke Mall.”
“ya sudah.” ujar Justin enteng.
“temani aku.” rengek Nicole.
“pergi dengan temanmu saja. Aku mengantuk.”
“temanku tidak bisa. Makanya aku mengajakmu. Mau ya?”
“aku bilang tidak!” bentak Justin kuat.

Nicole tersentak. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia akui, mentalnya memang lemah, dibentak seperti tadi sudah membuatnya ingin menangis.
Justin membuka matanya karena heran Nicole tak bersuara lagi. Keningnya berkerut saat melihat Nicole menunduk.

“Nicole?” panggil Justin.
Justin terkejut melihat mata Nicole yang berkaca-kaca. Terlihat jelas, sedang menahan tangis.
“kau....”
“aku akan pergi dengan Greyson, maaf mengganggumu. Kau bisa tidur kembali.”

Justin ingin berbicara, namun Nicole sudah berbalik dengan ponsel di telinganya. Ia langsung digerogoti rasa bersalah. Ia sudah mendengar tentang Nicole dari Greyson. Wanita itu masih seperti anak kecil, manja. Polos. Jadi, dia diminta Greyson agar lebih sabar menghadapi tingkah kanak-kanaknya. Namun, ia paling tidak bisa.

Justin mengangkat kepalanya saat pintu kamar kembali terbuka. Nicole kembali masuk dengan wajah yang sangat ceria. Kontras sekali saat ia akan keluar kamar.

“aku akan ke kantor Grey.” ucapnya senang, lalu mulai mencari baju yang akan digunakannya.
“bye.” ucap Nicole sambil menutup pintu kamar.
Justin menghembuskan nafas lega, lalu kembali tidur. “persis anak kecil. Seperti Jazzy.”

Nicole terkejut saat membuka pintu depan. Ada orang yang juga akan mengetuk pintu itu. Orang itu terlihat aneh. Wajahnya terlihat pucat.

“mencari siapa?” tanya Nicole sopan.
Laki-laki itu menghembuskan nafasnya perlahan. “kau manusia?”
Kening Nicole bertaut. “tentu saja.”
Laki-laki itu mengendus. “segar.”
“kau mencari siapa?” tanya Nicole mulai curiga.
Laki-laki itu menatap Nicole.
“matamu?” seru Nicole kaget, karena mata laki-laki itu berwarna merah.
Laki-laki tersenyum sinis. “kebetulan sekali. Aku sedang ingin minum darah. Justin memang sahabat yang baik. Dia memberiku santapan selezat ini.”
Nicole langsung berusaha menutup pintu. Namun, kekuatan laki-laki itu lebih kuat.
“jangan mendekat!” ancam Nicole sambil menunjuk wajah laki-laki itu.

Laki-laki itu bergerak maju, lalu memutar tangan Nicole kepunggung. Nicole bersandar pada tubuh laki-laki itu. Laki-laki itu mengarahkan wajahnya pada leher Nicole. Nicole merasa nafas laki-laki itu memburu, membuat keringat dinginnya keluar. Ia berusaha berontak, namun tak bisa. Tenggorokannya tercekat air mata yang tertahan.

“menangislah jika sakit.” bisik laki-laki itu.
Air mata Nicole pun mengalir dengan deras, saat merasa ada dua benda tajam menempel dilehernya.


“justiiiin!!” jeritnya dalam hati.



The Half Blood Vampire 22
oleh d'Bezt JD Author pada 21 Januari 2012 pukul 18:27


Justin membuka matanya. Ia mendengar jeritan Nicole, namun bukan jeritan seperti suara. Melainkan jeritan batin wanita itu. Nicole masih dirumah.

Tak sampai lima detik, Justin sudah tiba dibawah. Ia mendapati seseorang sedang membelakanginya. Orang itu tengah membisikkan sesuatu pada orang yang didepannya. Hanya isak tangis yang tertahan yang terdengar ruangan itu.

“astaga! Kenapa wanita ini sudah pingsan? Aku bahkan belum menggigitnya.” gerutu orang itu.

Justin langsung mengenali orang itu. Laki-laki itu adalah Ryan. Sahabatnya. Ryan adalah vampire berdarah campuran sepertinya. Meskipun siang hari menjadi manusia, tetap saja Ryan tak bisa menahan nafsu vampirenya.

“Ryan! Hentikan!” bentak Justin saat melihat Ryan akan menggigit leher Nicole.
Ryan menoleh lalu tersenyum. “hai Justin! Kenapa kau sembunyikan makanan lezat ini dariku, hm?”
“lepaskan wanita itu?!” desis Justin tajam.
“kenapa? Kau ingin menikmati darah manusia ini sendirian, begitu?”

Justin langsung menarik Nicole dari Ryan. Ia memegang pinggang erat Nicole agar tubuh wanita itu tidak jatuh.

“ayolah Justin. Aku baru pulang dari Rusia, apa kau tak memberikan penyambutan untukku? Anggap saja wanita itu sebagai penyambutan untukku, bagaimana?” Ryan berusaha menyentuh Nicole.
“jangan sentuh dia!” Justin memukul tangan Ryan yang terulur.
“jadi kau tak mau berbagi?”
“tentu saja tidak! Dia ini istriku. Dan aku tak akan membiarkan orang lain menyentuhnya!” ucap Justin lantang.
Mata Ryan membulat. “istrimu manusia? Huh! Jangan bercanda Just. Ini tidak lucu.” desis Ryan.
“kalau dia bukan istriku, dia tak mungkin berada dirumah ini.” Justin menegaskan.
“lalu bagaimana dengan Caitlin, adik Christ? Bukannya kau menyukainya?”
“tapi dia lebih memilih bersama Chaz bukan?” Justin bertanya balik.
“lalu, apa Caitlin tahu kau sudah menikah?”
“aku tidak tahu, dan tidak mau tahu.”


---


Justin membaringkan Nicole perlahan di tempat tidur. Ia mengambil sapu tangan dilemari, membasahinya sedikit, lalu mengusapkannya pada wajah Nicole. Membersihkan sisa-sisa air mata wanita itu.

Justin terus menatap Nicole yang tengah terbaring di hadapannya. Terlambat satu detik saja, Nicole pasti sudah tidak akan dirumah ini lagi. Dia pasti akan menjadi vampire lalu hidup bersama Ryan.

Justin tak bisa membayangkan apa yang akan diterimanya dari keluarga Chance ataupun keluarganya sendiri. Terlihat jelas kalau keluarganya sangat menyayangi Nicole.

Dering ponsel Nicole membuyarkan lamunannya. Dengan hati-hati, Justin mengeluarkan ponsel itu dari saku jins yang dipakai Nicole. Nama Greyson terpampang di layar.

“hai sweety. Aku sudah berada didepan rumah.” seru Greyson langsung.
“Grey, ini aku. Justin.”
“Justin?” terlihat jelas kebingungan dari suara Greyson.
“masuklah. Pintu tak dikunci.”


Tak lama kemudian, Greyson tiba dikamarnya dan Nicole. Greyson terkejut saat melihat Nicole terbaring di atas tempat tidur dengan wajah sedikit pucat.

“ada apa dengan adikku?”

Justin pun menceritakan kejadian tadi pada Greyson. Tentang Ryan yang akan menggigit Nicole.

Greyson mendesah. “sekarang aku tidak bisa membantunya. Karena dia sudah bersuami. Yaitu kau. Aku tau, kau tidak menyukai Nicole apalagi mencintainya. Tapi aku mohon. Tolong jaga dia baik-baik. Kalau kau tak bisa menjaganya, Dengan terpaksa, aku akan membawanya pulang lalu membuat surat perceraian untuk kalian.”
Justin mengangguk mendengar ucapan Greyson.
“kalau kau benar-benar tak kuat menghadapi tingkah Nicole, katakan padaku. Aku akan membantu untuk mengurus perceraian kalian.”
“sepertinya kau sangat berharap agar aku dan Nicole bercerai.”
“entahlah. Aku hanya ingin adikku itu dapat menikmati hidupnya. Aku ingin, hidupnya selalu bahagia. Seperti dia yang selalu membuat hidupku bahagia.”
“kau tidak terbebani dengan sikap kanak-kanaknya itu?”
“itulah yang membuatku ingin cepat pulang dari kantor. Percayalah, jika kau sudah dekat dengan Nicole, kau akan merindukan saat-saat manjanya itu, jika dia sedang jauh darimu.” ujar Greyson.
Justin mengangkat bahu.
“aku pulang dulu.”

Setelah memasakkan bubur untuk Nicole, Justin kembali kekamar. Ia mendapati Nicole tengah duduk diatas tempat tidur dengan wajah bingung.

“kenapa aku disini?” tanya Nicole bingung.
“kau tadi pingsan.” sahut Justin datar.
“pingsan? Astaga... Tadi aku...” Nicole memegang lehernya. Mulus tanpa ada bekas gigitan.
“kau kenapa?” Justin pura-pura tak tau.
“aku pingsan dibawah?”
“tidak, didepan pintu kamar mandi.” ujar Justin bohong.
“kau tidak bohong?”
“apa untungnya bagiku jika aku bohong!?” ketus Justin tajam.
Nicole tak bertanya lagi.

“mungkin itu mimpi.” pikir Nicole.

“itu memang mimpi.” ujar Justin.
“jangan membaca pikiranku!”
Justin menatap Nicole tajam. “apa hak mu melarangku?! Kalau kau tak ingin pikiranmu terbaca, jangan berpikir!” cetus Justin.
Nicole langsung cemberut, namun tak membantah.
“habiskan bubur ini! Awas saja kalau sampai tidak habis!” Justin menyerahkan nampan berisi bubur serta cokelat panas pada Nicole.



The Half Blood Vampire 23
oleh d'Bezt JD Author pada 22 Januari 2012 pukul 19:58


Nicole berjalan menaiki tangga untuk menuju perpustakan bersama Miley. Mereka membicarakan tentang mode-mode terbaru. Mulai dari pakaian, sepatu, hingga rambut.

Saat jam kosong, Nicole memang lebih sering bersama Miley dari pada Justin. Sedangkan Justin akan bersama Cody, jika Cody sedang tidak ada mata kuliah.

Saat akan masuk ke perpustakaan, Nicole tak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Justin.

Justin menatap Nicole kesal. Ia hampir membentak wanita itu jika tidak segera sadar kalau disebelah wanita itu ada Miley.

“hai shawty.” Justin tersenyum manis.
Nicole menatap Justin sedikit jijik.

“hentikan aktingmu!” batin Nicole.

Justin bersikap cuek. “hai Miley.”
Miley tersenyum. “hai.”
“ayo kita pulang.” ujar Justin kembali menatap Nicole. “semua mata kuliah kita sudah berakhir.” sambungnya.

Nicole tidak langsung menjawab. Ia tak mungkin mengiyakan perkataan Justin. Jika ia mengikuti Justin pulang, maka tak akan yang bisa pergi keluar lagi, dan dia akan mati kebosanan karena tidak ada yang bisa dilakukan.

“tapi, aku akan kesalon dengan Miley.”
Miley menatap Nicole bingung. “ke salon apa?”
Justin tersenyum penuh kemenangan. “ayo.”

Justin langsung menarik pergelangan tangan Nicole. Nicole terpaksa melambaikan tangannya pada Miley.

Justin terus menggenggam pergelangan tangan Nicole selama perjalanan menuju mobil. Ia sengaja melakukan itu, agar Nicole tidak kabur. Walaupun sebenarnya menangkap Nicole hal mudah, tapi ia tak mungkin menunjukan tanda-tanda kalau dia punya kekuatan.

15 menit kemudian mereka tiba dirumah. Tidak seperti biasanya, rumah tidak sepi. Dihalaman, ada mobil Skandar dan Weronika. Berarti mereka sudah pulang kuliah.

Justin menekan bel, tak lama pintu terbuka. Dibukakan oleh Jazzy.

“Justin!” Jazzy langsung menghambur kepelukan Justin.
“kau sudah pulang? Tidak ke tempat Mom?” tanya Justin sambil berjalan masuk.
Jazzy menggeleng.
“Jazzy! Kau harus makan!” terdengar teriakan Wero dari ruang makan.
“nah, kau harus makan. Aku kekamar dulu.” Justin menurunkan Jazzy didepan tangga.
“oke. Kau dan Nicole mau membuat adik untukku ya?” tanya Jazzy dengan wajah lugunya.

Wajah Nicole langsung memerah. Ia segera memalingkan wajahnya dari Justin. Tak lama kemudian terdengar tawa dari lantai atas. Skandar.

“shut up, Skand!” teriak Justin. “kenapa kau bertanya seperti itu?” tanya Justin.
“wero yang mengatakannya padaku.” ujar Jazzy.
Justin mendesah. “pergilah makan.” ujarnya pelan. “Wero,tunggu pembalasanku nanti malam!” teriak Justin setelah jazzy pergi.

Justin pun berjalan menaiki tangga, diikuti oleh Nicole dibelakang.

“setelah pulang kuliah, kau tidak boleh pergi dengan teman-temanmu. Setelah kau puas bermain dengan temanmu, kau menelfonku untuk minta jemput. Memangnya aku supir?” tanya Justin sambil menaiki tangga.“Aku ingin tidur, jadi kau harus pulang bersamaku.”
Nicole mendesah. “tapi aku bosan dirumah.”
“kau bisa mengerjakan tugas kuliah kalau bosan.” Justin membuka pintu kamar.
“itu membosankan, kau tahu?”
“kau bisa browsing internet, membaca buku, memasak, membersihkan rumah, dan masih banyak yang bisa kau kerjakan.” ujar Justin panjang lebar.
“memangnya aku pembantu? Disuruh membersihkan rumah?” protes Nicole.

Justin melangkah menuju kamar mandi tanpa menjawab bantahan Nicole. Tak lama kemudian, dia keluar dengan wajah yang lebih segar.

“jadi, kau mau melakukan sesuatu agar tidak bosan, begitu?”
Nicole yang sedang membersihkan wajahnya didepan meja rias, menatap Justin melalui cermin. “yeah.”
Justin membalas tatapan Nicole. “kita membuat keponakan saja untuk Jazzy, bagaimana?”
Wajah Nicole merah padam. Ia menatap Justin dengan perasaan campur aduk, namun tak ada kata yang terucap. “gila!” desis Nicole akhirnya.

Ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian. Tawa Justin meledak setelah pintu kamar mandi itu di tutup. Tak hanya tawa Justin, tapi juga Skandar.

“hei, jangan menguping!” teriak Justin.
Skandar semakin tertawa.
“menguping apa?” teriak Nicole dari dalam kamar mandi.

Justin menghela nafas panjang, lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur.



The Half Blood Vampire 24
oleh d'Bezt JD Author pada 25 Januari 2012 pukul 19:45


Nicole menutup buku kuliahnya dengan kesal. Besok akan diadakan test, tapi tak ada satu pun materi yang tersimpan di otaknya meskipun ia sudah berkutat dengan buku panduan selama satu jam!

Nicole berjalan menuju tempat tidur, lalu menghempaskan dirinya membuat tempat tidur itu sedikit berguncang. Keluar erangan dari mulut Justin. Saat itu, Justin tengah tidur.

Dua hal yang telah Nicole ketahui tentang kebiasaan Justin. Pertama, Justin selalu keluar rumah saat jam 6 sore dan baru pulang jam 6 pagi. Yang kedua, Justin selalu pulang setelah pulang dari kampus hingga sore. Tak salah Wero mengejeknya “situkang tidur”.

“Nic, kau membuat tempat tidur ini berguncang!” bentak Justin tanpa membuka matanya.
Nicole menghela nafas panjang. Sebuah ide muncul dibenaknya. Membuat tempat tidur berguncang.
“kalau kau melakukan apa yang kau pikirkan, aku akan pastikan besok kau tidak akan ikut test.” ujar Justin.
Nicole mendesah putus asa. “kenapa kau membaca pikiranku, hm?”
Tak ada jawaban dari Justin.
“Justin bodoh!”
“kau yang bodoh!” umpat Justin balik.
“Justin jelek!”
Justin memiringkan tubuhnya, lalu menutup kupingnya dengan bantal.
“Justin kasar!”

Nicole terus melontarkan kata-kata jelek untuk Justin. Ia sengaja mengganggu Justin, supaya dia tidak bosan.

“Justin tukang tidur!” umpat Nicole.
Tak ada jawaban dari Justin lagi. Laki-laki itu benar-benar tertidur.
Nicole mendengus kesal, lalu beranjak dari tempat tidur. Ia keluar dari kamar, membanting pintunya dengar keras. Seutas senyum tersungging dibibir Justin.

Saat sedang menuruni tangga, terdengar bel rumah berbunyi. Dengan langkah cepat, Nicole berjalan menuju pintu depan. Mungkin saja sikembar Jazzy dan Jaxon yang pulang. Jadi mereka bisa bermain bersama.

Wajah Nicole langsung meredup saat ia membuka pintu. Bukan Jazzy ataupun jaxon yang ada dibalik pintu itu. Melainkan, dua orang yang tidak dikenalnya.

“cc..cari siapa?” tanya Nicole takut.
“segar.” gumam laki-laki bermata hijau.

“God! Jangan katakan kalau mereka vampire!” batin Nicole.

“tapi kami memamg Vampire.” ucap laki-laki yang lain.
Nicole merasa jantungnya berhenti berdetak. Kenapa dimana-mana ada vampire?
“hai David,Daniel!” ucap seseorang dibelakang Nicole.
Nicole menoleh. Skandar. Tanpa sadar, Nicole menghembuskan nafas lega.

Dia baru ingat, dirumah juga ada Skandar. Sama seperti Justin, begitu pulang kuliah dia langsung tidur. Namun Skandar hanya tidur sejam atau dua jam.

“kau masuklah. Mereka temanku.” ujar Skandar pada Nicole.
Nicole mengangguk lalu berjalan menuju ruang tengah. Ia pun menghidupkan televisi. Saat tengah menonton, tiba-tiba teman Skandar tadi duduk dihadapannya.

“kenalkan, aku David. Davin Henrie.” laki-laki yang bermata hijau itu mengulurkan tangannya.
Nicole menyalami laki-laki itu takut-takut. “Nicole Athena Chance.”
“Bieber.” ralat Skandar, lalu duduk di samping Nicole. “dia Nicole Athena Bieber.” ujar Skandar.
“adikmu juga?” tanya laki-laki yang bernama Daniel.
“oh bukan. Dia istri adikku.” Skandar tersenyum tipis.
“wah, aku terlambat.” desah David.
Nicole tertawa pelan menanggapi ucapan David.
“kau manusia?” tanya Daniel. “darahmu....”
“iya.” ujar Nicole.
“maksudnya dulu. Justin telah mengubahnya seperti kita.” sambar Skandar.
Daniel dan David menatap Skandar tak percaya. “tapi....”
“Nic, bantu aku buatkan minuman.” potong Skandar.
Nicole menatap Skandar bingung. “apa?”

Skandar langsung menarik tangan Nicole menuju dapur, tanpa mendapat persetujuan dari wanita itu.
“kau pergilah kekamar. Jangan berdekatan dengan mereka.”
“kenapa?”
“mereka sama sepertiku. Tapi, Mereka tak bisa mengendalikan nafsu mereka meski mereka tengah menjadi manusia.”

Nicole kembali masuk ke kamar, lalu menghempaskan dirinya disamping Justin yang tengah tidur tengkurap.
Baru saja dia mendapat hiburan karena menonton televisi, teman-teman Skandar yang ternyata vampire malah datang.

“Justin.” Nicole mengguncang tubuh Justin.
“hmm...” ucap Justin malas-malasan.
“temani aku ke Mall. Aku bosan.” rengek Nicole.
“lebih baik kau belajar, besok kita test.” tolak Justin.
“sebentar saja. Mau ya?” ajak Nicole.
“sudah jam 4, Nicole Athena Bieber.” ujar Justin setelah melihat jam.
Nicole mengerutkan bibirnya. “huh! Sudah ku duga! Pasti kau tidak mau!”
“kalau kau sudah menuduga, kenapa masih bertanya?” tanya Justin.
Nicole mengangkat bahu. “mungkin saja dugaanku salah.”
Justin menjentikan jarinya, lalu merubah posisinya menjadi duduk seperti Nicole. “begini saja. Aku tau caranya supaya kau tidak bosan, dan tidak perlu ke Mall.”
“bagaimana?” tanya Nicole penasaran.
Justin tersenyum nakal. Ia mendekatkan tubuhnya pada Nicole.
Nicole menatap Justin bingung. “jangan buat aku penasaran!” desis Nicole.
Justin tertawa. “kita membuat bieber junior?”
Nicole menatap Justin tajam. “tidak!” sergahnya cepat, lalu bangkit dari tempat tidur.
Justin menarik tangan Nicole cepat sehingga Nicole tepat didepannya. Justin pun merebahkan tubuh Nicole, menindihnya.

'ceklek'



Thd Half Blood Vampire 25
oleh d'Bezt JD Author pada 25 Januari 2012 pukul 21:24


Justin dan Nicole segera menoleh kearah pintu. Terlihatlah wajah bersalah dan salah tingkah Wero.

“maaf.” ucap wero. “lanjutkan saja, aku tak akan mengganggu lagi.” dengan tersenyum canggung, Wero kembali menutup pintu kamar.

Nicole menatap Justin jengkel. Dengan kesal di dorongnya tubuh Justin yang menindihnya.

“kau.....” Nicole menghentikan ucapannya karena otaknya tiba-tiba kosong. “aargh! Jangan lakukan itu lagi!” erangnya.
Justin terkekeh. “coba saja Wero tidak datang, aku yakin kita sudah.......”
“cukup!” potong Nicole sambil menutup kupingnya.
Justin semakin tertawa melihat reaksi Nicole. “mungkin lain kali saja, karena kedatangan Wero aku jadi kehilangan minat untuk.....”
“aku bilang cukup!” bentak Nicole.
Tawa Justin semakin besar. Entah kenapa, ia suka sekali menggoda Nicole.
“kau tahu, aku lebih suka melihat wajah dinginmu dari pada tertawa seperti sekarang!” cetus Nicole.
Justin berdeham, lalu menatap Nicole tajam. “begini?” tanya Justin dingin.
Nicole langsung gugup melihat perubahan wajah Justin yang begitu cepat. “bb..bukan begitu juga.”
“lalu bagaimana?” Justin mendekatkan wajahnya pada wajah Nicole.
Matanya -Nicole- tepat jatuh pada manik mata hazel Justin yang begitu tajam. “Justin, kita terlalu dekat.” desis Nicole dengan suara tercekat.
“lalu, kau takut?”
Nicole tak bisa berkata-kata karena wajah Justin semakin dekat dengan wajahnya. Mata Justin mulai terpejam.

Detik berikutnya, Nicole merasa sesuatu yang lembab menempel dibibir mungilnya. Ia hanya diam tak membalas ciuman itu. Justin memperdalam ciumannya berharap Nicole membalasnya. Bukannya mendapat balasan dari Nicole, pintu kamar mereka malah kembali terbuka.

“oh My God!” seru Cody.

Justin mengakhiri ciumannya, lalu beralih pada pintu kamar yang dibuka tanpa diketuk.

“ada apa?” tanya Justin ketus.
Cody terkekeh. “hm... Tidak jadi, lanjutkan saja.” Cody kembali menutup pintu kamar.

Saat ia kembali menatap Nicole, wajahnya malah di pukul dengan bantal.
“itu balasan untukmu, karena menciumku!” ketus Nicole.
Terdengar tawa dari kamar sebelahnya. Skandar.
“jangan menguping Skand!” teriak Justin.
“dan kau, jangan berteriak didekatku!” ujar Nicole kesal.
“kau mau kemana?” tanya Justin saat melihat Nicole turun dari tempat tidur.
“mencuci bibirku sampai bersih!” ketus Nicole sebelum masuk ke kamar mandi.
Justin mendengus mendengar jawaban Nicole.
Kembali terdengar dari kamar sebelahnya. Kali ini, tawa itu benar-benar terdengar puas.
“teruslah tertawa!” teriak Justin jengkel.
Hanya satu dibenaknya saat ini, kenapa Nicole tak membalas ciumannya?
Nicole membasuh wajahnya berkali-kali. Hal itu membuat hatinya sedikit lebih tenang.
Ia menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia menatap bayangannya dicermin di hadapannya. Matanya sedikit memerah karena baru saja menangis.
Saat Justin menciumnya, entah kenapa ia langsung teringat pada Zayn. Ia merasa bersalah jika ia membalas ciuman itu, meskipun saat ini dia adalah istri Justin. Karena itu, ia tak membalas ciuman Justin.

Setelah merasa cukup tenang, Nicole keluar dari kamar mandi. Dengan menunduk, ia berjalan menuju pintu. Ia tak ingin bertatapan dengan Justin.

“kau mau kemana?” tanya Justin sambil menggenggam lengan Nicole.
“kebawah.” ujarnya seadanya.
“kau marah?”
Nicole menggeleng. “aku tak punya alasan untuk marah padamu.” ujarnya pelan tanpa menatap Justin.
Justin berdecak. “ternyata, kau tak selalu bersikap seperti anak kecil. Saat sekarang, kau terlihat normal.”
Nicole menatap Justin kesal. “apa maksudmu?”
Justin terkejut melihat mata Nicole. “kau menangis?”
“tidak! Memangnya aku anak kecil!” jawab Nicole.
Justin mengangkat bahu.
Nicole mendengus pelan, lalu kembali menghadap pintu.

'dug!'

Kening Nicole dengan mulus mencium pintu begitu ia berbalik. Karena pada saat yang bersamaan ada yang membuka pintu dari luar.

“hmphmph...” Justin membekap mulutnya agar tawanya tidak lepas.
“ya ampun Nic! Aku tak sengaja.” seru Wero.
Nicole meringis sambil memegangi keningnya.
“Jazzy ingin bermain denganmu, jadi aku berniat memanggilmu. Aku tak tahu kalau kau dibelakang pintu.” aku Wero.
“sakit tidak?” tanya Justin khawatir.
“tentu saja!” ujar Nicole jengkel, karena pertanyaan justin.
“kemari!”
Justin menarik tengkuk Nicole, lalu mencium lembut kening Nicole yang berterbentur dengan pintu.
“tidak sakit lagi kan?” tanya Justin.
Nicole menatap Justin dengan wajah merah. Perpaduan kesal dan malu. Kesal karena dicium tanpa izin, malu karena dicium di hadapan Wero.
Wero tersenyum kecil melihat dua orang di hadapannya.



The Half Blood Vampire 26
oleh d'Bezt JD Author pada 27 Januari 2012 pukul 11:45


Nicole mendengarkan penjelasan yang keluar dari mulut Justin malas-malasan. Ia sedang tak ingin belajar, tapi Justin tetap memaksanya. Belum lagi, sebelum mengajar tadi, dia diomeli laki-laki itu karena mendapat nilai D pada saat Test tempo hari. Jadi, dia harus memperbaiki nilai itu, setidaknya D akan berubah menjadi B, atau paling kurang C.

“bagaimana, sudah mengerti?” tanya Justin.
Nicole menggeleng lemah. “aku sudah katakan, aku sedang tak ingin belajar!”
“heh! Kau pikir, kau akan bisa menjawab soal saat pengulangan test nanti, tanpa belajar?”
“memang tidak. Tapi, mungkin saja ada keajaiban.” elak Nicole.
Justin memukul puncak kepala Nicole. “keajaiban itu ada pada dirimu sendiri!”
“entahlah.” sahut Nicole lemah.
“lihatlah dirimu, sangat mudah putus asa! Mana ada laki-laki yang mau dengan wanita sepertimu!”
“heh! Jangan sembarangan!” Nicole menunjuk Justin kesal.
Justin mengibaskan tangan Nicole dari depan wajahnya. “jangan hanya bisa menggantungkan hidupmu pada keberuntungan!”
“memangnya kau tidak menggantungkan hidupmu pada keberuntungan? Kalau tidak, mengapa kau bisa mendapat nilai A pada saat test kemarin?”

Justin menghela nafas panjang. Sekarang, Nicole sudah tak begitu takut lagi padanya, karena ia tak bisa menunjukkan ekspresi dingin itu lagi. Sifat Nicole yang hampir seperti Jazzy itulah yang membuatnya sedikit berubah.

“dengar.” Justin menatap Nicole. “didunia ini ada dua orang pintar. Pertama, pintar karena rajin belajar, dan yang kedua, pintar karena memang sudah ditakdirkan untuk pintar.”
“lalu kau, masuk kategori orang yang kedua?” tanya Nicole remeh.
“kau yang mengatakannya. Bukan aku.” ujar Justin. “ku rasa, kau bisa menjadi orang pintar kalau kau rajin belajar.”
Nicole mendesah. “kau tahu, satu hal yang paling tidak aku suka didunia ini?”
Justin mengangkat bahu.
“belajar.” ujarnya dengan penuh tekanan.
“pantas saja jika kau bodoh!”
“terserah apa katamu!” sungut Nicole.
Justin menutup semua bukunya. “aku ingin tidur. Ini sudah jam 4 sore. Setidaknya, aku masih punya waktu 2 jam untuk tidur.”
Nicole menatap Justin bingung. “tidur? Lalu bagaimana dengan test ulangku nanti?”
Justin mengangkat bahu tak peduli. “percuma mengajarkan orang yang tidak punya niat belajar sama sekali.” Justin pun berjalan menuju tangga.
“Justin!” panggil Nicole.

Justin tetap melanjutkan langkahnya tanpa beban seolah panggilan Nicole itu tak terdengar.
Nicole mengacak rambutnya. “bagaimana ini?!”


---


Nicole membuka matanya perlahan begitu mendengar benturan pintu yang cukup kuat.

“baguslah kalau kau sudah bangun! Aku tak perlu membangunkanmu lagi.” ujar Justin sambil memakai kemejanya. “15 menit lagi, aku sudah melihatmu diruang makan.....”
“terlambat 1 detik, kau tinggal.” ucap Nicole memotong ucapan Justin.

Kalimat Justin yang itu memang sudah hafal diluar kepalanya. Bagaimana tidak? Setiap pagi ketika ia baru bangun, kata-kata itu yang selalu didengarnya dari mulut Justin. Bukan kata selamat pagi, sudah bangun? Atau yang lainnya.

Dengan terburu-buru, Nicole menuruni tangga. Jika ia turun dengan santai seperti biasa, dia akan ditinggalkan oleh Justin. Semua ini karena ia lupa meletakkan salah satu buku kuliahnya, membuatnya menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk menemukan buku itu.

Saat akan menginjak tangga terakhir, kakinya tergelincir, membuatnya jatuh dan kakinya sakit. Sepertinya ada engsel yang bergeser pada pergelangan kakinya.

“aawww!” ringis Nicole. Bukan hanya kakinya yang sakit, tapi juga bokongnya.
Justin datang dari ruang makan, lalu menatap Nicole dengan tatapan datarnya.
“ceroboh!” ujarnya. “sudahlah! Jangan menghabiskan waktu lagi, cepat berdiri.”
Nicole menggigit bibir bawahnya menahan sakit. “kakiku sakit, Justin.”
“nanti juga sembuh. Jangan mendramatisir suasana. Aku tak akan menggendongmu kemobil. Cepat bangun.” Justin menarik lengan Nicole agar perempuan itu berdiri.
“aaawww” Nicole kembali meringis. “aku tidak bisa berjalan, Just.” rintihnya.
Justin melirik kaki Nicole yang terlihat membengkak. Pasti tulangnya bergeser. “kau gadis bodoh yang ceroboh!” bentak Justin.
Air mata Nicole mengalir dari sudut matanya. Bukan karena bentakan Justin, tapi karena kakinya semakin sakit, apalagi Justin masih mempertahankan posisinya untuk berdiri.
“dan cengeng.” sambung Justin.

Rumah sudah sepi karena sudah jam 9. Semua orang pasti sudah pergi. Tunggu! Sepertinya ada orang dirumah selain mereka.

“Wero! Jangan cuma berpikir apa yang sedang terjadi pada Nicole! Keluar dari kamarmu!” teriak Justin.
Tak lama wero keluar dari kamarnya dan menghampiri Justin. “ada apa?”
“kau telfon dokter, tukang urut atau siapapun yang bisa mengobati kaki Nicole.” perintah Justin.
Wero mengangguk. Lalu pergi kemeja telfon. Sedang Justin memapah Nicole menuju ruang tengah, mendudukkannya di sofa.

“sudah! Jangan menangis lagi. Sebentar lagi dokter datang, dan sekarang aku harus ke kampus. Bye.”


“dasar tidak punya perasaan!” batin Nicole jengkel.
“whatever!” terdengar teriakan Justin.



The Half Blood Vampire 27
oleh d'Bezt JD Author pada 27 Januari 2012 pukul 13:23


Justin bertos ria dengan Cody karena rencana mereka berjalan lancar. Terlihat sekali kebahagian diwajah kedua laki-laki itu.

“kau tahu, aku benar-benar grogi. Aku takut ketahuan.” ujar Cody.
Justin tersenyum. “tapi kau benar-benar mirip.”
Cody balas tersenyum. “baguslah. Ya sudah, aku masih ada kuliah. Bye.”

Setelah Cody pergi, Justin pun melangkah menuju parkiran. Ia ingin segera pulang, selain mengantuk, ia juga ingin melihat keadaan kaki Nicole.

Justin menekan bel rumahnya tenang. Tak lama kemudian, muncullah wajah Wero.
“kau sudah pulang? Ini masih jam satu.” ujar Wero bingung.
“hari ini hanya ada satu mata kuliah.”
“kalau satu mata kuliah, harusnya kau sudah pulang sejak sejam yang lalu.” omel Wero.
“kau ini seperti Mom saja.” sergah Justin. “menyingkirlah dari sana. Aku ingin masuk.”
Wero menggeser tubuhnya sehingga Justin bisa masuk.

“dimana dia?” tanya Justin sambil membuka kulkas.
“pergi dengan Grey.”
Alis Justin bertaut. “pergi?”
“iya. Greyson yang mengantarnya mengobati kakinya itu.”
“akukan sudah menyuruhmu menelfon dokter atau siapapun untuk mengobatinya?” ujar Justin.
“memang. Tapi ia tak mau. Ia malah memintaku untuk menelfon Grey.”
“lalu kau turuti?”
Wero mengangguk.

Tiba-tiba terdengar suara mobil didepan rumah. Tak lama kemudian disusul oleh bunyi bel.
“pasti Nicole.” ujar Wero sebelum berlari menuju ruang depan.
Nicole berjalan menggunakan tongkat. Kakinya yang terkilir dibalut dengan perban.

“bagaimana kakimu?” tanya Wero.
“sedikit lebih baik.” ujar Nicole, sambil tersenyum tipis.
Ia pun menuju ruang tengah dibantu Greyson. Sedangkan Wero menuju dapur untuk membuatkan minuman untuk Greyson.

“luruskan kakimu.” Greyson membantu Nicole agar adiknya itu meluruskan kakinya diatas sofa. “bagus.” ucap Greyson puas.
“bagaimana kakimu?” tanya Justin yang tiba-tiba muncul.
Nicole menatap Justin sejenak, lalu memalingkan wajahnya kearah lain.
Justin tak bisa menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. “anak kecil.” desis Justin.
Nicole mengacuhkan ucapan Justin, lalu menatap Greyson. “kau akan disini sehariankan?”
Greyson menggeleng. “aku harus kekantor, sayang.”
Wajah Nicole langsung berubah masam. “lalu bagaimana denganku?”
“ada aku juga Justin.” ucap Wero sambil meletakkan minuman untuk Greyson dimeja.
“ah, benar. Ada kau.” ucap Nicole lega. Ia benar-benar tak menganggap Justin.
Justin mendesah pelan. “aku keatas dulu.”
“terserah!”

Justin menghujam Nicole dengan tatapan tajamnya, membuat Nicole langsung mengalihkan pandangannya dari Justin. Justin pun berjalan menuju tangga untuk lantai dua. Tak lama kemudian, terdengar pintu kamar terbuka, lalu kembali ditutup.

“aku pulang dulu.” pamit Greyson.
Nicole menatap Greyson tak percaya. “cepat sekali?”
“aku hanya diberi waktu keluar hingga jam makan siang selesai oleh Dad.”
Nicole mendesah. “ya sudah.”
“bye Sayang.” pamit Greyson sambil mencium puncak kepala Nicole.
Setelah Greyson pergi, Wero kembali menghampiri Nicole diruang tengah.

“kau belum makan siang, bukan?” tanya Wero.
“aku sudah sarapan bersama Greyson.”
“itu sarapan, bukan makan siang.” ujar Wero. “sekarang kau harus makan.” sambungnya tegas.

Nicole tak bisa membantah lagi. Ia membiarkan dirinya dipapah Wero menuju ruang makan. Ia pun duduk disalah satu bangku.

“sebentar, ku panggil Justin. Dia pasti belum makan siang.” ujar Wero.
Saat Nicole hendak melarang, Wero sudah bangkit dari duduknya.

Tak sampai 5 menit, Wero kembali duduk dibangkunya semula, kemudian disamping Wero, duduklah Justin.

“ayo dimakan. Ini semua masakanku.”
Nicole memperhatikan tiga jenis hidangan berbeda diatas meja makan. “kelihatannya enak.”
“tentu saja enak. Wero kan pintar memasak.” ujar Justin, dengan penekanan pada kata pintar.
Nicole mengalihkan pandangannya pada Justin.
“kenapa menatapku seperti itu?” tanya Justin tajam.
Nicole mengangkat bahunya lalu menggeleng. “tidak ada.”
“ingat, kau tidak bisa berpikir macam-macam karena aku akan mengetahuinya.” ujar Justin sambil menunjuk Nicole dengan garpu ditangannya.
“iya.” ujar Nicole singkat, lalu mulai menyantap makanannya. “ini enak, Wero.”
“terima kasih.” ujar Wero senang. “aku senang kau menikmatinya.”
Nicole tersenyum. “aku memang menikmatinya.”
“kau memang pintar memasak.” ujar Justin pada Wero.
“tentu saja.” ujar Wero.
Nicole berusaha tenang menghadapi sindiran yang dilontarkan Justin. Karena, dia tidak mungkin mengomeli atau memarahi Justin. Jika dia melakukannya, satu detik saja, keadaan akan berbalik. Justin yang akan mengomelinya.




The Half Blood Vampire 28
oleh d'Bezt JD Author pada 27 Januari 2012 pukul 20:06


Dengan perasaan gugup stadium akhir, Nicole berjalan menuju ruangan Mr. Clark. Dosen yang memberinya nilai D pada saat test tempo hari.

Seharusnya, kemarin dia akan mengikuti test ulang untuk memperbaiki nilainya itu. Namun, karena ada insiden di tangga itu, ia tidak jadi datang kekampus. Sekarang saja dia masih berjalan menggunakan tongkat, dan kakinya pun masih diperban.


*Nicole POV*

Dengan gemetar, aku mengetuk pintu ruangan Mr. Clark.
Aku tahu, begitu aku masuk, aku akan langsung dihujam mata elangnya melalui kaca mata bundarnya itu. Tapi aku tetap harus menemuinya, agar nilai ku terselamatkan.

“masuk.” terdengar suara berat milik Mr. Clark.
Sebelum masuk, aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.

“oh, Mrs. Bieber.” ucap Mr. Clark saat aku masuk kedalam ruangan itu.
Aku tersenyum canggung. “Mr. Clark.”
“aku baru akan memanggilmu, tapi kau sudah datang duluan.” ujarnya. “silahkan duduk.”
Masih dengan gugup aku duduk dihadapan Mr. Clark. Wajahnya tetap saja seperti itu. Jarang sekali melihatkan senyum. Membuat orang takut saja.

“ini, nilai test perbaikanmu. Ternyata kau benar-benar belajar.” Mr. Clark menyerahkan selembar kertas padaku.
Aku mengambil kertas itu dengan tatapan bingung.

Test perbaikan? Bahkan aku tidak mengikuti test itu. Lalu kenapa ada kertas test atas namaku? Semua ini membuat kepalaku berdenyut. Apa Mr. Clark sedang sakit, dan salah membaca nama, tapi ini memang namaku! Dan nilainya A.

Oh Tuhan? Apa ada yang salah dengan susunan tata surya? Apa bumi berpindah orbit? Atau keluar dari susunan galaksi Bimasakti? Oke, ini terlalu berlebihan!

“Seseorang tolong beri aku kejelasan!” jerit Nicole dalam hati.

“selamat Mrs. Bieber.” ujarnya. “lalu, apa yang ingin kau katakan?”
Aku bergumam. “tidak jadi. Permisi Mr. Clark.”


*Nicole POV end*


---


Nicole berjalan keluar dari ruangan Mr. Clark, lalu menuju taman. Ia pun duduk disalah satu bangku. Saat ini Justin sudah pulang karena dia bilang ada urusan. Jika Nicole sudah ingin pulang, ia tinggal menghubungi Justin.

Nicole masih bingung. Kenapa lembaran test perbaikan ini atas namanya? Siapa yang melakukan ini? Tidak mungkin Miley karena Mr. Clark itu sangat hafal wajah mahasiswanya. Jadi tidak mungkin Miley berpura-pura menjadi dirinya, tentu saja hal itu tak akan berhasil. Lalu siapa? Mana ada orang yang bisa menyamar sebagai dirinya tanpa ketahuan Mr. Clark? Tidak akan ada yang bisa!

“Cody!” cetus Nicole sambil menjentikkan jarinya.

Ia pun mengirim pesan pada Cody, agar cody menemuinya ditaman kampus. Tak lama kemudian, Cody muncul.

“kenapa?” tanya Cody bingung. “oh ya, kau tak bersama Justin?”
Nicole mengabaikan pertanyaan Cody, ia langsung memeluk adik iparnya itu.
“kau kenapa?” tanya Cody bingung.
Nicole melepas pelukannya. “katakan yang sebenarnya padaku.” ujar Nicole sambil menunjukan lembaran testnya pada Cody.
“apa ini?” tanya Cody tak mengerti.
Nicole mendesah. “kau tidak perlu berbohong, kemarin kau menyamar sebagai diriku lalu menemui Mr. Clark kan? Aku sangat berterima kasih.”
Cody hanya tersenyum.
“kau tahu, aku senang sekali! Kau sangat baik.” ujar Nicole. “tapi, kenapa kau bisa menjawab semua soal test ini? Oh, ternyata kau juga pintar seperti kakakmu ya.” decak Nicole kagum.
Cody bergumam. “sebenarnya begini.”
Nicole menatap Cody bingung. “maksudmu?”
“kemarin, aku memang mengubah diriku menjadi dirimu. Tapi, yang menjawab semua soal ini adalah justin.”
“bagaimana bisa?” tanya Nicole tak percaya.
Cody menatap kesekeliling, lalu kembali menatap Nicole. “satu lagi kelebihan Justin yang belum kau ketahui.”
“apa?”
“dia bisa membuat dirinya tak terlihat. Sama sepertiku.” jawab Cody. “jadi, saat aku menemui Mr. Clark, dia juga ikut. Dia menunjukan jawaban yang benar lalu aku menulisnya. Jadi, ya begitu. Nilaimu sempurna.”
Nicole ternganga mendengar cerita Cody. “kenapa dia melakukan itu?”
Cody menggaruk tengkuknya. “dia bilang, kau tidak akan bisa mendapatkan nilai B, bahkan C sekalipun. Karena itulah dia membantumu. Apalagi kemarin kau jatuh ditangga.”

Setelah Cody pergi, Nicole langsung menghubungi Justin, agar laki-laki itu menjemputnya. Nicole langsung masuk mobil begitu mobil Justin tiba dihadapannya.

“kau kenapa?” tanya Justin datar begitu mereka tiba dirumah. Namun belum keluar dari mobil.
Nicole tersenyum pada Justin.

Entah setan apa yang merasukinya, Nicole mencondongkan tubuhnya kearah Justin, lalu mencium bibir Justin lembut. Namun tak terlalu lama. Justin menatap Nicole tak percaya. Tapi Nicole salah mengartikan tatapan itu.

“maafkan aku. Aku terlalu senang karena kau membantuku.” aku Nicole.
Justin tetap diam dan menatap Nicole seperti tadi.
“maafkan aku.” ujar Nicole lirih lalu keluar dari mobil.

Justin tersadar saat pintu mobilnya ditutup. Perlahan ia memegang bibirnya. Ciuman itu begitu singkat, namun juga begitu lembut. Benarkah wanita itu menciumnya, atau hanya ilusi? Justin tersenyum dalam diam.




The Half Blood Vampire 29
oleh d'Bezt JD Author pada 28 Januari 2012 pukul 18:13


Sarapan pagi itu berlangsung bersama seluruh keluarga. Tanpa ada kecuali. Karena kebetulan, Nicole, Justin, Skandar, Wero dan Cody ada kuliah pagi jam 7.30.

Sesekali Nicole melirik Justin yang duduk disampingnya. Ia sedikit gelisah karena semenjak insiden ciuman kemarin siang, Justin belum bicara sedikit pun padanya. Bahkan perintahnya seperti biasapun tak ada diucapkannya.

“Nicole, kau kenapa?” tanya Pattie.
Semua orang langsung melihat kearah Nicole, termasuk Justin.
“ah, ti..tidak apa-apa.” ujarnya sedikit gugup.
“kau terlihat aneh.” ujar Wero.
“kakiku hanya sedikit sakit lagi.” sahut Nicole bohong.
“benarkah?” tanya Jeremy. “ya sudah, kau tak perlu kuliah. Justin kau antarkan istrimu nanti kedokter, untuk memeriksa kakinya.”
Mata Nicole membulat. “tidak perlu Dad. Aku masih bisa kuliah, sungguh.” ujar Nicole.
“kau yakin?” tanya Skandar.
Nicole mengangguk untuk meyakinkan semuanya.
“kalau tidak kuat, tak perlu dipaksakan.” ujar Pattie. “benarkan, Justin?”
“kalau dia sudah yakin, biarkan saja. Tak perlu dilarang.” ujar Justin datar, sambil terus menyantap sarapannya.
Nicole menatap Justin jengkel. “tidak punya perasaan.” gumam Nicole pelan.

Skandar terkikik mendengar gumaman Nicole. Semua orang diruangan itu hanya menggelengkan kepalanya mendengar kikikan Skandar. Kecuali Jeremy. Karena ia juga mendengar apa yang digumamkan menantunya.

“Nicole, ikut aku.” ujar Jeremy.
Nicole menatap Jeremy bingung. “kemana Dad?”

Jujur saja, ia takut berdekatan dengan Jeremy, mengingat kalau Jeremy adalah vampire asli. Bukan berdarah campuran seperti anak-anaknya.

“Dad akan mengobati kakimu, sayang.” ujar Pattie.
Nicole mengangguk ragu, lalu bangkit dari bangkunya.
“Justin, bantulah istrimu.” goda Skandar.
“dia bisa sendiri, Skandy.” ujar Justin acuh.

Nicole melirik Justin dengan perasaan kesal akut! Akhirnya ia mendengus, lalu mulai mengikuti Jeremy keruang tengah. Ia pun duduk diatas sofa.

“naikkan kakimu kemeja.”
Nicole menatap Jeremy tak percaya. “tak apa Dad?”
“lakukan saja.” ujar Jeremy.
Nicole menurut.

Jeremy pun membuka perban yang melilit dipergelangan kaki Nicole. Terlihat kalau pergelangan itu masih biru dan bengkak.

Jeremy mendengus. “anak itu.”
“kenapa Dad?” tanya Nicole bingung.
“Justin, suamimu itu bisa menyembuhkan kakimu ini. Tapi, kenapa dia tak menyembuhkannya.” gerutu Jeremy.
“Justin bisa?”
“ya, kami para vampire asli bisa menyembuhkan luka kecil seperti ini. Biasanya kemampuan kami, kami turunkan pada salah satu anak kami. Dan aku ternyata menurunkan kemampuan ini pada Justin.” jelas Jeremy. “dialah yang paling banyak mewarisi kemampuanku. Mulai dari membaca pikiran, membuat dirinya menghilang, kecepatan yang sama denganku, juga menyembuhkan luka ringan.” ceritanya.
“lalu bagaimana dengn yang lain?” tanya Valentia penasaran.
“Skandar, dia bisa mendengar ucapan terkecil yang terlontar dari mulut seseorang yang jaraknya cukup dekat dengannya, hanya itu. Sedangkan Cody, mengubah dirinya menjadi orang lain dan membuat dirinya menghilang. Wero dan Jazzy mempunyai kemampuan yang sama, mengubah diri mereka menjadi kabut, sedangkan Jaxon, membuat dirinya tak terlihat. Tapi, karena masih dini, Jazzy dan Jaxon belum bisa menggunakan kemampuan mereka.” jelas Jeremy panjang lebar.
Nicole mengangguk mengerti. “oh begitu.”
“selesai.” seru Jeremy.
Nicole menata kakinya yang tadi terkilir.

Sembuh. Tak ada lagi bengkak ataupun biru dipergelangan kakinya itu. Benar-benar amazing!

“ku harap kau tak terkejut.” ujar Jeremy sambil tersenyum.
Nicole masih terjaga dengan ekspresi kagetnya. “wow.” desisnya.

Terdengar banyak langkah yang semakin mendekat. Semua yang diruang makan telah selesai dengan sarapannya.
“wow, kakimu sembuh ya Nic?” tanya Jaxon melihat kaki Nicole yang telah sembuh total.
Nicole tersenyum. “yeah. Dad yang menyembuhkannya.”
“wah, Dad hebat.” kagum Jazzy.
“Daddy ku memang hebat.” sahut Jaxon sambil memegang tangan Jeremy.
“itu Daddyku.” ujar Jazzy kesal.
“sudahlah.” lerai Pattie. “kita harus berangkat.”
Mereka pun keluar dari rumah bersamaan. Masuk kemobil masing-masing. Nicole dengan Justin. Skandar, Wero dengan mobil masing-masing, Cody dengan motor sport kebanggaannya. Sedangkan Jazzy dan Jaxon dengan Pattie dan Jeremy.

Nicole langsung keluar dari mobil begitu mobil Justin telah berhenti. Ia tak ingin berlama-lama di dalam mobil itu karena suasananya menyeramkan karena Justin tak mengaknya bicara. Walaupun biasanya juga begitu, setidaknya wajahnya tidak sedingin saat ini.

“hai Miley.” ia duduk disamping Miley.
Miley tersenyum. “hai, mana Justin?”

Baru saja ditanyakan, Justin sudah masuk kelas dengan wajah dinginnya itu. Justin pun duduk didepan kelas, disudut sebelah kanan. Kontras sekali dengan Nicole yang duduk dibelakang, disudut sebelah kiri.

“kau dan dia ada masalah?” tanya Miley.
Nicole hanya mengangkat bahu.

“kenapa laki-laki itu sebenarnya?” pikir Nicole.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk keponselnya.


From : justin
bkn urusanmu!



The Half Blood Vampire 30
oleh d'Bezt JD Author pada 28 Januari 2012 pukul 19:36


Saat dosen yang mengajar telah keluar, Nicole menahan Miley yang ingin bangkit dari duduknya. Miley menatap Nicole bingung.

“kita shoping yok?”
“maaf Nic, aku ada janji dengan temanku. Kenapa tidak dengan suamimu saja?” Miley melirik Justin yang telah keluar ruangan.
Nicole menggigit bibir bawahnya. “dia tidak bisa.”
Miley menatap Nicole tak percaya. “kau ada masalah dengannya?”
“sedikit. Ayolah, Miley. Aku tak ingin pulang bersamanya.” rengek Nicole.
“kenapa tidak coba kau selesaikan, dan malah kabur?” tuntut Miley.
“bagaimana ingin menyelesaikan masalah, kalau wajahnya dingin seperti itu.” gerutu Nicole pelan.
“apa?” tanya Miley.
“bukan apa-apa.”

sebuah pesan kembali masuk keponselnya.

From : Justin
aku beri kau waktu 10 menit untuk tiba parkiran. Terlambat 1 detik kau ku tinggal.

Mungkin saat ini ia belum bisa menyelesaikan masalahnya dengan Justin, tapi ia tak akan menambah masalah baru dengan datang terlambat.

“Miley, aku harus pulang. Justin sudah menungguku.” pamit Nicole lalu berlari keluar dari kelas.
Miley hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.

Nicole tiba diparkiran saat Justin akan masuk kedalam mobil. Nicole langsung masuk kemobil.
“hosh...hosh...” Nicole mengatur nafasnya yang tak beraturan karena berlari.
Justin tersenyum melihat Nicole yang telah masuk ke mobil. Ternyata wanita itu benar-benar mengikuti perintahnya. Ia pun ikut masuk dengan senyum yang sudah hilang. Dan Tanpa bicara pada Nicole, ia langsung melajukan mobilnya meninggalkan kampus.

Nicole menatap Justin takut-takut. “Justin?”
Justin hanya diam.
“Justin?” panggil Nicole lagi.
Justin tetap fokus pada jalanan didepannya.
“Justin!” Nicole menaikkan suaranya satu oktaf.
“aku dengar! Tak perlu berteriak seperti itu!” serang Justin balik.
Nicole langsung menelan ludah.

Terbuktikan? Awalnya dia memang membentak Justin, tapi satu detik saja keadaan langsung berubah.

“kenapa?” tanya Justin datar.
“aku ingin ke Mall. Ini kan masih siang. Kau Mau tidak?”
Tak ada jawaban dari Justin.

Nicole menghela nafas panjang. Dia sudah tau jawabannya. Justin tidak mau. Seharusnya ia tak perlu bertanya. Lebih baik pergi sendiri. Nicole mengarahkan pandangannya pada jendela, lalu mulai memejamkan matanya.
“bangunlah.”

Nicole membuka matanya perlahan saat mendengar suara Justin meski samar-samar. Ia mendapati dirinya masih didalam mobil. Ia memandang kedepan. Ada mobil. Ia mengedarkan pandangannya lebih luas. Ia merasa tengah berada diparkiran suatu Mall. Atau hanya dugaan?

“kita memang di Mall.” jawab Justin. “kau ingin ke Mall kan?”
Nicole memandang Justin takjub. Ia telah berburuk sangka pada Justin. Ternyata Justin mengabulkan permintaannya. Nicole telah menggerakkan tangannya untuk memeluk Justin, namun ia teringat reaksi Justin saat ia mencium laki-laki itu. Akhirnya ia menurunkan tangannya kembali.
“terima kasih.” ucap Nicole akhirnya, sambil tersenyum manis.
Justin hanya mengangkat bahu.

Nicole dan Justin pun berjalan beriringan melewati berbagai toko-toko.
“Justin, aku ingin beli highells yang disana.” tunjuk Nicole.
“bukannya kau sudah punya banyak dirumah?” Justin mengingatkan.
“tapi itu warnanya ungu kesukaanku.” ujar Nicole.
“untuk apa beli sepatu banyak-banyak? Memangnya kau memakainya sekaligus!”
Nicole tak membantah lagi.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Mereka berhenti ditoko baju yang juga menjual aksesoris.
Nicole berjalan menghampiri sudut tempat syal. Ada syal ungu yang membuatnya tertarik. Bahannya juga halus. Ia melirik Justin. Laki-laki itu tengah menatapnya.
“kau mau beli?” tanya Justin.
“tidak. Aku rasa, syal yang dirumah sudah cukup banyak. Lagi pula, musim gugur ini belum terlalu dingin.” tolak Nicole lalu beralih ketempat aksesoris. Ada sebuah kalung yang membuatnya tertarik. Tetap saja ia tak bisa membeli, tak perlu ditanyakan lagi. Justin akan melarangnya membeli kalung itu. Nicole kembali meletakkan kalung itu pada tempatnya.

Sudah hampir dua jam dia di Mall. Tapi belum ada satu barangpun yang dibelinya. Kalau dia pergi dengan Miley, bisa dipastikan. Saat ini dia sudah memiliki 5 kantong belanjaan.

“Justin, aku ingin pulang.” pinta Nicole.
“kau tak makan dulu?” tawar Justin.
Nicole menggeleng.
“tak ada yang ingin kau beli?”
“tidak.”

Nicole keluar dari mobil dengan lesu. Baru kali ini dia ke Mall, tapi tidak membeli apapun. Justin kembali pergi karena ada urusan.

Nicole menghempaskan dirinya ditempat tidur. Syal dan kalung tadi terus muncul di pelupuk matanya. Nicole menutup matanya, berusaha untuk tidur. Kalau dia tidak pergi bersama Justin, ia akan mendapatkan Syal dan kalung itu.

“kau benar-benar laki-laki yang tak punya perasaan!” pekik Nicole kesal

Sabtu, 16 Maret 2013

Re-Post "The Half Blood Vampire" - Part 11-20


The Half Blood Vampire 11
oleh d'Bezt JD Author pada 13 Januari 2012 pukul 18:59 ·


   "Dad tidak boleh melakukannya! Apa Dad tahu, Justin ini Vampire! Kenapa aku dijodohkan dengannya?!” bentak Nicole.

Semua orang menatap Nicole tak percaya.

“apa maksudmu?” Justin ikut bangkit dari duduknya. “jangan asal bicara!” bentak Justin.
“aku tidak asal bicara! Kalau kau dan seluruh keluargamu ini bukan vampire, kau tidak mungkin bisa membaca pikiranku! Skandar juga tidak mungkin bisa mendengar apa yang kau bisikan pada Cody, dan ayahmu juga tidak akan mengerti apa yang sedang kita bicarakan!” ucap Nicole panjang lebar. “jika kau bukan Vampire, kenapa aku bisa memimpikan hal yang sama beberapa hari, dalam mimpi itu kau mempunyai taring! Dan sebelum kesini kau juga memberikan pernyataan tersirat bahwa kau adalah Vampire!”

Mata Justin berubah menjadi kuning karena emosi.

“lihat! Matamu berubah warna! Apa manusia biasa bisa melakukan itu, hah?” tanya Nicole. “Dad, aku tidak mau dijodohkan dengan vampire seperti dia!”
“hei, jaga ucapanmu! Kau fikir, aku mau di jodohkan dengan manusia sepertimu?!” bentak Justin.

“hentikan!” lerai Jeremy sambil memukul meja makan, membuat semua benda diatasnya bergetar. “kalian berdua, duduklah.” suaranya melunak.

Justin dan Nicole pun kembali duduk dengan emosi yang sama-sama masih bergejolak. Mereka saling menatap dengan tatapan membunuh.

“kau pikir, aku takut dengan tatapanmu itu?!” pikir Nicole.

“lalu, kau pikir, aku peduli dengan semua ucapanmu itu?” tanya Justin.

Nicole menatap Justin semakin garang.

“kesialanku yang terbesar adalah ketika aku harus sekampus dengan vampire sepertimu!”

“kau tahu, aku belum pernah meminum darah manusia. Mungkin, kau bersedia menjadi kelinci percobaanku.” ucap Justin santai.

“aku bilang hentikan!” bentak Jeremy.

Justin dan Nicole langsung menunduk.

“apapun masalah diantara kalian, kalian akan tetap kami nikahkan.” ujar Mr. Chance.
“tapi Dad, aku kan sudah bilang, Justin dan....”
“semuanya kecuali Pattie.” potong Mr. Chance.
“maksud Dad?”
“Pattie manusia seperti kita. Sedangkan Jeremy adalah vampire murni, dan anak-anak mereka adalah vampire berdarah campuran.” jelas Mr. Chance.
“jadi, Dad sudah tahu?”
“harusnya, kami yang bertanya padamu. Dari mana kau tahu?” Mrs. Chance angkat bicara.
“mom juga tahu? Greyson?” Nicole menatap Greyson.
“aku tidak tahu, Nic.” ucap Greyson.
“jadi Nicole, sejak kapan kau tahu bahwa kami adalah Vampire?” tanya Skandar.
Nicole menatap Justin. “dia masuk kedalam mimpiku beberapa kali, dan disanalah ia menunjukkan kalau dia adalah Vampire.”
“mimpimu?” tanya Jeremy.
Nicole mengangguk.
Jeremy menatap Cody.

Nicole mengikuti arah pandang Jeremy. “kenapa dengan Cody?” tanya Nicole tak mengerti.
“dia yang masuk kemimpimu dan meniru rupa Justin.” ujar Jeremy.
“bab..bagaimana mungkin?”
“itu adalah kelebihannya.” sahut Jazzy yang dari tadi hanya diam. “kalau aku bisa merubah diri menjadi kabut.”
“jadi, sejak kapan Dad tahu kalau mereka adalah vampire?” Greyson berhati-hati saat mengucapkan kata Vampire.
“sejak awal bertemu.” ujar Mr. Chance. “Jeremy menyelamatkan Dad saat Dad akan di gigit oleh vampire lain. Karena itulah kami bersahabat.”
“Mom?” Greyson beralih pada Mrs. Chance.
“saat Mom sedang mengandungmu.”
“sebenarnya, makan siang ini untuk memberitahukan tentang perjodohan Nicole dan Justin.” ujar Jeremy. “dan, seharusnya, bukan hari kau dan Nicole mengetahui yang sebenarnya.”
“suka atau tidak suka, kau akan menikah dengan Nicole.” ujar Pattie.
Jaxon, Jazzy dan Wero bertepuk tangan heboh. “sebentar lagi, kalian akan punya adik.” ucap Wero pada Jayon dan Jazzy.
“diamlah!” bentak Justin kesal.
“kalian berdua akan menikah secepatnya, pada bulan ini.” ujar Mrs. Chance.
“kenapa tidak aku saja?” tawar Greyson. “kenapa tidak aku yang saja yang dijodohkan dengan... Wero misalnya?” Greyson memperbaiki kalimatnya.
Wero yang sadar namanya disebut hanya bisa menunduk malu, dengan wajah merah.
“maaf Grey. Perjanjiannya, anak perempuan dari Dad.” ucap Mr. Chance.
“mungkin, kau harus menunggu Wero lulus., baru boleh menikahinya?” goda Skandar.
Ruang makan itu kembali riuh.

Namun, Nicole hanya diam. Ia merasa dunianya berputar. Ia terlalu syok untuk menerima semua ini. Sekelas dengan vampire sudah cukup buruk. Sekarang, hidupnya akan semakin buruk karena harus menikah dengan vampire itu sendiri. Apa tak ada cobaan yang lebih ringan dari ini? Atau mungkin ada yang mau menyerahkan tiket menuju surga padanya, karena ia tak sanggup berada didunia ini.



The Half Blood Vampire 12
oleh d'Bezt JD Author pada 13 Januari 2012 pukul 18:59 ·




----



Nicole membuka matanya perlahan. Putih. Itu lah yang ia lihat pertama kali. Dengan nyawa yang belum seutuhnya sempurna, ia duduk di tempat tidur, lalu memandang keseliling.

Ia berada disebuah kamar. Namun, bukan kamar Greyson, apalagi kamarnya.

“lalu, ini kamar siapa?” pikir Nicole.

“kamarku!” teriak seseorang dari kamar mandi.

Nicole merasa pernah mendengar suara itu. Tapi dia lupa, dimana ia mendengarnya.


Ceklek!


Pintu kamar mandi terbuka. Keluar sosok laki-laki dengan rambut basah dan hanya mengenakan celana jeans panjang. Sosok yang sangat ia takutkan. Justin.



“AAAAAAARRGH!” Nicole berteriak sekuat tenaga.



Dalam satu kedipan mata, Justin sudah tiba di samping Nicole. Ia langsung membekap mulut perempuan itu.

“jangan berteriak! Jangan buat orang salah paham!” bentak Justin.
Nicole mengerang.
“kalau kau berteriak, maka kau akan berakhir di dalam peti mati!”
Nicole mengangguk lemah.
“gadis pintar.” Justin pun melepaskan bekapannya.



Nicole langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, dan bersandar pada sandaran tempat tidur.

“kau jangan berpikiran macam-macam.” ujar Justin sambil memilih baju yang akan dikenakannya. “aku tidak melakukan apapun padamu. Kemarin, saat tengah makan siang, kau pingsan, dan ternyata baru pagi ini kau siuman. Kalau kau tidak percaya pada ucapanku, kau boleh tanya pada kakakmu itu. Dia di kamar Skandar, tepat disebelah kamarku.” Justin menutup lemarinya, lalu berjalan kearah meja rias.
“lalu, kau tidur dimana?”
“aku tidak tidur.” ucap Justin sambil menyisir rambutnya.
“tidak mungkin.” batin Nicole.

Justin memutar tubuhnya kearah Nicole. “apanya yang tidak mungkin? Aku ini vampire berdarah campuran. Pada siang hari aku menjadi manusia, sedangkan malam hari aku menjadi vampire.”
“apa buktinya kalau kau tidak menyentuhku?” tanya Nicole.
“kau bisa tanyakan pada semua orang yang ada dirumah ini.”
“bagaimana kalau kalian bersekongkol?”
“perlu kau ketahui, kalau pun nanti kita sudah menikah, aku tak akan menyentuhmu!” Justin pun membanting pintu kamar sangat keras.

“dasar sombong!” batin Nicole.

“aku dengar yang kau ucapkan.” teriak Justin.

Nicole mendengus. “dasar laki-laki sombong! Jadi vampire saja sudah sombong, apalagi dia benar-benar manusia!” gerutu Nicole.

“Justin memang begitu.” ujar seseorang di depan pintu kamar.

Dari suaranya, ia tahu kalau itu adalah Skandar.

Tiba-tiba ia teringat kata-kata Justin. Walaupun mereka sudah menikah, Justin tidak akan menyentuhnya. Berarti, perjodohan konyol itu bukan salah satu dari mimpi buruknya.

Pintu kembali terbuka, masuklah Justin. Ia berjalan menuju meja belajar tanpa menatap Nicole.
“sedang apa dia?” pikir Nicole.
Justin hanya diam dan terus memasukan beberapa buku kedalam tas. Nicole mengerutkan keningnya. Justin menatapnya.
“cepatlah turun. Kita akan sarapan.” ujar Justin sambil berjalan menuju pintu.
“Tunggu!” cegah Nicole saat Justin akan menutup pintu.
Justin menatap Nicole bingung. “kenapa?”
“kau bukan Justin. Kau Cody.” ucap Nicole.
Cody kembali ke wujudnya semula sambil tertawa. “bagaimana kau bisa tahu?”
“kau tak bisa membaca pikiran.” ucap Nicole.
“bagaimana dengan ini?” Cody merubah dirinya, menyerupai Nicole.
“hei! dadaku tak sebesar itu!” ujar Nicole kesal.
Cody kembali pada dirinya. “aku tak bisa sempurna meniru orang lain. Karena pada dasarnya, manusia itu di ciptakan oleh Tuhan. Dan sebagai ciptaan Tuhan, aku tak bisa meniru karya-Nya.”
Nicole mengangguk mengerti.
“ayo, Justin bisa marah kalau aku lama membawakan tasnya.”
“kau mau disuruh-suruh olehnya?” tanya Nicole tak percaya.
“bukan. Ini resiko karena aku kalah taruhan tadi malam.”
“taruhan tadi malam?”
“kami bertaruh, siapa yang.....”
“bukan urusanmu!” potong Justin yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka berdua. “Cody, jangan kau jawab lagi pertanyaan yang dia ajukan!”
Cody mengangguk pasrah.



The Half Blood Vampire 13
oleh d'Bezt JD Author pada 14 Januari 2012 pukul 20:05 ·



Nicole melangkahkan kakinya di pelataran kampus dengan malas.

Hari ini dia bolos satu mata kuliah, karena tragedi pingsannya ia dirumah Justin itu. Ketika Justin berangkat kuliah, dia malah baru menuju rumah. Dan tiba dirumah, ia kembali di ceramahi tentang perjodohannya dengan Justin oleh Mrs. Chance. Dan ketika tiba dikampus, Miley memberitahunya, bahwa mata kuliah pertama di hari itu sudah berakhir. Benar-benar menyebalkan!

Di ujung lorong ia melihat Miley tengah melambaikan tangan padanya. Dengan malas ia membalasnya.
“ayo, kita bisa terlambat pada mata kuliah berikutnya, kalau tak bergegas.” Ucap Miley.
Tanpa mendapat persetujuan dari Nicole, Miley langsung menarik tangan perempuan itu menuju kelas berikutnya.

Mereka berpapasan dengan sang dosen ketika akan masuk kelas. Dosen itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Nicole dan Miley terpaksa memisahkan diri karena bangku yang kosong itu tidak berdekatan. Dan naas, Nicole duduk bersebelahan dengan Justin.

“hari yang sangat buruk!” gerutu Nicole dalam hati.

Ia menatap kearah Justin. Laki-laki itu seolah tak mendengar ucapan batinnya.
Dia menekankan dalam hatinya. “Justin bodoh!”

Tetap saja tak ada reaksi dari Justin. Laki-laki itu terus mencatat penuturan dari dosen. Nicole menjentikan jarinya tanda mengerti. Yang disampingnya ini bukan Justin, tapi Cody.
Nicole merobek selembar kertas dari bukunya, lalu mulai menulis.

“kau Cody kan?”

Ia melempar kertas itu ke meja Justin alias Cody. Cody menatapnya lalu tersenyum dan mengangguk.
“kemana Justin?” bisik Nicole.
Bukannya apa-apa, ia merasa jauh lebih baik jika tidak berdekatan dengan Justin. Jika didekat laki-laki itu, ia merasa tertekan, karena takut akan jadi mangsa.
Cody menulis sesuatu dikertas tadi. Setelah selesai, ia menyerahkan kertas itu pada Nicole tanpa sepengetahuan dosen.
“dia sedang ujian dikelasku. Dia menggantikanku. Karena aku tak mengerti mata kuliah yang itu. Jadi, aku menggantikannya disini.”
Alis Nicole bertaut. “memangnya, dia juga bisa berubah jadi orang lain?”
Cody menggeleng. “aku mengerahkan sedikit kekuatanku padanya agar bisa melakukan itu. Tapi biasanya, hanya bisa bertahan 20 menit.”
Nicole mengangguk ragu. “memangnya dia bisa mengerjakan seluruh dalam waktu sesingkat itu?”
Cody tertawa pelan. “kau tahu, dia yang paling pintar dikeluarga kami.”
“Mr. Bieber dan Miss Chance, ada apa?” tanya Dosen.
Nicole terkesiap. “bukan apa-apa.”
Dosen itu menurunkan kacamatanya, menatap Nicole curiga.
“dia mau meminjam catatanku pada mata kuliah pertama. Karena saat itu dia tak masuk.” ujar Justin alias Cody.
“sebaiknya, itu didiskusikan nanti saja.”
Cody dan Nicole mengangguk patuh.
“maaf sir, saya permisi ketoilet.” Cody bangkit dari duduknya.
Dosen mengangguk. “jangan terlalu lama.”

Belum sampai lima menit, Justin alias Cody kembali masuk kekelas. Nicole merasa bulu kuduknya tiba-tiba berdiri. Ia menggelengkan kepalanya, lalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh Dosen.

“Cody!” panggil Nicole pelan.

Ia tak tahu jawaban dari soal-soal ini, apa yang akan dikumpulkannya nanti? Makanya dia memanggil Cody.
Lima kali panggilan, tetap saja Cody tak menyahut. Dengan kesal, Nicole kembali berkutat dengan soal-soal dihadapannya.

“dia itu kenapa? Dipanggil tidak menoleh.” pikir Nicole.

Sebuah gulungan kertas mampir dimejanya. Ia pun membukanya.

“tentu saja aku tidak menoleh! Namaku Justin, tapi kau memanggilku Cody! Wanita aneh!”

Glek! Nicole menelan ludah. Jadi disampingnya ini adalah Justin. Pantas saja, ia merasa aura disekitarnya tiba-tiba berubah.
Tanpa membalas kertas itu, Nicole kembali melanjutkan aktivitasnya. Menatapi soal-soal dihadapanya sambil menunggu keajaiban, sehingga ia bisa menjawab soal-soal itu.

Dari sudut matanya, ia dapat melihat Justin bangkit dari duduknya. Lalu berjalan kedepan kelas dan memberikan selembar kertas pada dosen, ia pun keluar.

Nicole mendesah. Saat ia akan meletakan kepalanya dimeja, ia mendapat sebuah gulungan kertas lain diatas mejanya itu. Dengan penasaran, Nicole membuka gulungan kertas itu.
Gulungan kertas itu berisi jawaban atas soal-soal itu. Dari tulisan, ia tahu kalau gulungan kertas itu berasal dari Justin.

“np. Jangan salah paham! Aku melakukannya karena terpaksa. Setelah punyamu selesai, temui aku di lorong perpustakaan! Awas kalau kau tidak datang!”

“tentu saja aku tidak akan datang!” gumam Nicole.

Tiba-tiba ia merasa hembusan nafas di sekitar lehernya, membuat tubuhnya menggigil.

“kau tidak bisa membohongiku. Kau tahu? Aku bisa menghilang. Jadi jangan harap bisa terlepas begitu saja dariku.” bisik suara itu. Suara Justin.
Mau tak mau Nicole mengangguk. Ia sudah terperangkap!



The Half Blood Vampire 14
oleh d'Bezt JD Author pada 14 Januari 2012 pukul 21:24 ·



Dengan langkah perlahan, Nicole berjalan menuju perpustakaan yang berada di lantai tiga. Ia semakin takut saat akan tiba di lantai tiga. Selama perjalanan, ia merara ada yang mengikutinya. Namun, saat ia menoleh kebelakang, tak ada siapapun. Ia yakin itu adalah Justin.

Ia pun tiba dilorong perpustakaan. Namun, tak ada seorangpun disana. Perpustakaan pun tutup. Nicole terus mondar mandir sambil menunggu Justin.

Sudah lebih 20 menit, namun Justin tak juga muncul. Kakinya mulai pegal, namun ia malas untuk duduk. Ia mulai berpikir kalau Justin hanya mengerjainya.

Nicole mendesah. Seandainya disini ada Cody, mungkin ia tak akan sebosan ini. Walaupun Cody itu juga manusia setengah vampire seperti Justin, tapi ia tak merasa ketakutan saat bersama Cody. Ia menganggap Cody itu manusia, sama sepertinya.

Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dari Miley.

“ya?” ucapnya sambil duduk dibangku panjang, lorong.
“kau dimana?” tanya Miley diseberang.
“kenapa?” Nicole balik bertanya.
“em, aku ingin mengajakmu makan siang bersama. Bagaimana?”
“maaf Miley. Aku ada janji dengan seseorang.”
“oh begitu.” suara Miley terdengar kecewa. “ya sudah. Bye.”

Nicole menyimpan ponselnya di saku roknya. Ia menguap, dan tanpa sadar, ia tertidur.

Sebenarnya, Justin sudah ada dilorong itu. Ia datang bersama Nicole, karena ia mengikuti wanita itu. Ia membuat dirinya tak tertelihat, sehingga Nicole tidak menyadari keberadaannya.
Ia sengaja tidak langsung muncul, karena ia ingin mengetes wanita itu. Sampai kapan wanita itu akan bertahan. Sampai saat ini, dia sudah cukup kagum pada Nicole, karena sudah bertahan selama 30 menit.
Dering ponselnya membuat Nicole terbangun dari tidur sesaatnya. Ia segera merogoh saku roknya. Telfon dari Mrs. Chance.

“yeah Mom?”
“kau dimana?” tanya Mrs. Chance lembut.
“aku di kampus, kenapa?”
“apa kau sudah bertemu Justin?”
“be... Sudah. Dia sedang berjalan kearahku.” jawab Nicole saat melihat Justin sedang berjalan kearahnya.
“baguslah. Ikuti kata-katanya. Oke?”
“baik Mom.”

Nicole kembali menyimpan ponselnya, lalu mendongakkan kepalanya menatap Justin. Justin memang lebih tinggi darinya. Ia hanya sebatas dagu Justin.
“kenapa kau baru datang?” tanya Nicole halus.
Ia tak berani membentak Justin disaat seperti ini. Jika ia melakukannya, itu sama saja minta dikirimkan kesurga secepatnya. Dengan kata kasarnya adalah DIE!
“ada urusan.” ujar Justin dingin. “ayo, ikut denganku.”
“bb..bagaimana dengan mobilku?”
“kita akan pergi dengan mobilmu.”
“lalu mobilmu?”
“bukankah Mrs. Chance menyuruhmu untuk mengikuti kata-kataku, bukan mengintrogasiku?” tanya Justin dengan wajah dinginnya.
Nicole tak berkutik lagi.

Ia pun berjalan dibelakang Justin. Tak berani untuk sekedar berjalan disamping laki-laki itu.


---


“aku minta cincin pernikahan.” pinta Justin, tetap tanpa senyum.

Saat itu mereka tengah berada di toko perhiasan untuk membeli sepasang cincin untuk pernikahan mereka. Sedangkan Nicole berada sedikit jauh dari Justin, ia sedang melihat kalung.

“yang ini saja.” ujar Justin tanpa berdiskusi dengan Nicole.

Justjin menunjuk cincin, emas putih dengan permata putih, namun didalamnya ada bongkahan pertama yang lebih kecil berwarna ungu.

“silahkan dicoba nona.”
Nicole memasukan cincin itu di jari manis tangan kanannya. Baru saja ia akan memperhatikan cincin itu, Justin langsung menarik cincin itu.
“bungkus yang ini.” ujar Justin.
Nicole menatap Justin kesal.
“apa?” tanya Justin garang.
Mendengar suara Justin, nyalinya langsung ciut. “bukan apa-apa.”
Setelah dari toko itu, mereka menuju butik Pattie yang berada ditengah kota New York.

“akhirnya kalian datang juga.” sambut Pattie senang.
Nicole tersenyum tipis, sedangkan Justin tetap dengan wajah datarnya.
“mari kutunjukan gaun pengantinmu.” Pattie mengajaknya kesebuah ruangan, sedang Justin tetap menunggu di depan.
15 menit kemudian, Nicole keluar dari ruangan itu, menghampiri Justin.
“Justin, bagaimana calon istrimu?” tanya Pattie.
Justin mengangkat kepalanya dari majalah. “cantik.”
Tentu saja hal itu membuat Nicole tersenyum.
“maksudku, gaunnya.”
Nicole memakai gaun berwarna putih gading, dengan bahu terbuka dan belahan dada yang sedikit renda, sangat panjang hingga menutupi mata kakinya.

“Justin!” bentak Pattie.
“jujur, aku suka melihat Nicole memakai gaun seperti itu.” ujar Justin. “lebih memudahkanku untuk mengisap darah dilehernya.” sambungnya.
Nicole hanya bisa menatap Justin dengan wajah kesal. Kemudian, seperti mendapat kekuatan, ia mengambil gelas yang masih berisi minuman lalu menumpahkan air berwarna itu pada wajah Justin. “rasakan itu!”



The Half Blood Vampire 15
oleh d'Bezt JD Author pada 15 Januari 2012 pukul 15:30 ·



Dengan sedikit gemetaran, Nicole berjalan menuju Altar didampingi oleh ayahnya Mr. Chance. Yang datang cukup banyak. Mengingat Pattie termasuk perancang busana yang terkenal di New York. Banyak juga wartawan dari berbagai stasiun televisi yang meliput pernikahan mereka. Belum lagi, teman bisnis Mr. Chance yang juga diundang, membuat gereja yang berada di pusat kota NY itu semakin ramai.

Akhirnya, Nicole tiba disamping Justin yang terlihat gagah dengan tuxedo putihnya dan kemeja ungu didalamnya.

“kehidupan menyedihkan pun dimulai.” batin Nicole.

“aauw!” Nicole meringis karena punggung kakinya sengaja di injak Justin. “kau akan mendapat balasan nanti!” desis Nicole.
“akan ku tunggu.” ujar Justin tenang.

Acara Pernikahan mereka pun dimulai.

“ya, aku bersedia.” ucap Nicole dengan suara tercekat.Sudut-sudut matanya mulai basah karena air mata.

Entah kenapa, ia tiba-tiba saja teringat pada mantan kekasihnya, Zayn Malik yang sedang di Paris. Mereka putus bukan karena ada masalah, tapi karena saat itu Zayn harus pergi ke Paris untuk melanjutkan studynya. Bahkan, dia yang memutuskan Zayn dengan alasan tak bisa berhubungan jarak jauh. Jujur saja, ia masih punya perasaan pada Zayn, dan menyesal memutuskan Zayn. Kalau saja dia melanjutkan hubungannya, pasti pernikahan ini tak akan terjadi.

“silahkan pasangkan cincin ini dijari istrimu.”

Mereka pun berhadapan. Justin memasangkan cincin yang ia beli beberapa hari yang lalu ke jari Nicole, dan Nicole juga memasangkan cincin di jari Justin tanpa menatap laki-laki itu.

“dan terakhir, berikan ciuman kasih yang di berkati Tuhan pada istrimu.”

Justin membuka cadar pengantin yang menutupi sebagian wajah Nicole. Ia mengangkat dagu Nicole agar wanita itu menatapnya. Ia dapat melihat air mata di sudut mata Nicole. Entah air mata apa itu. Bahagiakah? Atau sebaliknya.

Perlahan Justin mendekatkan wajahnya kewajah Nicole yang dilapisi make up tipis. Ia mencium bibir wanita itu lembut. Menikmati setiap incinya. Ia menggigit kecil bibir bawah Nicole, agar wanita itu membuka mulutnya, namun ia merasa wajahnya basah. Ia membuka matanya sedikit, dan mendapati air mata Nicole yang mengalir mengikuti lekuk wajah wanita itu. Justin pun mengakhiri ciuman itu. Tak lama kemudian, terdengar suara riuh tepuk tangan dari para tamu.



---



Mereka pun keluar dari gereja, dan disambut oleh kilatan kamera para wartawan. Setelah wawancara sebentar, Keluarga Justin dan Keluarga Nicole pun menuju rumah Nicole, tempat resepsi diadakan.

Setelah tiba dirumah, Nicole langsung menuju kamarnya untuk mengganti gaun pengantinnya dengan gaun yang lain yang sudah di siapkan Pattie.

Baru saja akan membuka gaunnya, Justin sudah masuk kekamar itu tanpa mengetuk. Tanpa menatap Justin yang sedang di rebahan kasurnya, Nicole kembali keluar menuju kamar Greyson. Sebelum memakai gaun yang baru, Nicole membasuh wajahnya karena jelas terlihat ia habis menangis.

Setelah memakai gaun baru dan merias wajahnya, ia kembali keluar dari kamar. Ia dikejutkan oleh Justin yang berdiri di sebelah pintu.

“di depan ada temanmu.” ujar Justin datar.

Nicole tersentak. Miley dan Selena. Ia memang tak memberi kabar pada Miley dan Selena tentang pernikahannya.
Dengan Justin disampingnya, Nicole menemui Miley dan Selena.

“ya ampun Nic, kau cantik sekali!” puji Miley.
Nicole tersenyum tipis. “terima kasih.”
“sebaiknya, aku bergabung mereka.” ujar Justin lembut, sambil menunjuk Greyson, Skandar dan Cody.
Nicole mencoba tersenyum lalu mengangguk.
“dia pandai berakting.” batin Nicole.

Sesaat ia melihat ke balik punggung Miley. Justin tengah menatapnya tajam. Justin pasti mendengarnya.
“ternyata, ucapannya tak sedingin wajahnya itu.” ucap Selena.
“aku juga berpikir begitu.” ujar Miley. “sikapnya begitu manis padamu.”
Nicole tersenyum tipis. “dia memang begitu, kelihatannya saja dingin.”
“jadi, bagaimana kalian bisa menikah?”

Nicole tak boleh mengatakan pada siapapun kalau mereka menikah karena perjodohan. Mereka telah merangkai sebuah cerita untuk pertanyaan seperti itu.

“tentu saja bisa.” Ujar Nicole yakin. “kami itu sahabat lama. Kami sudah bersahabat sejak kecil, jadi bisa dibilang, cinta masa kecil kami berkembang.”
“kau dan dia saling mencintai?” tanya Selena tak yakin.
“bukannya dulu, kau begitu takut padanya?”
“memang, itu sebelum aku tahu kalau dia adalah sahabat masa kecilku. Waktu akan masuk Jhs kami berpisah karena Justin harus pergi ke London, ikut ibunya.”
“bagaimana cintamu dengan Zayn?” tanya Miley.
Nicole tak punya kekuatan untuk menjawab. Ia merasa, matanya kembali memanas.

Tiba-tiba si kecil Jazzy datang menghampirinya dengan berlinang air mata.
“gadis manis, kau kenapa menangis?” tanya Nicole lembut.
Jazzy mengadu kalau Cody, Justin dan Skandar melarangnya memakan kue bertingkat itu. Kue pengantinnya.
Nicole mempunyai alasan untuk kabur dari pertanyaan Miley.
“wah, dia manis sekali.” puji Miley.

Yes!



The Half Blood Vampire 16
oleh d'Bezt JD Author pada 16 Januari 2012 pukul 22:22 ·



Sebelum jam 6 sore, pesta itu sudah berakhir, tinggallah keluarga Justin dan Keluarga Nicole.
“jadilah istri yang baik.” ucap Mrs. Chance sebelum Nicole masuk ke mobil.
Nicole mendesah. “ayolah Mom. Jangan ingatkan aku tentang hal itu.” ujar Nicole jengkel. “lagi pula, apa yang bisa dilakukan gadis 18 tahun? Harusnya saat ini aku sedang duduk di Cafe dengan teman-temanku, bukan melakukan pernikahan.” sambung Nicole.
“Nicole. Jangan sampai suamimu mendengarnya!” bentak Mr. Chance pelan.
Nicole merengut.
“ya ampun! Sweety ku sudah menikah, selamat ya?” ucap Greyson.
“jangan ingatkan aku tentang pernikahan ini!”
Greyson tertawa. “seperti kata Mom, jadilah istri yang baik. Jangan lupakan aku ya!”
“hei, aku hanya pindah rumah, dan masih di NY. Ucapanmu seperti mengatakan kalau aku akan pindah ke negara lain.”
“sudahlah. Lebih baik, kau masuk kemobil. Justin sudah terlalu lama menunggumu.” ucap Mr. Chance.

Nicole pun masuk kemobil setelah berpelukan dengan Mr. dan Mrs. Chance dan tentu saja, kakak kesayangannya, Greyson. Ia duduk disamping Justin yang duduk dibelakang kemudi. Mereka pun mulai meninggalkan rumah.

Nicole mendesah, karena bosan. Justin tak mengajaknya bicara. Menghidupkan musik pun tidak. Akhirnya, Nicole mengalihkan pandangannya kejendela disampingnya, lalu mulai memejamkan mata.

“sudah sampai.” ujar Justin datar.
Namun tak ada jawaban dari Nicole.
“hei, kita sudah dirumah.” justin sedikit meninggikan suaranya.
Nicole bergeming.
“hei, kau tidur?” tanya Justin.
Nicole tetap saja diam.
Perlahan, Justin memegang dagu agar wajah Nicole mengadap kearahnya. Benar. Wanita itu tertidur. Namun, ada sisa air mata dikedua pipi Nicole yang berlapis make up itu.

Justin mendesah, lalu keluar dari mobil. Ia pun menuju pintu mobil disisi Nicole untuk mengeluarkan wanita itu. Justin menyelipkan tangannya di bawah lutut Nicole, sedang tangan satu lagi di punggung wanita itu.

Setelah mendapatkan posisi yang pas, Justin mengangkat tubuh Nicole keluar dari mobil, menutup pintu mobil tersebut dengan kakinya. Dengan langkah pasti, ia masuk kerumah. Sebenarnya, ia bisa saja menggunakan kecepatannya, namun ia takut Nicole yang berada dalam gendongannya terbangun.

Diruang tengah sudah berkumpul seluruh keluarganya. Mereka semua sedang bermain monopoli. Dimana Pattie bertugas sebagai bank, dibantu oleh sikembar Jaxon dan Jazzy.

Saat ia masuk, semua mata langsung menatapnya dengan tatapan menggoda.

“wah, pengantin baru, baru tiba.” goda Skandar.
“diamlah!” sungut Justin.
“apa nanti malam kau akan tetap keluar?” tanya Wero. Lagi-lagi menggodanya.
“tentu saja! Kau berharap aku tidak keluar, begitu?”
“mungkin, kau akan bersenang-senang dengan istrimu.” ucap Cody membuat yang lain tertawa, tentu saja tidak dengan Jaxon dan Jazzy.
Justin menatap Cody tajam.
“hentikan!” lerai Pattie. “lihat Nicole, dia sangat kelelahan. Cepat bawa ke kamar.”

Justin pun menidurkan Nicole dikasurnya. Dirumah ini memang tidak ada kamar lagi. Sebenarnya ada dua kamar tamu, tapi sudah lama tak dibersihkan. Ia tak mungkin menidurkan Nicole disana. Jeremy dan Pattie pasti akan memarahinya habis-habisan jika itu sampai terjadi.


---


Nicole membuka matanya perlahan. Ia mendapati dirinya tengah tertidur atas tempat tidur. Padahal seingatnya, ia tadi didalam mobil bersama Justin.

“oh ya, dimana laki-laki itu?” pikir Nicole.

Nicole pun duduk di tempat tidur lalu mengedarkan pandangannya mencari Justin. Namun tak ada kehidupan lain dikamar itu selain dirinya. Matanya melebar saat melihat jendela terbuka.

“Justin?” panggil Nicole.

Tak ada jawaban.

“ada apa?” tanya Justin yang tiba-tiba duduk dipinggir jendela.
Nicole terlonjak kaget. “kau dari mana?”
“hutan dibelakang.” ujar Justin datar. “kenapa kau memanggilku?”
“kau mendengar suaraku? Bukannya hutan itu agak jauh?” tanya Nicole bingung.
“kau periksa lehermu. Disana ada kalung. Saat kau menyebut namaku, kalung itu langsung bereaksi. Jadi, jangan sampai hilang.”
Nicole menatap kalung itu. Unik. “kau akan kemana?”
“mencari makan. Kau tahukan, aku ini Vampire?”
Baru saja akan membantah, Justin sudah hilang.



The Half Blood Vampire 17
oleh d'Bezt JD Author pada 18 Januari 2012 pukul 15:13 ·



Nicole merasa tubuhnya berguncang pelan. Namun ia tetap tak peduli, ia kembali melanjutkan tidurnya. Sebelum itu, dia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

“tukang tidur!” geram Justin.
Dengan sentakan keras, Justin menarik selimut yang menutupi tubuh Nicole. Ia melempar selimut itu kelantai, agar wanita itu tidak melanjutkan tidurnya.

“bangun!” bentak Justin kesal.
Nicole mengerang pelan. “lima menit lagi ya Grey.”
“aku Justin! Bukan kakakmu!”
Nicole tertawa dengan mata yang masih terpejam. “ah, jangan sebut laki-laki menyebalkan itu didepanku!”
Justin semakin emosi. “kau yang menyebalkan!”
Nicole tak mengacuhkan bentakan itu, ia mengambil guling lalu menutup telinganya dengan guling itu. Hal itu membuat Justin semakin kesal. Jam sudah menunjukkan pukul 9.15, padahal jam 10 nanti mereka ada kuliah.

“NICOLE! CEPAT BANGUN!” Justin kehilangan kendali.

Teriakan Justin berhasil menyeret Nicole keluar dari alam mimpinya. Dengan gerakan cepat, ia terduduk ditempat tidurnya.

“Grey, aku masih mengantuk. Kau tahu, tadi malam aku bermimpi menikah dengan Justin. Benar-benar mimpi buruk.” oceh Nicole dengan mata yang masih terpejam.
“kau pikir, menikah denganmu itu adalah mimpi indah?” tanya Justin sengit.
Nicole langsung membuka matanya. Ia mendapati Justin tengah berdiri disisi tempat tidurnya dengan wajah yang sangat menyeramkan. “kau... Bagaimana bisa...” Nicole menunjuk pintu kamar dan Justin bergantian.
“ini kamarku, bukan kamarmu! Dan satu lagi, menikah dengammu adalah sebuah kutukan!” ujar Justin emosi. Matanya sudah berubah menjadi kuning semenjak Nicole menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Nicole langsung dilanda ketakutan saat melihat tepat dikedua manik mata Justin. “Justin, kau membuatku takut.” ujar Nicole lirih, dengan kepala menunduk.
“kau yang membuatku seperti ini! Jadi salahkan dirimu sendiri! Kenapa membuatku emosi!” cetus Justin sambil menunjuk-nunjuk Nicole dengan geram.
“ak...aku minta maaf.”
Justin menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia melakukannya berkali- kali agar emosinya cepat menguap, sehingga matanya kembali normal.
“oke. Sekarang, pergilah mandi. Aku menunggumu diruang makan.” ujar Justin datar.

Nicole segera masuk kekamar mandi setelah Justin keluar dari kamar. Setelah memakai pakaian, ia memasukan buku kuliahnya dengan buru-buru karena jam sudah menunjukan pukul 9.40. Sedangkan mata kuliahnya jam 10.

Sambil membawa tas Justin, ia turun kebawah. Ia mendapati Justin sedang memasukan sesuatu kedalam kotak bekal.

“baguslah kalau kau sudah turun. Kalau kau terlambat satu detik saja, aku benar-benar akan menggigitmu!”
Nicole tersenyum kecut. “ini tasmu.”
“terima kasih. Dan ini sarapanmu.” ujar Justin dengan suara datarnya seperti biasa, sambil menyerahkan kotak bekal pada Nicole.
“terima kasih.” Nicole tersenyum lebar.
Justin menyeret Nicole keluar, tanpa mempedulikan ucapan terima kasih Nicole.

Nicole duduk disamping Justin yang sedang mengendarai mobil. Ia asyik bermain dengan I-phone nya.

“aku memberimu kotak bekal, karena kau tak bisa sarapan dirumah.” Justin memecah keheningan.
“ng?” Nicole tak mengerti.
“cepat habiskan sarapanmu!” Justin lagi-lagi membentak.
Nicole tersentak.Ia segera membuka kotak bekalnya. Didalamnya ada dua potong sandwich isi daging.

“itu daging sapi. Bukan buruanku dihutan.” ujar Justin.
“bukan itu maksudku. Kau yang membuatnya?”
“memangnya siapa lagi?” Justin balik bertanya. Tetap saja suaranya itu tidak bersahabat.
“tadi, kenapa rumahmu sepi?”
“semua orang pergi. Dad dan Mom ke Butik, semua saudaraku kesekolah.”
“minumlah.” ucap Justin memberikan sebotol minuman. Berwarna merah.
“darah?”
“jus stroberi, bodoh!” maki Justin kesal. “sekali lagi kau berpikir negatif, aku benar-benar akan melakukan apa yang kau pikirkan!”
“jangan mengancamku!” sungut Nicole.
Justin mendengus. “cepat turun! Kita sudah sampai.”
Benar. Mereka sudah diparkiran. “tapi, sandwich ku belum habis.” ujar Nicole dengan wajah memelas.
Justin menatap Nicole tajam. “kau ingin ku tinggal di dalam mobil?”
“tidak. Tapi aku belum...”
“oke. Itu pilihanmu. Bye.” potong Justin.
“tunggu!” cegah Nicole saat Justin akan membuka pintu mobil. “baiklah. Sekarang kita kekelas.”



The Half Blood Vampire 18
oleh d'Bezt JD Author pada 18 Januari 2012 pukul 18:16 ·



Nicole dan Justin berjalan beriringan dilorong kampus. Hanya beriringan. Tanpa bergandengan tangan, saling merangkul atau hal-hal yang semacamnya. Semua mata tertuju pada mereka walaupun tak secara langsung. Pesta pernikahan mereka memang sudah tersebar hingga pelosok kota NY, karena Pattie dan Mr. Chance cukup terkenal di kota tersebut.

Wajah mereka terlihat biasa saja, tidak menunjukan kalau mereka baru melangsungkan pernikahan kemarin. Mereka lebih terlihat seperti seorang teman dibandingkan suami istri.

“maaf.” ujar Nicole saat tak sengaja menabrak seseorang.

Justin melirik kebelakang, wanita itu beberapa langkah dibelakangnya. Justin menghela nafas. Ia melirik jam tangan. 5 menit lagi mata kuliah akan dimulai. Justin menghampiri Nicole, menggenggam tangan wanita itu dan menariknya menuju tangga.

“cara berjalanmu sangat buruk dan lamban!” cetus Justin.
Nicole hanya menunduk. “aku kan wanita.”
“alasan kuno!” Justin semakin kesal. “sekarang, peluk aku.”
Nicole mengangkat sebelah alisnya. “kenapa?”
Justin menghujam mata Nicole dengan mata hazelnya yang tajam.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Nicole memeluk Justin dari samping.
“sebaiknya, tutup matamu.”

Nicole kembali mengikuti kata-kata Justin. Ia memejamkan matanya rapat-rapat. Tak lama kemudian ia merasa dirinya terbang. Bukan. Tapi melayang beberapa senti dari tempatnya berpijak. Nicole memberanikan dirinya untuk membuka mata. Dan apa yang ia lihat? Ia mendapati dirinya beberapa meter dari pintu kelas, yang berada dilantai tiga.

“kenapa bisa tiba disini?” tanya Nicole.
“cepatlah. Sebentar lagi Mr. Leo akan tiba.” Justin mengabaikan pertanyaan Nicole. “ayo.”
Dengan sedikit gugup, Nicole melangkahkan kakinya menuju kelas. Kelas yang semula heboh langsung sunyi saat melihat Nicole dan Justin diambang pintu.

“hai.” sapa Nicole canggung.
Ia pun menuju bangku kosong disamping Miley. Sedangkan Justin duduk di paling depan karena itulah bangku kosong yang tersisa.
“pengantin baru kita.” goda Miley pelan.
“diamlah!” ujar Nicole kesal.
“kalian sudah 'melakukannya' belum?”
pertanyaan Miley itu membuat wajah Nicole merah padam. Kesal campur malu. “sekali lagi kau menggodaku, kau....”
“diamlah Nic. Apa kau tak melihat Mr. Leo sudah masuk.” seseorang memotong ucapan Nicole.
Nicole langsung memutar kepalanya menatap orang tersebut. Justin. “kenapa kau bisa duduk disini?” dari nada bicaranya, terlihat sekali kalau Nicole tak menginginkan Justin duduk disampingnya.
“memangnya tidak boleh?” tanya Justin dengan suara lembut.

“berhentilah berakting!” batin Nicole kesal.

Miley tertawa pelan mendengar percakapan Nicole dan Justin.

“aku memang harus berakting.” ucap Justin pelan.


---


mata kuliah mereka berakhir ketika jam menunjukkan pukul 11.30. Setelah itu mereka bisa pulang karena mata kuliah untuk hari itu memang hanya satu.
Nicole keluar dari kelas bersama Miley dan tentu saja Justin.

“setelah ini kau akan kemana?” tanya Miley saat mereka -Miley, Nicole, Justin- sedang didalam lift.
“bagaimana kalau ke Mall?” saran Nicole semangat.
“aku tergantung padamu saja. Tapi kau harus menanyakannya dulu pada Justin. Dia kan suamimu.” ujar Miley.
Nicole menatap Justin. “bagaimana Just?”
“kau boleh pergi, tapi maaf aku tak bisa menemanimu. Aku harus ke butik mom.”
“kau memang tak seharusnya menemaniku.” batin Nicole jengkel.

Justin berdeham.
“baik. Aku akan menghubungi Selena.” ucap Miley saat mereka telah berjalan dikoridor. “permisi sebentar.” Miley sedikit menjauh dari Justin dan Nicole.
“kau, jangan berkata seenak hatimu! Kau pikir aku mau menemanimu?!” tanya Justin kesal.
“mungkin saja.” sahut Nicole pelan.
“jangan bermimpi!” cetus Justin. “dan jangan berharap, aku akan menjemputmu kalau kau pulang lebih dari jam 6!”
“memangnya kenapa?”
“kalau aku tetap berdekatan denganmu setelah jam 6, mungkin aku akan mengisap darahmu!”
“jangan mengancamku!”
“aku bicara kenyataan!” ujar Justin. “kau tahu kan, aku ini Vam...”
“Nic, Selena akan ikut bersama kita!” Miley tiba-tiba datang.
Justin mengubah sikapnya menjadi lebih rileks. “ya sudah. Aku pergi kalau begitu. Bye.” Justin berlalu sambil melambaikan tangan.
Miley menatap kepergian Justin dengan kening berkerut. “hanya itu?”
“maksudmu?” tanya Nicole tak mengerti.
“dia hanya berkata seperti itu? Tidak menciummu sama sekali? Kalian kan sudah menikah.”
“tapi ini lingkungan kampus, Miley.” Nicole berkelit.
“benar juga. Tapi.....”
“sudahlah. Ayo kita keparkiran. Mungkin Selena sudah disana.” potong Nicole.



The Half Blood Vampire 19
oleh d'Bezt JD Author pada 19 Januari 2012 pukul 16:51 ·



Nicole, Miley dan Selena pergi kesebuah Mall yang terkenal di kota NY. Mereka keluar masuk butik, toko aksesoris. Entah sudah berapa toko yang telah mereka datangi. Yang terpenting, pada saat jam menunjukkan pukul 5 sore, mereka terduduk lemah disalah satu cafe. Mereka terlalu asyik berbelanja, sampai-sampai tak memikirkan perut mereka yang keroncongan.

Nicole langsung meneguk habis lemon tea baru diletakkan pelayan diatas meja. Dia seperti orang yang baru saja melakukan lomba lari.

“fiuuh!” Nicole menghembuskan nafas lega. “sudah berapa jam kita tidak minum?”
“bukannya terakhir saat kita sedang dalam perjalanan menuju ke Mall ini?” terka Miley.
“shopping benar-benar membuat kita lupa segalanya.” gumam Selena.
Mereka tertawa pelan.
“sepertinya kali ini, kau yang memborong.” ujar Miley sambil menunjuk paperbag Nicole yang berjumlah 10.
“memangnya kau berapa? Sama saja.” protes Nicole.
“hei, aku hanya 9.” bantah Miley.
“Justin memang suami yang cocok untukmu.” ujar Selena.
“ng?” Nicole tak mengerti.
“uang yang kau gunakan untuk membeli semua barang itu dari Justinkan? Ternyata, dia mengerti kalau kau gila shoping.” ujar Selena panjang lebar.
“tentu.” sahut Nicole lemah.

“tentu saja tidak! Ini semua uangku, tahu!” ralatnya dalam hati.
“astaga!” seru Miley tiba-tiba. “sekarang sudah jam 5?”
“memang kenapa?” tanya Selena bingung.
“aku ada janji dengan ibuku. Bagaimana ini? Aduh! Tumben sekali dia tidak menelfonku?” racau Miley.
“bukannya ponselmu mati saat kita masih didalam perjalanan kesini?” Nicole mengingatkan.
“benar juga.” Miley memukul keningnya putus asa. “maaf. Aku harus pulang. Kalau tidak, kartu kreditku akan diblokir. Oh my.”

Setelah berpamitan singkat dengan Selena dan Nicole, Miley keluar dari Cafe itu dengan setengah berlari. Tinggallah Nicole yang menggelengkan kepalanya melihat tingkah Miley.

“maaf. Momku menelfon.” ujar Selena.
Nicole mengangguk pelan.
“demi Tuhan. Aku minta maaf Nic.” ujar Selena setelah mengakhiri telfon dengan sang ibu.
“kenapa?” tanya Nicole bingung.
“aku harus pulang.” ujar Selena lemah.
Mata Nicole membulat. “apa? Kenapa?”
“nenekku sakit, aku harus kebandara sekarang. Keluargaku sudah disana.”
Nicole mendesah. “ya sudah.”
“maaf Nic, aku tak bisa mengantarmu. Kau bisa minta jemput Justinkan?”
Nicole mengangguk lemah.

Nicole pun berjalan keluar dari cafe tersebut sambil berusaha menelfon Justin. Namun, hingga ia berada didepan Mall pun Justin tak kunjung mengangkat telfonnya.

“kemana laki-laki itu?” gumam Nicole jengkel.

Nicole kembali menghubungi Justin. Saat ia akan mengakhiri panggilannya, laki-laki itu mengangkat telfonnya.

“kau kemana saja?!” tanya Nicole kesal.
“kenapa kau yang kesal? Harusnya aku! Kenapa kau terus menelfonku?! Kau itu mengganggu waktu tidurku! Kau tahu?” bentak Justin.
Nicole tersentak mendengar bentakan Justin.

Dia lupa kalau dia berhadapan dengan Justin. Laki-laki itu beda sekali dengan Greyson. Kalau dia membentak Greyson, maka Greyson akan berkata dengan lembut kalau dia minta maaf karena telah membuatnya -Nicole- kesal. Berbanding terbalik dengan Justin. Justin tak akan segan membentaknya balik kalau dia berani membentak Justin.

“kenapa kau diam, hm? Sudah sadar, kalau kau itu salah?” tanya Justin.
“hm... Itu kan juga karena dirimu. Coba kau angkat telfonku lebih awal, aku tak akan membentakmu.” sahut Nicole lemah.
“heh! Memangnya kau siapa, beraninya menasehatiku?” bentak Justin lagi.
“iya maaf. Tak akan ku ulangi.” ujar Nicole. “hm, Justin. Sekarang kan belum jam 6, jadi kau bisa menjemputku kan? Aku di Mall.”
“ya Tuhan! Memangnya aku ini supirmu? Seenaknya saja memintaku untuk menjemputmu.” cetus Justin.
“temanku sudah pulang. Jadi aku tidak tahu akan pulang dengan siapa. Kau mau kan? Kau bilang, kau tak akan menjemputku kalau sudah lebih dari jam 6.”
“itu ucapanku tadi. Sekarang sudah beda. Aku malas menjemputmu. Aku mengantuk!” Justin memutuskan telfonya sepihak.

Nicole kembali menelfon Justin. Justin mengangkat ponselnya yang berbunyi dengan kesal.

“kau tak dengar, aku ingin tidur!” bentak Justin saat baru mengangkat telfon.
“aku mohon. Tolong jemput aku.”
“naik taksi saja!”
“ak..aku tidak tau nama jalan rumahmu.”
“apa? Aaargh! Anak kecil, bodoh!”
“Justin?” panggil Nicole lirih.
“baiklah! Kau tunggu disana!” bentak Justin lagi lalu mengakhiri telfonnya.



The Half Blood Vampire 20
oleh d'Bezt JD Author pada 20 Januari 2012 pukul 16:56 ·



Tak sampai 10 menit, Justin sudah tiba dihadapannya. Itu benar-benar membuatnya terkejut. Sulit dipercaya. Ia tak bisa membayangkan, berapa kecepatan mobil yang dikendarai Justin.

“masuklah!” perintah Justin, tanpa keluar dari mobil.

Nicole segera masuk kemobil, sebelumnya ia meletakkan kantong belanjanya dijok belakang. Justin sempat terkejut melihat banyak kantong belanjaan Nicole, namun ia bersikap tak peduli.

Selama perjalanan, hanya kesunyian yang ada didalam mobil itu. Namun, kadang terdengar helaan nafas panjang dari mulut Justin. Sedangkan Nicole hanya diam, seolah Justin tak ada disampingnya.

Sebenarnya ia ingin mengajak Justin berbicara, namun melihat wajah Justin yang dingin itu Nicole mengurungkan niatnya.

Tanpa bicara, Justin langsung keluar dari mobil lalu masuk kerumah. Nicole mendesah. Ia pun keluar dari mobil, lalu mengambil kantong belanjanya, baru berjalan masuk kerumah.

“dasar laki-laki tak punya perasaan!” gerutu Nicole.

“kau bilang apa?” tanya Justin yang tiba-tiba sudah disampingnya.
Nicole terlonjak kaget. “kk...kau?”
Cody kembali ke wujudnya semula, lalu tertawa terpingkal. “wajahmu lucu sekali Nic. Haha”
“eergh!” erang Nicole. “kau membuatku takut!”
“kenapa?” tanya Cody.
“kau tahu, kakakmu itu benar-benar menyebalkan! Memangnya aku salah, minta jemput di Mall? Dia bilang, dia ingin tidur! Kenapa harus tidur sore hari begini?! Bilang saja tidak ingin menjemputku.” ucap Nicole panjang lebar.
“saudara kembarku memamg begitu.” sahut Wero yang tiba-tiba muncul.
“entahlah. Dia itu aneh.” ujar Nicole. “kau dari mana?”
“kampus.” sahut Wero, menang karena Nicole baik padanya.
“ayo masuk, kenapa kita malah mengobrol di depan pintu begini?!”

Mereka pun masuk kerumah. Masuk ke kamar masing-masing. Nicole mendapati Justin tengah tertidur diatas tempat tidur. Sebenarnya dia ingin tidur, tapi Justin merebahkan tubuhnya tepat ditengah tempat tidur.

Akhirnya, Nicole lebih memilih untuk mandi. Selesai mandi, ia memakai pakaiannya didalam kamar mandi. Namun, ternyata, ia melupakan bajunya. Dengan tubuh dililiti handuk, Nicole keluar dari kamar mandi.

Ia pun menuju lemari mengambil baju berlengan pendek. Saat ia berbalik, handuknya tiba-tiba jatuh karena ujungnya terjepit di lemari.

“astaga!”

Nicole menoleh kearah tempat tidur, ia melihat Justin sedang duduk dengan wajah terkejut. Nicole cepat-cepat membentangkan bajunya untuk menutupi tubuhnya. Ia yakin saat ini wajahnya sangat merah. Walaupun yang dilihat Justin hanya tubuh bagian atasnya itu pun ia sudah memakai bra, tetap saja dia malu.

“sejak kapan kau bangun?!” pekik Nicole.

Justin bergumam. Ia masih terkejut dengan pemandangan di hadapannya. “cepat pakai pakaianmu.” ujar Justin dengan suara diusahakan datar.

Nicole segera berlari kekamar mandi tanpa bicara sedikitpun.

Justin merutuki dirinya sendiri. Ia yakin wajahnya juga memerah saat ini. Ia merasa hatinya bergetar saat melihat bagian tertutup tubuh Nicole. Ia merasa, ia ingin memiliki tubuh wanita itu, tidak ada orang lain yang boleh menyentuhnya.

“astaga! Ada apa dengan diriku!” Justin memukul kepalanya berkali.

Nicole keluar dari kamar mandi, wajahnya masih saja memerah.
Ia berusaha menyibukkan dirinya dengan membenahi barang belanjaannya.


---


Nicole terbangun dari tidurnya saat pintu kamarnya diketuk.

Setelah membereskan barang belanjaannya, ia memutuskan untuk tidur, karena Justin sedang pergi mandi.
Nicole menoleh kesamping. Tidak ada Justin. Syukurlah. Ia masih malu karena insiden tadi pagi. Ia beralih pada jam. 8 malam.

Pintu kamar kembali diketuk. Nicole pun berjalan kearah pintu, lalu membukanya.

“eh... Mom.” Nicole tersenyum canggung pada Pattie.
“jangan canggung begitu. Bagaimana pun, aku ini Mommu. Oke?”
Nicole mengangguk. “ada apa Mom?”
“ayo kita makan malam.”

Mereka pun duduk berhadapan. Ruang makan itu terlihat sepi. Karena hanya ada dia dan Pattie.

“sepi?” tebak Pattie.
Nicole hanya tersenyum.
“memang begini. Saat jam 6 pagi besok, Justin dan yang lain baru akan pulang. Saat ini, mereka pasti sedang di hutan.”
“baguslah.” ujar Nicole dalam hati. Ia masih belum sanggup bertemu Justin.